PBB Bantah Klaim Malaysia Berhasil Entaskan Rakyat Miskin
Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah klaim Kuala Lumpur bahwa Malaysia hampir berhasil mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Pemerintah Malaysia dinilai telah menggunakan metode penghitungan data yang ketinggalan zaman. Padahal, data yang akurat penting untuk membuat kebijakan yang tepat.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah klaim Kuala Lumpur bahwa Malaysia hampir berhasil mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Pemerintah Malaysia dinilai telah menggunakan metode penghitungan data yang ketinggalan zaman. Padahal, data yang akurat penting untuk membuat kebijakan yang tepat.
Kuala Lumpur mengklaim telah sukses menurunkan angka kemiskinan secara drastis selama hampir 50 tahun terakhir. Angka kemiskinan diklaim turun menjadi 0,4 persen pada 2016 dari 49 persen pada 1970.
”Malaysia telah mencapai pertumbuhan yang mengesankan untuk mengurangi kemiskinan dalam 50 tahun terakhir. Akan tetapi, klaim resmi bahwa kemiskinan telah dihapuskan atau hanya ada di daerah perdesaan adalah tidak benar,” kata Philip Alston, Pelapor Khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia, dalam konferensi pers, Jumat (23/8/2019).
Batas garis kemiskinan Malaysia ditetapkan sebesar 234 dollar AS untuk satu rumah tangga per bulan. Dengan demikian, satu keluarga yang terdiri dari empat orang dapat bertahan kurang dari 2 dollar AS untuk satu orang per hari.
”Jumlah itu tidak masuk akal, kecuali dalam kondisi yang betul-betul buruk. Pemerintah Malaysia menggunakan metode penghitungan yang sudah ketinggalan zaman,” tuturnya.
Alston melanjutkan, pada kenyataannya, angka kemiskinan masih berada pada level yang sama selama beberapa dekade di tengah meningkatnya biaya hidup. Berdasarkan analisis yang dilakukan sejumlah kelompok independen, tingkat kemiskinan Malaysia sebesar 15 persen.
Oleh karena itu, Malaysia diimbau untuk mengkaji ulang metode penghitungan kemiskinan. ”Penghitungan tingkat kemiskinan yang rendah telah mengakibatkan kebijakan pemerintah kurang efektif dalam menyelesaikan masalah karena terlalu banyak program yang kurang dana dan tidak efektif,” kata Alston.
Hasil temuan tersebut diumumkan setelah PBB mengunjungi sejumlah komunitas selama 11 hari. Pemerintah Malaysia dinilai tidak terbuka dalam memberikan data resmi terkait kemiskinan.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dan Kementerian Keuangan Malaysia hingga saat ini belum memberikan tanggapan atas pernyataan Alston.
Kelompok rentan
Alston menyatakan, Pemerintah Malaysia juga harus menghitung data kelompok rentan lainnya, seperti keluarga tanpa kewarganegaraan, pekerja migran, dan pengungsi.
”Mereka seharusnya tidak menyangkal keberadaan orang miskin dan terpinggirkan. Sebaliknya, pemerintah harus meningkatkan upaya untuk memenuhi hak-hak mereka,” tuturnya.
Tingkat kemiskinan tertinggi Malaysia berada di kalangan masyarakat adat. Mereka merupakan 13 persen dari 32 juta penduduk Malaysia.
Mengutip Bernama, kantor berita Malaysia, pernyataan senada juga telah dikeluarkan Kongres Serikat Buruh Malaysia (MTUC). Penghitungan angka kemiskinan perlu mempertimbangkan keberadaan pekerja migran, upah minimum, pendapatan per jam, dan penilaian ulang Indeks Harga Konsumen (CPI).
”Angka ketenagakerjaan mentah Malaysia menjadi indikator yang menyesatkan karena tidak menyertakan faktor pengangguran terselubung dan penurunan tingkat upah. Penghitungan harus realistis dengan menyertakan pendapatan minimum untuk hidup layak,” ujar Sekretaris Jenderal MTUC J Solomon melalui pernyataan tertulis. (REUTERS/AP)