Penambahan Pimpinan MPR Bisa Habiskan Rp 1 Triliun Uang Rakyat
Sejumlah kalangan menolak usulan sejumlah fraksi partai politik untuk menambah jumlah pimpinan MPR periode 2019-2024, menjadi 8 hingga 10 orang. Mereka menilai usulan penambahan pemborosan, dan hanya untuk kepentingan bagi-bagi kekuasaan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah kalangan menolak usulan sejumlah fraksi partai politik untuk menambah jumlah pimpinan MPR menjadi 8 hingga 10 orang melalui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. Mereka menilai usulan penambahan tersebut pemborosan, dan hanya untuk kepentingan bagi-bagi kekuasaan.
Berdasarkan hitungan Kompas, jika jumlah pimpinan MPR periode 2019-2024 menjadi 10 orang, total anggaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh pimpinan MPR itu, bisa mencapai Rp 1,1 triliun. Adapun jika delapan orang, total anggaran yang dibutuhkan, bisa sebesar Rp 933,3 miliar.
Ini berkaca pada usulan Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR saat mengajukan anggaran tambahan untuk tiga pimpinan MPR baru pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, pertengahan tahun 2018.
Saat itu, Setjen MPR mengajukan anggaran Rp 350,4 miliar. Anggaran ini untuk membiayai diantaranya, gaji dan tunjangan pimpinan MPR, penyediaan sarana dan prasarana seperti ruang kerja, tenaga pendukung seperti staf ahli, ajudan, pengemudi, dan asisten rumah, dan kunjungan kerja dan sosialisasi.
Dengan usulan sebesar Rp 350,4 miliar, maka kebutuhan anggaran untuk setiap pimpinan MPR diperkirakan sekitar Rp 116,8 miliar. Jadi, jika ada sepuluh pimpinan MPR, total kebutuhan diperkirakan Rp 1,1 triliun. Adapun jika delapan pimpinan MPR kebutuhan biaya bisa sebesar Rp 933,3 miliar.
Dana sebesar Rp 1,1 triliun tersebut jika digunakan untuk merehabilitasi sekolah di Ibu Kota, bisa sekitar 65 sekolah direhabilitasi. Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp 2,1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk merehabilitasi total 132 sekolah sepanjang 2019.
Berangkat dari hal itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, di Jakarta, Kamis (22/8/2019), menilai sikap sejumlah fraksi partai politik di MPR yang memaksakan penambahan pimpinan MPR merupakan bentuk pemborosan. Terlebih jika melihat fungsi pimpinan MPR hanya sekadar simbolis atau juru bicara dari MPR.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah fraksi partai politik terus mengupayakan agar UU MD3 direvisi agar jumlah pimpinan MPR periode selanjutnya, 2019-2024, yang seharusnya hanya lima orang, ditambah menjadi 8 hingga 10 orang.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, Umbu Rauta, pun menentang rencana penambahan pimpinan MPR tersebut.
Menurutnya, tugas pimpinan MPR hanya melantik presiden dan wakil presiden, amendemen konstitusi atau memberhentikan presiden dan wakil presiden. Selain tiga hal itu, fungsi pimpinan MPR lebih seperti juru bicara yang bertindak atas nama anggota MPR. "Kalau tugasnya hanya itu, untuk apa banyak-banyak jumlahnya? Apalagi sampai sepuluh orang," katanya.
Usulan penambahan itu, dia melanjutkan, sangat elitis. Tidak ada manfaatnya secara langsung bagi masyarakat. Dalam arti kata lain, manfaatnya hanya untuk elite karena terkait dengan bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik yang mendapatkan kursi di parlemen.
Hal lain, revisi UU MD3 saat masa jabatan DPR 2014-2019 tinggal sekitar satu bulan, dinilainya tidak etis. Pasalnya, di luar revisi UU MD3, masih banyak rancangan undang-undang (RUU) yang sifatnya penting untuk masyarakat, yang belum bisa dituntaskan oleh DPR bersama pemerintah.
Lagipula revisi UU MD3 tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2019. Untuk bisa direvisi, undang-undang harus terlebih dulu masuk ke dalam prolegnas.
Masih dibahas
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, usulan penambahan pimpinan MPR belum disepakati oleh seluruh fraksi partai politik.
Usulan penambahan sempat dibahas saat rapat membahas revisi tata tertib pemilihan pimpinan MPR, akhir pekan lalu dan dilanjutkan hingga hari ini. Hidayat mengatakan, pimpinan MPR mengakomodasi seluruh wacana yang mengemuka di dalam rapat.
“Keputusannya tentu akan diambil di dalam rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok anggota MPR. Rapat akan dilakukan akhir Agustus, tunggu saja nanti waktunya,” ujar Hidayat.
Sebelumnya, sejumlah fraksi mengusulkan penambahan pimpinan karena MPR dianggap sebagai lembaga yang mempertemukan DPR dengan DPD. Maka idealnya komposisi pimpinannya merepresentasikan seluruh partai yang lolos ambang batas parlemen plus kelompok DPD.
Pada Pemilu 2019, ada sembilan partai yang lolos ambang batas parlemen. Dengan ditambah kelompok DPD, maka total jumlah pimpinan MPR periode selanjutnya, diusulkan berjumlah sepuluh orang.