Transformasi Digital Tak Sekadar Mendigitalkan Proses
Transformasi digital mensyaratkan perubahan model bisnis. Bukan sekadar mendigitalkan proses kegiatan. Perusahaan mapan berupaya tetap relevan dengan inovasi dan investasi.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Definisi disrupsi dinilai semakin longgar. Kini disrupsi juga dimaknai sebagai siapa pun pelaku bisnis atau pendatang baru yang menawarkan solusi baru.
Inovasi pun ditempuh oleh sejumlah perusahaan mapan Tanah Air dengan mengalokasikan modal. Mereka mencoba bertahan dan tetap relevan dengan menawarkan solusi baru. Namun, sejumlah petinggi perusahaan dan pengamat yang ditemui sepekan terakhir berpendapat, digitalisasi tak sekadar mendigitalkan proses, tetapi juga menawarkan model dan solusi baru.
Penasihat Operasional dan Keputusan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Ade Febransyah berpendapat, konsep inovasi berkelanjutan muncul. Definisinya merujuk ke pelaku bisnis yang menawarkan solusi lebih baik untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat.
Ade mencontohkan Southwest Airlines, pelopor maskapai berbiaya terjangkau (LCC). Southwest Airlines membuat kelompok konsumen yang sebelumnya memiliki kebutuhan terbang, tetapi tidak mampu membayar biaya tiket pesawat yang umumnya mahal, menjadi bisa terbang.
Pada era serba digital, esensi terpenting adalah pelaku bisnis harus selalu tangkas menghadapi tuntutan zaman. Jika tidak berinovasi, solusi mereka akan inferior karena lahir solusi baru. Teknologi digital juga berdampak pada sikap konsumen yang makin cerdas dan canggih.
Pelaku bisnis kini berhadapan dengan ketidakpastian industri dan pasar. Berangkat dari realitas itu, pelaku bisnis perlu memetakan sejauh mana lanskap ketidakpastian yang mereka hadapi. Langkah ini memudahkan pelaku bisnis menentukan strategi jangka panjang.
Berpindah
Di industri telekomunikasi, menurut Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom Ririek Adriansyah, isu terbesar yang dihadapi adalah perpindahan (shifting) bisnis legasi yang terdiri dari SMS dan suara menuju ke bisnis digital. Tantangannya kemudian seberapa cepat perusahaan mampu memonetisasi bisnis digital untuk mengompensasi penurunan pendapatan bisnis legasi.
Sementara PT Astra International Tbk masuk ke ekosistem digital melalui PT Astra Digital Internasional (ADI). ADI memperkenalkan empat platform digital, tiga di antaranya memberikan solusi mobilitas, yakni Cari Parkir, Sejalan, dan Movic, sebagai langkah menjaga relevansi.
”Satu platform lainnya, Seva.id, merupakan marketplace untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dalam kemudahan pembelian mobil,” kata Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto.
Astra juga berinvestasi 250 juta dollar AS di Go-Jek sebagai usaha agar terus berkembang di era digital. Investasi di sektor digital pun ditempuh antara lain oleh PT Pegadaian (Persero), PT Blue Bird Tbk, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Inovasi dinilai jadi kunci menghadapi perubahan akibat evolusi teknologi. Dalam rangka mewujudkannya, pelaku usaha mesti memperkuat divisi riset dan pengembangan. ”Ke depan akan makin banyak perusahaan bekerja sama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk inovasi,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman.
Selain oleh pelaku usaha, pemerintah dinilai perlu mendorong inovasi, antara lain melalui insentif atas riset dan pengembangan. Namun, menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, insentif perlu lebih fokus ke sektor yang berperan penting terhadap perekonomian. (MED/CAS/KEL/ARN)