Sebuah kaki baru disiapkan oleh tim BKSDA Sultra untuk Erin, anoa betina yang kakinya diamputasi akibat terjerat jebakan tali baja pemburu hewan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
Mata Erin mengerjap. Ia seperti waspada dengan sejumlah orang yang berada di luar kandang. Berusaha berpindah, tubuhnya doyong. Kaki depannya tidak rata lagi. Sebelah kakinya telah diamputasi akibat infeksi jerat tali besi yang menjebaknya.
Seorang petugas mengambil dedaunan, lalu diletakkan di lantai. Erin, anoa berumur kurang dari setahun itu, mengendus, lalu makan dengan lahap. Beberapa kali ia kesusahan saat dedaunan itu malah terselip di corong yang dipasang di leher. Corong pelindung leher itu memang biasa dipasangkan pada hewan pascaoperasi.
Saat berdiri diam, tubuhnya berdiri sempurna meski kaki kiri depannya menggantung. Namun, ketika berusaha berpindah tempat, tubuh Erin doyong. Kaki kiri depannya memang telah diamputasi beberapa waktu lalu. Tulang kakinya langsung menginjak tanah. Bagian pangkal kaki itu masih terlihat bengkak.
”Kami putuskan diamputasi sekitar tiga minggu lalu karena sekitar bagian pergelangannya itu mengalami kematian jaringan atau nekrosis pada tendon kaki. Itu akibat dari jerat yang menjerat kaki anoa ini selama beberapa hari,” tutur Putu Narakusuma, dokter hewan yang menjadi mitra Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, Kamis (22/8/2019), di Kendari, Sulawesi Tenggara. Anoa betina ini memang sedang dirawat di BKSDA Sultra setelah ditemukan terjerat sekitar satu bulan lalu.
Kami mengupayakan membuat kaki palsu mandiri agar anoa ini bisa kembali berjalan dan beraktivitas normal menjaga keseimbangan.
Kondisi kaki anoa ini, lanjut Putu, kemungkinan besar terjerat tali baja yang membuat jaringan tendon perlahan mati. Terlebih, anoa kemungkinan terjerat selama beberapa hari dengan kondisi terus meronta. Bagian paha kaki juga terlihat bengkak karena efek jeratan membuat abnormalitas otot.
Perawatan kaki pascaamputasi terus dilakukan. Pemeriksaan berkala rutin dilakukan setiap hari. Corong pelindung dipasang untuk mencegah anoa terus menjilati luka yang bisa kembali membuat infeksi serta agar tidak menanduk petugas yang merawatnya.
”Kami mengupayakan membuat kaki palsu mandiri agar anoa ini bisa kembali berjalan dan beraktivitas normal menjaga keseimbangan,” ujar Putu.
Hewan endemik Sulawesi yang terus terancam ini ditemukan terjerat tali jebakan warga pada Juli lalu. Anoa ini ditemukan seorang warga di Desa Bangun Jaya, Lainea, Konawe Selatan. Hewan dengan nama latin Bubalus sp ini diserahkan kepada tim polisi hutan dari BKSDA Sultra, lalu dibawa untuk dirawat.
Anoa ini mengalami luka pada kaki kiri bagian depan. Kulit luar terkelupas dan sebuah kuku kaki juga ikut terlepas. Hewan ini terus menjilati luka seakan ingin mengobati.
La Ode Kaida, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sultra, mengatakan, setelah diamputasi, pihaknya mengusahakan memasang kaki palsu untuk anoa ini dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan untuk menjaga agar anoa tetap bisa tumbuh dan berkembang tanpa terhalang dan kesakitan.
Kaida menunjukkan sebuah rancangan kaki palsu dari stainless steel menyerupai kok bulu tangkis. Bagian bawah merupakan lempengan pijakan dan bagian atas terbuka tempat kaki anoa akan dimasukkan.
Ini kami buat sendiri karena tidak tahu mau beli dan pesan di mana.
”Ini kami buat sendiri karena tidak tahu mau beli dan pesan di mana. Tapi, nanti akan diperhalus dan dipasangi spons dan karet agar tidak melukai kaki anoa ini,” kata Kaida.
”Oh iya, Erin itu nama panggilan dari kita-kita saja. Namanya belum ditetapkan, menunggu Pak Kepala (BKSDA Sultra) yang sedang ibadah haji,” lanjutnya.
Menurut Kaida, kondisi Erin yang terjerat dan harus diamputasi menambah cerita buruk tentang kelestarian anoa. Pihaknya berusaha menjaga agar hewan dilindungi ini bertahan dan bertambah, tetapi beberapa hal terus menjadi tantangan. Di antaranya perburuan liar, perambahan hutan, penebangan pohon secara ilegal, dan konflik manusia-satwa.
Semakin terancam
Anoa merupakan hewan dilindungi dengan status rentan punah. Hewan ini terdiri atas dua spesies, yaitu anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Dari data BKSDA Sultra, populasi anoa di wilayah pemantauan bertambah meski dengan tingkat pertumbuhan sangat minim.
Sejak 2013, pertambahan anoa di wilayah pemantauan hanya sekitar 14 ekor. Basis data pemantauan anoa pada 2013 sejumlah 179 ekor, sementara pada 2018 sejumlah 193 ekor.
Peningkatan jumlah ini hanya untuk wilayah pemantauan, bukan untuk kondisi Sulawesi Tenggara secara umum. Pemantauan anoa dilakukan di empat lokasi di dua kawasan, yakni dua lokasi di Taman Suaka Marga Satwa Tanjung Peropa dan selebihnya di Buton Utara. Total luas wilayah pemantauan ini 76 hektar.
Kelangsungan hidup hewan ini terus terusik akibat rusaknya habitat, juga karena perburuan. Di Sultra, pembukaan kawasan hutan untuk industri dan perkebunan skala besar terus terjadi.
Kaida menambahkan, perlu ada kesadaran bersama untuk menjaga anoa tetap lestari. Warga dan semua pihak harus sadar betapa pentingnya anoa saat ini dengan jumlah yang begitu terbatas. Sudah saatnya untuk menjaga kelestarian dan berharap agar anoa tetap bisa hidup dan berkembang hingga anak cucu mendatang.