Beberapa BUMN dan perusahaan swasta nasional meraih kesepakatan bisnis senilai Rp 11,67 triliun dari proyek-proyek infrastruktur di Afrika.
NUSA DUA, KOMPAS —Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika atau Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) 2019 menghasilkan kesepakatan bisnis senilai 822 juta dollar AS atau Rp 11,67 triliun. Hasil itu akan langsung ditindaklanjuti dengan diplomasi ekonomi lanjutan di sejumlah negara di Afrika. Perwakilan Pemerintah RI di Afrika akan memetakan potensi, tantangan, dan mekanisme-mekanisme kerja sama perdagangan antara para pihak.
Realisasi kesepakatan bisnis itu melebihi target yang ditetapkan, yakni Rp 7 triliun. Sesuai yang dipetakan sebelumnya, proyek-proyek infrastruktur melingkupi kesepakatan bisnis itu. PT Wijaya Karya Tbk meraih tiga kesepakatan, yakni pembangunan gedung di Senegal senilai 250 juta dollar AS, perumahan di Pantai Gading senilai 200 juta dollar AS, dan terminal bulk liquid di Tanzania senilai 190 juta dollar AS. Sektor lain yang mencapai kesepakatan antara lain farmasi dan perminyakan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyatakan telah menggelar rapat koordinasi dengan kepala-kepala perwakilan RI di Benua Afrika. Rapat itu diselenggarakan secara simultan dengan gelaran IAID di Nusa Dua, Bali, yang ditutup pada Rabu (21/8/2019). Kepada para kepala perwakilan itu diberikan waktu satu bulan untuk memetakan aneka potensi kerja sama hingga opsi-opsi mekanisme yang dapat dijajaki setelahnya, termasuk opsi untuk membiayai peluang kerja sama perdagangan di antara pihak-pihak.
”Artinya ,10 hari lagi, yakni bulan depan, kita sudah langsung menjalankan misi diplomasi ekonomi kita di Afrika. Kita ingin melangkah lebih jauh, menindaklanjuti, sekaligus memiliki program-program konkret,” kata Retno.
Direktur Afrika pada Kementerian Luar Negeri Daniel TS Simanjuntak mengatakan, misi diplomasi ekonomi RI di Afrika itu akan dilaksanakan oleh 16 kantor perwakilan RI di Afrika. Kantor-kantor itu antara lain Kedutaan Besar RI Abuja, Addis Ababa, Harare, Nairobi, Tripoli, dan Kairo.
Retno menyatakan, IAID 2019 memberi makna sekaligus keyakinan akan tekad Pemerintah RI dalam diplomasinya di Afrika. Diungkapkan bahwa kepercayaan negara-negara Afrika semakin menebal terhadap Indonesia. Hal itu pun memperkokoh fondasi kedekatan Indonesia dengan negara-negara Afrika, sebagaimana tecermin pada Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955.
Hal senada disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan pemetaan terarah, realistis jika fokus awal diplomasi ekonomi di Afrika dapat dilakukan di lima negara di Afrika. Menurut Luhut, negara-negara di Afrika menunggu inisiatif Pemerintah Indonesia. Hal itu, antara lain, terungkap dalam pertemuan-pertemuan bilateral di sela-sela IAID. Semua menteri dan pejabat tingkat menteri dari Afrika yang hadir meminta bertemu dengan wakil Pemerintah Indonesia.
”Mereka seperti ingin memastikan siapa pemimpin di antara negara-negara berkembang di luar negara-negara besar, seperti AS, China, Jepang, dan negara-negara Eropa. Indonesia layak mengambil peran itu,” kata Luhut.
Pendanaan
Diakui bahwa pendanaan menjadi masalah utama yang terungkap dalam penjajakan peluang kerja sama. Namun, hal itu coba dicari alternatifnya dengan tawaran nilai tambah dari sisi Indonesia, yakni pendekatan realistis, dengan ikut berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan sosial, antara lain kemiskinan dan gizi buruk, yang notabene juga dihadapi Indonesia.
Disebutkan, pembiayaan melalui Indonesia Eximbank mencapai maksimal Rp 3 triliun dan jika dijumlah dengan pembiayaan dari bank-bank lain secara nasional akan mencapai Rp 5 triliun. Indonesia Eximbank adalah lembaga keuangan khusus milik Pemerintah RI yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 untuk menjalankan pembiayaan ekspor nasional.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, di luar pembangunan sektor infrastruktur, terbuka peluang kerja sama perdagangan dengan negara-negara di Afrika. Kajian-kajian tentang peluang yang ada didorong pemerintah dengan aneka pertemuan bisnis. Selain dengan Djibouti dan Tanzania, Pemerintah Indonesia, misalnya, juga membuka peluang pemekaran kerja sama dengan Somalia. Somalia dinilai strategis sebagai pintu masuk ke Etiopia dan Kenya.
(BEN)