Ruang penurunan imbal hasil surat berharga negara semakin terbuka seiring tren penurunan suku bunga global. Berkurangnya beban bunga akan memperingan langkah pemerintah melunasi bunga utang.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ruang penurunan imbal hasil surat berharga negara semakin terbuka seiring tren penurunan suku bunga global. Berkurangnya beban bunga akan memperingan langkah pemerintah melunasi bunga utang.
Selama 10 tahun terakhir, rata-rata imbal hasil per tahun Asian Bond Fund-Indonesia Bond Index Fund, yang menjadi salah satu acuan aset surat berharga negara (SBN), sebesar 10,4 persen. Angka ini jauh melebih rata-rata inflasi 4,6 persen per tahun pada periode yang sama
Analis Riset PT Capital Asset Management, Desmon Silitonga, mengatakan, besaran imbal hasil SBN dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya sentimen pasar keuangan domestik dan global, kebijakan fiskal dan moneter, serta kondisi ekonomi makro.
Tren pergerakan imbal hasil SBN dapat terlihat dari kecenderungan yang terjadi di pasar keuangan, terutama suku bunga global yang berpengaruh terhadap suku bunga domestik.
”Selain suku bunga acuan BI, suku bunga The Fed (bank sentral AS), ECB (Eropa), dan BOJ (Jepang) juga tengah memasuki tren pelonggaran. Hal ini membuka ruang penurunan imbal hasil SBN,” ujarnya di Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Desmon menilai, saat ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain untuk menutup defisit anggaran selain dengan penerbitan SBN. Namun, di sisi lain, kepemilikan investor asing pada instrumen SBN yang mencapai 38,49 persen memicu kerentanan.
”Guncangan eksternal dapat menyebabkan investor asing yang masih mendominasi SBN untuk keluar. Situasi ini dapat memicu kembali kenaikan imbal hasil yang perlahan sudah mulai turun,” ujarnya.
Saat ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain untuk menutup defisit anggaran selain dengan penerbitan SBN. Namun, di sisi lain, kepemilikan investor asing pada instrumen SBN yang mencapai 38,49 persen memicu kerentanan.
Tercatat secara outstanding per 20 Agustus 2019, total nilai kepemilikan asing pada instrumen SBN Rp 1.006,58 triliun. Sementara sejak awal Januari hingga 20 Agustus 2019, investor asing mencatatkan pembelian bersih Rp 113,3 triliun.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan SBN neto senilai Rp 389,3 triliun. Nilai ini naik 2 persen dari target realisasi penerbitan SBN pada 2019 sebesar Rp 381,9 triliun.
Selisih tinggi
Desmon meyakini, meski imbal hasil dari SBN turun, investor asing masih akan tetap menganggap imbal hasil surat utang Indonesia menarik. Pasalnya, SBN memiliki selisih imbal hasil lebih tinggi dibandingkan surat utang negara-negara maju.
”Investor sudah pasti lebih tertarik masuk ke surat utang negara untuk tenor 10 tahun dengan imbal hasil 7,3 persen dibandingkan US treasury (obligasi AS) dengan imbal hasil 1,7-1,8 persen untuk tenor yang sama,” ujarnya.
Investor sudah pasti lebih tertarik masuk ke surat utang negara untuk tenor 10 tahun dengan imbal hasil 7,3 persen dibandingkan US treasury (obligasi AS) dengan imbal hasil 1,7-1,8 persen untuk tenor yang sama.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting membenarkan penerbitan SBN merupakan salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah.
Defisit anggaran sendiri kerap terjadi saat penggunaan anggaran ditujukan untuk membiayai utang, investasi minus, pemberian pinjaman, kewajiban pinjaman minus, dan pembiayaan lainnya.
Basis domestik
Kementerian Keuangan berkomitmen meningkatkan porsi penerbitan SBN ritel di tahun depan. Upaya ini merupakan bagian dari pendalaman pasar keuangan domestik dengan memperluas basis investor dalam negeri di pasar obligasi.
”Untuk target penerbitan SBN ritel 2020 akan mempertimbangkan dan mengevaluasi capaian penerbitan SBN 2019 dan penyusunan strategi tahun 2020. Strategi ini akan ditetapkan setelah angka defisit dan target neto pada APBN 2020 disetujui,” ujarnya.
Sepanjang 2019, Kementerian Keuangan menargetkan realisasi penerbitan SBN ritel sebesar Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun. Target ini diyakini dapat tercapai melalui penerbitan 10 instrumen ritel, yakni 4 saving bond ritel (SBR), 4 sukuk tabungan (ST), 1 sukuk ritel (SR), dan 1 obligasi negara ritel (ORI).
Dirjen DJPPR Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, upaya pemerintah memperluas basis investor domestik perlu waktu dan bertahap. Meski begitu, perkembangan minat investor ritel beberapa tahun belakangan cukup positif
”Sejak dipasarkan secara daring, ketertarikan dari investor generasi milenial setidaknya sudah menunjukkan perkembangan yang menjanjikan,” ujarnya.