Kerja Sama Perdagangan Regional Diminta Tidak Korbankan UMKM
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah tengah merundingkan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP. Keberpihakan pada ekonomi nasional dalam perundingan RCEP menjadi sorotan.
Menurut Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti, RCEP kental dengan perjanjian perdagangan bebas atau FTA. "Hal ini dapat menekan ekonomi domestik, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," katanya di sela aksi massa Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi di depan Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Dalam demonstrasi itu, koalisi menyoroti, liberalisasi sektor jasa dan investasi dalam RCEP belum berpihak pada perekonomian dalam negeri. Rachmi berpendapat, salah satu indikator yang dikhawatirkan ialah defisit neraca jasa.
Bank Indonesia mendata, defisit neraca jasa pada triwulan-II 2019 mencapai 1,96 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan-II 2018 yang sebesar 1,83 miliar dollar AS.
Selain itu, koalisi juga menggarisbawahi ketentuan "standstill" dan "ratchet" dalam bab jasa dan bab investasi. Ketentuan "standstill" menyaratkan negara anggota RCEP konsisten dengan regulasi domestik saat ini serta tidak diperbolehkan mengubah kebijakan atau mengeluarkan aturan baru yang bertentangan dengan isi perjanjian.
Sementara itu, mekanisme "ratchet" berarti, setelah perjanjian berlaku efektif, liberalisasi yang dikomitmenkan oleh salah satu pihak akan diikat sebagai titik terendah pembatasan kebebasan negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, negara tersebut tidak dapat mengurangi tingkat liberalisasinya dari ketetapan komitmen.
Liberalisasi sektor jasa dan investasi dalam RCEP belum berpihak pada perekonomian dalam negeri
Pada awal Agustus ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menghadiri pertemuan intersesi ke-8 di Beijing, China, dalam rangka perundingan RCEP. Ada sejumlah isu sensitif yang dibahas, yakni, penerapan ketentuan Most Favored Nation (MFN), provisi tentang mekanisme sengketa antara Investor dan Pemerintah (Investor State Dispute Settlement/ISDS), dan beberapa provisi di bidang niaga elektronik (e-commerce).
Enggartiasto menyatakan, perundingan RCEP merupakan pakta regional terbesar dunia yang mencakup 47,4 persen populasi dunia, 32,2 persen ekonomi global, 29,1 persen perdagangan global, serta 32,5 persen arus investasi global. "RCEP akan menjadi peluang pertumbuhan ekonomi bagi seluruh anggota yang masih memiliki perbedaan perkembangan ekonomi," katanya melalui siaran pers.
Adapun peserta RCEP terdiri dari 10 Menteri Ekonomi ASEAN serta 6 menteri mitra perjanjian perdagangan bebas (FTA) ASEAN yakni, Australia, India, Jepang, Korea, China, dan Selandia Baru. Perundingan RCEP ditargetkan selesai pada November 2019.