NUSA DUA, KOMPAS — Wakil dari 53 negara atau entitas di benua Afrika bakal hadir pada Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika atau Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue 2019 di Nusa Dua, Bali, 20-21 Agustus 2019. Indonesia melalui badan usaha milik negara dan perusahaan swasta membidik transaksi sedikitnya Rp 7 triliun dari proyek-proyek infrastruktur di Afrika melalui dialog itu. Indonesia juga berupaya memperdalam ceruk pasar perdagangan di negara-negara Afrika.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya di Nusa Dua, Senin (19/8/2019), menyatakan, kegiatan Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) merupakan tindak lanjut dari acara Forum Indonesia-Afrika atau Indonesia-Africa Forum (IAF) yang digelar 10-11 April 2018. Acara kala itu diikuti 233 peserta dari 47 negara Afrika dan 344 peserta dari Indonesia. Acara yang dihadiri 10 pejabat setingkat menteri itu menghasilkan 10 kesepakatan bisnis senilai 586,56 juta dollar AS.
”Kegiatan IAID ini dilaksanakan untuk menjaga momentum IAF dan akan fokus pada kerja sama konkret di sektor infrastruktur dan industri strategis lain,” kata Desra. Acara itu akan dibuka Presiden Joko Widodo dan dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, masih sangat terbuka peluang kerja sama perdagangan Indonesia-Afrika. Sepanjang tahun 2018, total perdagangan Indonesia-Afrika Sub-Sahara yang mencakup 46 negara mencapai 8,46 miliar dollar AS. Adapun total perdagangan Indonesia-Afrika (54 negara) 11,06 miliar dollar AS. Secara berturut, cakupan total perdagangan itu baru sekitar 2,3 persen dan 3 persen dari total perdagangan RI secara global.
Total perdagangan Indonesia dengan Afrika pada paruh pertama tahun ini hanya tumbuh tipis 1,40 persen secara tahunan. Bahkan, jika dilihat sejak 2014-2018, terjadi tren penurunan sekitar 1,21 persen. Lima negara penyumbang surplus perdagangan Indonesia dengan negara-negara di Afrika secara berturut adalah Mesir, Nigeria, Kenya, Benin, dan Djibouti. Adapun negara-negara di Afrika penyumbang defisit perdagangan bagi Indonesia adalah Afrika Selatan, Zimbabwe, Pantai Gading, Kamerun, dan Madagaskar.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional pada Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo menyatakan, Pemerintah RI berkepentingan mempromosikan perusahaan-perusahaan infrastruktur Indonesia yang dapat menangani proyek di Afrika. Dijadwalkan akan dilakukan konklusi/penandatanganan, negosiasi, dan pembicaraan awal dengan negara Afrika terkait pembentukan kesepakatan perdagangan preferensial (preferential trade agreement, PTA).
”Kegiatan ini ada kaitannya dengan perdagangan, perdagangan di dalam layanan jasa; jadi semacam ekspor layanan jasa dalam pembangunan infrastruktur,” kata Imam.
Alasan utama dipilihnya sektor infrastruktur mencakup beberapa hal. Sebagaimana diungkapkan Desra, mengacu dari kegiatan IAF lalu, lima dari 10 kesepakatan bisnis itu adalah kesepakatan di bidang infrastruktur. Bidang infrastruktur dipandang memiliki efek sebaran yang tinggi dan memiliki peluang kerja sama konkret di masa depan. ”Indonesia juga memiliki kemampuan dalam menyediakan jasa infrastruktur mengingat terdapat perusahaan BUMN yang mampu dan siap berkiprah di luar negeri,” kata Desra.
Infrastruktur juga dinilai dapat dikolaborasikan dengan minat dan potensi ekspor, misalnya produk perkeretaapian, yang juga menjadi andalan produk Indonesia dan industri lain. Mengacu dari pengamatan dan kajian lebih jauh, bidang infrastruktur telah menjadi prioritas pembangunan nasional negara-negara kawasan Afrika.
IAID akan diisi dengan sejumlah forum terkait bisnis, meliputi penjajakan dan penandatanganan kesepakatan bisnis serta pameran bisnis. Telah terdaftar 33 institusi, terdiri dari BUMN dan swasta untuk forum pameran. Akan digelar pula sejumlah diskusi panel yang menghadirkan 50 panelis.