India mengembangkan pusat inkubator untuk memfasilitasi berkembangnya usaha-usaha rintisan (startup) dalam berbagai bidang. Pusat inkubator ini diarahkan mencetak wirausaha baru sekaligus memberikan solusi atas masalah yang ada di masyarakat.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
NEW DELHI, KOMPAS — India mengembangkan pusat inkubator untuk memfasilitasi berkembangnya usaha-usaha rintisan (startup) dalam berbagai bidang. Pusat inkubator ini diarahkan mencetak wirausaha baru sekaligus memberikan solusi atas masalah yang ada di masyarakat.
Pusat inkubator bernama Indian Institute of Technology (IIT)-Delhi ini mendorong atas keberadaan usaha rintisan (start up) di pusat inkubator ini juga diperlihatkan pemerintah India dengan memberikan beasiswa.
Sijo Thomas, Senior Officer Entrepreneurship Development IIT-Delhi, Selasa (20/8/2019) malam WIB, mengatakan, setiap orang atau kelompok yang hendak mengembangkan usaha akan didampingi seorang pengajar.
”Pendampingan diberikan agar persoalan yang ditemui selama proses bisa dicarikan solusinya bersama pengajar. Pendamping juga memberikan motivasi bagi para peneliti,” katanya.
Setiap kelompok ini juga mendapatkan ruang dan bisa mempergunakan fasilitas yang tersedia di sana 24 jam sehari atau 7 hari seminggu.
Pemerintah India juga menyediakan dana penelitian bagi para pengembang usaha rintisan ini. Perintis startup juga bisa menjalin relasi dengan dunia usaha.
Para peneliti, menurut Sijo, didorong untuk mengomersialkan produk mereka agar menjamin keberlanjutan produksinya kelak.
Salah satu contoh produk yang tengah dikembangkan di sini adalah peralatan makan, seperti mangkuk dan piring yang terbuat dari sekam padi. Produk ini dihasilkan untuk menyiasati pembakaran sekam padi yang masif dilakukan di India.
”Di dua negara bagian, yakni Haryana dan Punjab, produksi sekam setahun mencapai 20 juta ton dan semuanya dibakar begitu saja,” kata Pracheer Dutta, COO Kriya Labs, yang tengah mengembangkan produk di Inkubator IIT-Delhi.
Sekam itu kemudian diolah dan dibentuk menjadi alat makan, seperti mangkuk dan piring. ”Semua sudah lulus uji sehingga aman dipakai untuk menaruh makanan. Selain itu, produk ini juga tahan air,” ucapnya.
Dengan spesifikasi ini, peralatan makan bisa dijadikan pengganti alat plastik sekali pakai. Harganya juga bersaing, yakni 1,5 rupees atau sekitar Rp 300 selembar.
Peralatan makan ini diproduksi oleh perusahaan yang sudah ada. Para peneliti di laboratorium ini memberikan bahan mentah untuk diproses.
Penemuan lain yang dihasilkan di sini adalah kruk yang aman dan bisa digunakan difabel di segala medan jalan. Kruk ini dibuat oleh Flexmotiv setelah riset dan membuat aneka purwarupa kruk sebelum akhirnya mendapatkan bentuk terakhir yang dianggap paling sempurna.
Kedua kaki kruk ini memiliki dua sisi penyangga kecil yang terbuat dari polikarbonat. Alas polikarbonat ini membantu pengguna agar bisa melintasi air, es, atau jalan apa pun tanpa kesulitan. Jika sudah aus, pengguna bisa mengganti polikarbonatnya saja.
Selain itu, kedua penyangga kecil didesain lentur agar membantu pemakainya melangkahkan kaki dengan energi yang minimal.
Pegangan kruk dibuat melengkung, sebagai simbol tanduk kuda nil India. Jika tak digunakan, kruk kanan-kiri bisa saling disandarkan dan tidak jatuh.
Untuk mendapatkan bentuk yang sekarang, Arvind mengaku telah membuat lebih 10 purwarupa. Setiap purwarupa diproduksi berkisar 10-20 unit. Purwarupa ini lantas diujikan kepada pemakai kruk untuk mendapatkan masukan. Masukan ini menjadi bekal perbaikan kruk kemudian.
Pembuatan kruk juga melibatkan perusahaan yang sudah mapan untuk menjamin kualitasnya. Harga kruk ini juga dibuat terjangkau, yakni 3.000 rupees atau sekitar Rp 600.000. Sementara kruk buatan Eropa atau Amerika Serikat bisa mencapai lebih 200 dollar AS atau sekitar Rp 2,8 juta.
Di bidang deteksi kesehatan, ada kelompok yang tengah mengembangkan mikroskop pendeteksi sel abnormal manusia. Alat ini sekaligus mendeteksi kanker sejak dini.
Duta Besar Indonesia untuk India Sidharto Reza Suryodipuro, Sabtu, berharap, ada banyak warga Indonesia yang tertarik mengembangkan usaha rintisan di IIT-Delhi.
”Perkembangan teknologi di sini sangat maju, jadi bagus juga kalau banyak orang Indonesia yang belajar di sini,” katanya.