JAKARTA, KOMPAS -- Selain menorehkan keberhasilan, Pemilihan Umum 2019 juga meninggalkan sejumlah catatan dan evaluasi. Salah satu yang menjadi evaluasi yakni penguatan dan kejelasan hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Salah satu keberhasilan pada Pemilu serentak 2019 yang diselenggarakan pada 17 April lalu yakni meningkatnya jumlah partisipasi pemilih sebesar 6 persen dari Pemilu 2014. Angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yakni 81 persen. Sementara pada Pemilu 2014 partisipasi sebesar 75 persen.
Meski demikian, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat, terdapat tiga aspek yang perlu dievaluasi. Aspek tersebut antara lain kerangka hukum pemilu, tata kelola pemilu, dan mekanisme penyelesaian masalah hukum pemilu.
"Pada aspek kerangka hukum kita memang memiliki UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, kerangka hukum ini masih menyimpan ruang yang menimbulkan permasalahan atau kendala untuk tata kelola dan mekanisme penyelesaian masalah hukum pemilu," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi di Media Center KPU, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Titi mencontohkan, UU Pemilu tidak memiliki skema yang kuat untuk menyelesaikan permasalahan pemilih yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik tetapi sudah melakukan perekaman. Hal ini menjadi kendala bagi penyelenggara pemilu saat harus memutakhirkan daftar pemilih tetap.
"Masalah dalam kerangka hukum pemilu kita tidak mampu dijawab oleh pembentuk UU, melainkan membutuhkan institusi peradilan untuk memberi jalan keluar. Bisa dilihat saat proses pemilu kita ada berkali-kali putusan Mahkamah Konstitusi yang harus keluar untuk menyelesaikan kendala karena kerangka hukum pemilu masih menyisakan permasalahan," katanya.
Kekurangan UU Pemilu lainnya yakni kerangka hukum ini tidak mengatur secara tegas atau memfasilitasi akuntabilitas pendanaan kampanye. Sebab, dana kampanye dari para calon anggota legislatif masih dikonsolidasi oleh partai politik. Sementara caleg tersebut tidak memiliki akun dana kampanye yang terpisah dari akun personalnya.
Ketua Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi juga menilai, kerangka hukum pemilu juga masih memiliki permasalahan tumpang tindih kewenangan dalam proses penegakan hukum. Contohnya, UU Pemilu tidak mengatur secara jelas kewenangan penyelesaian perselisihan hasil pemilu.
Veri menjelaskan, pada praktiknya banyak pelanggaran administrasi yang dibawa peserta pemilu ke tingkat MK. Padahal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran adiministrasi.
"UU Pemilu juga tidak mengatur sampai kapan kewenangan penanganan pelanggaran adiministrasi ini dapat diselesaikan oleh Bawaslu. Ujungnya output dari Bawaslu bisa bersinggungan dengan kewenangan yang dimiliki MK," katanya.
Kerangka hukum pemilu masih memiliki permasalahan tumpang tindih kewenangan dalam proses penegakan hukum
Penyelesaian sengketa
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, saat ini KPU belum melakukan pembahasan secara detail terkait evaluasi Pemilu 2019 lalu. Sebab, tahapan Pemilu 2019 belum sepenuhnya selesai dan KPU masih menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemungutan dan penghitungan suara ulang di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).
Meski demikian, Arief menegaskan bahwa KPU telah menerima beberapa poin evaluasi dari sejumlah pihak. Di antaranya yakni langkah KPU dalam menyelesaikan sengketa hukum pemilu jika terdapat dua putusan yang saling bertentangan.
"KPU seringkali dihadapkan pada pasal-pasal yang dua-duanya harus dijalankan tetapi praktiknya bertentangan. Misalnya kami harus menjalankan putusan Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat. Ketika dua putusan ini bertentangan tidak mungkin KPU bisa menjalankan dua-duanya," ujarnya.
Selain itu, saat ini KPU juga masih fokus membahas persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. KPU masih berupaya menetapkan aturan larangan mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri kembali pada Pilkada 2020. Aturan tersebut sempat akan ditetapkan pada Pemilu 2019 namun dibatalkan oleh Mahkamah Agung.