Penyair asal Madura, D Zawawi Imron (76), mengenang awal cerita dirinya menulis puisi pada usia 16 tahun. Tidak tanggung-tanggung, puisi karya laki-laki kelahiran Desa Batang-batang, Sumenep, ujung timur Pulau Madura ini justru dihina-hina.
“Waktu masih mondok, puisi saya dibilang jelek. Jadi, bye-bye Bahasa Madura, aku pindah tulis pakai Bahasa Indonesia,” ujar Zawawi di sela-sela Malam Apresiasi Puisi 2019 yang digelar Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Menurut Zawawi, ia sengaja menggunakan Bahasa Indonesia agar teman-temannya tidak lagi mengkritik puisinya. Maklum, hanya dirinyalah yang berhasil tamat sekolah dasar di pesantren pada waktu itu.
“Kalau dipikir-pikir, seandainya terus tulis pakai Bahasa Madura, aku pasti hanya terkenal di Madura. Keuntungannya sekarang jadi terkenal secara nasional,” katanya sambil terkekeh-kekeh.
Dengan bangga, Zawawi menceritakan sederet keberhasilannya sebagai penyair. Kumpulan sajaknya yang berjudul Bulan Tertusuk Lalang dibuat menjadi film pada 1995. Ia juga pernah menerima penghargaan The S.E.A Write Award dari Kerajaan Thailand pada 2012.
Sudah tak terhitung jumlah puisi yang dibuat olehnya. Untuk merayakan Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan RI, Zawawi memilih untuk membawakan puisinya berjudul Keroncong Air Mata yang menceritakan tentang kondisi Indonesia saat ini.
“Puisi ini saya pernah rekaman waktu masih zaman kaset tahun 1999. Puisi ini dibuat pada 1998, menjelang zaman reformasi, tetapi sudah saya ubah supaya sesuai zaman sekarang,” katanya.