Peran ASEAN masih terbatas dalam membantu merespons dinamika dan mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea. Akan tetapi, ASEAN dapat berkontribusi dengan meningkatkan kontak antar-manusia di kawasan guna membangun kepercayaan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran ASEAN masih terbatas dalam membantu merespons dinamika dan mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea. Akan tetapi, ASEAN dapat berkontribusi dengan meningkatkan kontak antar-manusia di kawasan guna membangun kepercayaan.
Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN Lim Sung-nam, dalam ”Advancing Peace on the Korean Peninsula: Recent Developments & Role of ASEAN”, di Jakarta, Rabu (21/8/2019), mengatakan, Korea Utara masih fokus untuk bernegosiasi langsung dengan Amerika Serikat. Peran ASEAN pun belum dapat ditelaah lebih lanjut.
Wakil Tetap RI untuk ASEAN Ade Padmo Sarwono menyampaikan, penyelesaian permasalahan di Semenanjung Korea perlu disikapi secara rasional. Keberadaan ASEAN dalam proses negosiasi tak serta-merta berkontribusi dalam negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung.
”Pihak-pihak utama yang terlibat saat ini masih cukup daripada terlalu banyak. Namun, ini tidak berarti ASEAN tidak peduli. ASEAN telah mencoba dengan menyediakan platform bagi mereka untuk bernegosiasi,” tutur Ade.
Negosiasi denuklirisasi Korea Utara antara AS telah berlangsung dua kali. Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dua kali di kawasan Asia Tenggara, yakni di Singapura pada 12 Juni 2018 dan Vietnam pada 27-28 Februari 2019.
Meski demikian, perundingan Korea Utara dan AS menghadapi banyak dinamika karena perbedaan pandangan dalam negosiasi. AS menginginkan penyelesaian secara komprehensif, sedangkan Korea Utara justru secara bertahap.
Dalam perundingan di Vietnam yang berakhir mandek, Amerika Serikat ingin agar Korea Utara segera melakukan denuklirisasi, sedangkan Korea Utara ingin agar sanksi ekonomi dikurangi.
”Oleh karena itu, ASEAN dapat berkontribusi dengan meningkatkan people-to-people contact. Strategi ini merupakan pendekatan halus untuk membangun kepercayaan dan keyakinan Korea Utara serta komunitas internasional,” kata Ade.
Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, upaya untuk meningkatkan kontak antar-manusia dengan Korea Utara terhambat sanksi ekonomi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
”Peluang interaksi melalui kerja sama ekonomi sangat kecil. Jadi, kontak antar-manusia saat ini hanya bisa dilakukan melalui kunjungan antara pejabat dari Korea Utara ke negara anggota ASEAN. Indonesia sudah melakukan hal ini,” kata Faizasyah.
Pada 2018, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyampaikan undangan Presiden Joko Widodo kepada Kim untuk menghadiri upacara pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta. Namun, Kim akhirnya tidak hadir dalam acara tersebut.
Platform lain
Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN Hoang Anh Tuan mengatakan, ASEAN juga dapat berinteraksi dengan Korea Utara dan Korea Selatan melalui ASEAN Regional Forum (ARF). ARF merupakan satu-satunya platform di mana ASEAN dan kedua Korea dapat berinteraksi secara resmi.
”Berdasarkan sejarah, Korea Utara memiliki hubungan khusus dengan sejumlah anggota ASEAN. Kami akan mendorong Korea Utara meningkatkan hubungan dengan ASEAN dan anggota ASEAN dalam pertemuan dan kegiatan ARF untuk meningkatkan kepercayaan dan level kenyamanan,” ujarnya.
Peneliti senior bidang politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar, berpendapat, negara-negara perlu mendorong interaksi dengan Korea Utara. Hal ini diperlukan agar Korea Utara memiliki perspektif yang lebih luas dan mendalam mengenai interaksi dengan dunia internasional.
Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menambahkan, dalam pertemuannya dengan pejabat Pemerintah Korea Utara, ia mendapati mereka belum memahami kepentingan ASEAN terhadap perdamaian di kawasan Asia. ”Mereka masih meremehkan posisi ASEAN dan heran mengapa ASEAN khawatir,” ujarnya.