Masyarakat punya peran penting dalam upaya mitigasi bencana. Peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat di daerah rawan bencana mesti terus digalakkan agar korban ataupun kerugian materiil akibat bencana dapat dikurangi.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PESISIR SELATAN, KOMPAS — Masyarakat punya peran penting dalam upaya mitigasi bencana. Peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat di daerah rawan bencana mesti terus digalakkan agar korban ataupun kerugian materiil akibat bencana dapat dikurangi.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Nagari Ampiang Parak Haridman di Pesisir Selatan, Rabu (21/8/2019), mengatakan, dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan, masyarakat dapat segera melakukan aksi tanggap darurat tanpa menunggu bantuan. Dengan demikian, risiko lanjutan dari bencana yang terjadi dapat diminimalkan.
”Jika kapasitas masyarakat ditingkatkan, mereka bisa swadaya. Mereka dapat langsung bergerak melakukan aksi tanggap darurat tanpa harus menunggu bantuan. Risiko bencana dapat diminimalkan,” kata Haridman seusai serah terima Program Peningkatan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana dan Ketangguhan Desa di Kabupaten Pesisir Selatan oleh Arbeiter Samariter Bund (ASB) Indonesia and Philippines kepada pemerintah setempat.
Haridman melanjutkan, keterlibatan masyarakat dalam mitigasi bencana lebih efektif karena kesadaran tumbuh dari mereka sendiri. Selama ini, program mitigasi yang digalakkan pemerintah ataupun fasilitator sering tidak melibatkan masyarakat secara aktif sehingga sulit berhasil. Dengan keterlibatan masyarakat, program juga lebih tepat sasaran karena sesuai kebutuhan masyarakat.
Menurut Haridman, di Nagari Ampiang Parak, masyarakat telah dibekali keterampilan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Keterampilan itu didapatkan dari program peningkatan kapasitas dan pemberdayaan yang diadakan oleh ASB, lembaga kemanusiaan asal Jerman.
Di Nagari Ampiang Parak, kata Haridman, sudah terbentuk dua lembaga, Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Tim Penanggulangan Bencana (PB). Forum PRB bertugas membuat kebijakan, perencanaan, dan lainnya terkait penanggulangan bencana, sedangkan Tim PB bertugas saat situasi tanggap darurat.
Tim PB tersebar di enam kampung Nagari Ampiang Parak. Tiap kampung terdiri atas 40-45 sukarelawan yang sudah terlatih. Sejumlah keterampilan yang mereka kuasai, yaitu komunikasi, pertolongan pertama gawat darurat, dapur umum, penyelamatan dan pencarian, serta pendataan cepat.
Sementara itu, masyarakat umum juga telah memiliki kesadaran mitigasi bencana. Di tiap rumah tersedia tas siaga, antara lain berisi surat-surat berharga, bekal makanan dan minuman, sendal, senter, obat-obatan, dan pisau. Tata ruang permukiman yang sebelumnya semrawut sudah mendukung kemudahan evakuasi saat bencana.
Mitigasi bencana menjadi perhatian utama karena Sumbar rawan bencana, terutama ancaman megathrust Mentawai yang berpotensi memicu gempa berkekuatan M 8,9 dan dapat memicu tsunami. Pesisir Selatan yang berhadapan dengan Samudra Hindia juga punya risiko terkena gempa dan tsunami. Di Nagari Ampiang Parak saja terdapat sekitar 10.500 jiwa yang berada di zona merah tsunami.
Pada 30 September 2009, Kota Padang dan daerah lain di sekitarnya pernah diguncang gempa bermagnitudo 7,6. Gempa memicu 1.000 lebih korban jiwa dan ribuan lainnya luka-luka.
Country Director Arbeiter Samariter Bund (ASB) Indonesia and Philippines Melina Margaretha mengatakan, masyarakat sejatinya mempunyai kapasitas/potensi kapasitas untuk melakukan aksi-aksi kesiapsiagaan. Hal itu semestinya dapat dioptimalkan dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan untuk mitigasi bencana.
”Dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan, masyarakat pada saat-saat kritis ketika bencana bisa langsung menangani sehingga risiko lebih lanjut dapat dihindarkan,” kata Melina.
Dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan, masyarakat pada saat-saat kritis ketika bencana bisa langsung menangani sehingga risiko lebih lanjut dapat dihindarkan.
Di Sumbar, ASB membantu pemerintah melakukan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana sejak 2011. Menurut dia, untuk tahun 2016-2019, ASB mengadakan program di Kepulauan Mentawai dan Pesisir Selatan dengan masing-masing tiga desa.
Melina menjelaskan, peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh ASB bersifat inklusif. Kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia, ikut terlibat. Ketika terjadi bencana, masyarakat tidak pilih-pilih.
Melina berharap, keberadaan Forum PRB dan Tim PB yang terbentuk dari program yang diadakan ASB bisa berlanjut dan diadopsi oleh desa lain yang rawan bencana. Di Ampiang Parak, program tersebut sudah mendapatkan tindak lanjut dari wali nagari, salah satunya berupa pengalokasian dana untuk berbagai keperluan mitigasi dan penanggulangan bencana.
Gusti Murni (43), anggota Tim PB Nagari Ampiang Parak, mengatakan, sejak mendapatkan edukasi mitigasi bencana, ia dan warga lain sudah tahu apa yang akan dilakukan ketika terjadi bencana. Sebelumnya, mereka tidak punya persiapan dan meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun karena panik.
”Sekarang, dekat pintu keluar rumah sudah ada tas siaga. Kami juga sudah tahu tempat yang aman untuk mengungsi,” kata Gusti, yang sehari-hari bekerja sebagai guru TK dan kader posyandu.