Untuk pertama kalinya, PKB mengadakan forum permusyawaratan tertinggi atau muktamar di Pulau Bali. Dari teduhnya ”Pulau Dewata”, pesan perdamaian untuk menjaga harmoni berbangsa dan bernegara diserukan para kiai dan ulama.
Oleh
Agnes Theodora dan Insan Al Fajri
·4 menit baca
Untuk pertama kalinya, Partai Kebangkitan Bangsa mengadakan forum permusyawaratan tertinggi atau muktamar di Pulau Bali. Dari teduhnya ”Pulau Dewata”, pesan perdamaian untuk menjaga harmoni berbangsa dan bernegara diserukan para kiai dan ulama dengan harapan berembus sampai ke telinga para pemangku kepentingan, politisi, dan seluruh lapisan masyarakat di berbagai pelosok Nusantara.
Pesan perdamaian bertajuk ”Seruan Bali” itu disampaikan ribuan kiai dan ulama melalui forum Musyawarah Nasional Alim Ulama di The Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8/2019). Munas Alim Ulama itu dihadiri sekitar 1.000 ulama dan kiai dari berbagai pondok pesantren di Indonesia dan menjadi forum pendahuluan sebelum agenda Muktamar Kelima Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Selama dua jam, ribuan kiai dan ulama itu berkumpul, berdiskusi, dan memberikan rekomendasi untuk dijalankan PKB dan bangsa Indonesia. Mereka, antara lain, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj, Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Australia dan Selandia Baru Nadirsyah Hosen, Khatib Aam PBNU Yahya Cholil, Mustasyar PBNU Dimyati Rois, Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini, dan sejumlah unsur pimpinan pondok pesantren, seperti Gus Miftah dari Ponpes Ora Aji Sleman.
Forum Munas Alim Ulama itu ingin agar kegiatan dakwah tidak dikotori dengan tujuan dan modus apa pun yang bisa memecah belah persatuan bangsa. Prinsip dasar dan semangat dakwah harus mendorong keharmonisan, bukan sebaliknya.
Mengutip Said Aqil, dalam kata sambutannya saat membuka Munas Alim Ulama, semangat Islam Nusantara harus terus dijaga. ”Kita jaga budaya kita, karakter kita, dengan berangkat dari titik tolak Islam Nusantara, Islam yang mempertahankan keharmonisan dengan budaya, dengan nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Kita jaga budaya kita, karakter kita, dengan berangkat dari titik tolak Islam Nusantara, Islam yang mempertahankan keharmonisan dengan budaya, dengan nilai-nilai Pancasila.
Berbagai kejadian perpecahan dan kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini turut menjadi sorotan dalam rekomendasi ”Seruan Bali” Munas Alim Ulama. Rasisme dan diskriminasi, sebagaimana yang memantik rangkaian aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, serta Manokwari dan Sorong di Papua Barat sejak Senin (19/8/2019), serta berkembangnya berbagai paham ekstremisme dan sektarianisme dengan berbalut dakwah Islam harus diluruskan.
”Model dakwah seperti itu bisa merusak harmoni bangsa Indonesia. Sikap itu harus diluruskan bersama-sama dengan cara yang benar, santun, dan bijak,” kata Koordinator Munas Alim Ulama Saifullah Ma’shum saat membacakan lima rekomendasi hasil munas.
Beban berat untuk menjaga perdamaian di tengah perbedaan agama dan suku di Indonesia itu, menurut Said Aqil, juga ada di pundak NU dan PKB. Ia mengkritik teori benturan peradaban atau clash of civilizations oleh Samuel P Huntington yang memprediksi bahwa setelah berakhirnya Perang Dingin pada 1991, identitas budaya dan agama akan menjadi sumber konflik utama berbagai peradaban di dunia.
Dengan nada ringan, Said mengatakan, prediksi distopis Huntington itu dapat dihindari selama organisasi kemasyarakatan seperti NU dan partai politik seperti PKB menjalankan tugasnya untuk menjadi penengah dan suara kebenaran.
”Mari jawab prediksi Samuel Huntington itu dan katakan, ramalan ente untuk Indonesia tidak benar, karena perbedaan agama, suku, dan ras di Indonesia tidak akan dibiarkan menjadi faktor konflik, apalagi perang saudara, selama ada NU dan ada PKB,” kata Said.
Mari jawab prediksi Samuel Huntington itu dan katakan, ramalan ente untuk Indonesia tidak benar karena perbedaan agama, suku, dan ras di Indonesia tidak akan dibiarkan menjadi faktor konflik, apalagi perang saudara, selama ada NU dan ada PKB.
Lebih lanjut, ia meminta agar seluruh masyarakat Indonesia terus menjalin tali persaudaraan tanpa membeda-bedakan suku, ras, etnis, dan keyakinan masing-masing. Ia pun mengutip sebuah ayat Al Quran yang melarang umat untuk menghina keyakinan lainnya.
Tidak hanya menyerukan pesan perdamaian, Munas Alim Ulama, kemarin, juga memberikan rekomendasi agar negara menempuh langkah konkret melalui penyebaran dakwah perdamaian lewat media sosial.
”Pemerintah dan pihak yang punya otoritas dalam bidang teknologi digital harus dapat memberikan fasilitas untuk kegiatan dakwah yang dipublikasikan di berbagai media sehingga hak masyarakat untuk mempelajari agama dengan benar dapat terjamin dan terjaga,” kata Ma’shum.
Wakil Sekretaris Jenderal PKB Jazilul Fawaid mengatakan, rekomendasi dari para alim ulama itu akan dijadikan perhatian utama partai. Ia mengakui, sejauh ini partai belum menjalankan perannya secara maksimal untuk mendorong dakwah yang menyuburkan perdamaian, khususnya melalui pemanfaatan perkembangan teknologi dan media sosial.
”Para kiai meminta agar partai lebih aktif mewarnai dakwah digital yang damai. Sekarang kami memang masih minim, khususnya di kalangan perkotaan dan kelas menengah ke atas. Cara masuknya bagaimana, kami akan lebih aktif melakukannya lewat media sosial dan dunia digital karena di situ tantangan besar kita di masa kini,” ujarnya.