BOGOR, KOMPAS— Presiden Joko Widodo meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis. Presiden juga akan mengundang para tokoh masyarakat di Papua dan Papua Barat untuk membahas percepatan peningkatan kesejahteraan.
”Saya telah memerintahkan kepada Kapolri untuk menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis secara tegas. Ini tolong digarisbawahi,” kata Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kamis (22/8/2019), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden terkait aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat, sejak Senin lalu. Aksi itu dipicu dugaan ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Di sejumlah daerah yang sebelumnya terjadi unjuk rasa, seperti Sorong, telah normal lagi. Jalanan di Kota Sorong sudah dipenuhi kendaraan bermotor. Pertokoan dan pasar juga kembali dibuka. Suasana yang kembali normal juga terlihat di Jayapura dan Manokwari.
”Pantauan kami, memang masih ada unjuk rasa di sejumlah daerah, seperti di Nabire dan Yahukimo. Namun, unjuk rasa itu berjalan lancar dan damai,” kata Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Rudolf Albert Rodja.
Pelambatan akses internet di Papua dan Papua Barat akan diakhiri jika situasi telah kembali normal. ”Situasi saat ini sudah mulai normal. Kami harap benar-benar sudah aman sehingga pemblokiran internet akan kami cabut,” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu.
Guna mencegah meluasnya kabar bohong yang dapat membuat situasi di Papua dan Papua Barat memanas, Kemenkominfo melambatkan akses internet di sejumlah daerah di dua provinsi itu sejak Rabu lalu.
Terus mengikuti
Presiden menegaskan terus mengikuti perkembangan di Papua dan Papua Barat. Presiden bersyukur bahwa saat ini situasi sudah berangsur kembali normal. Permintaan maaf juga sudah disampaikan dan ini menunjukkan kebesaran hati untuk saling menghormati dan menghargai.
Kemarin siang Presiden memimpin rapat tertutup bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Kesehatan Nila Moeloek untuk membahas percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua.
Kemudian, pekan depan Presiden akan mengundang para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dari Papua dan Papua Barat untuk datang ke Istana Kepresidenan guna membicarakan percepatan kesejahteraan di kedua provinsi tersebut.
Saat wawancara dengan harian Kompas, Presiden menyatakan akan menggunakan pendekatan kesejahteraan ini untuk memenangkan hati warga Papua (Kompas, 21/8/2019).
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, kemarin, menemui sejumlah tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama di Papua dan Papua Barat. Dalam pertemuan itu, Wiranto yang mewakili pemerintah pusat mengajak semua pihak memulai proses pemulihan kondisi keamanan di Papua.
”Presiden menyampaikan salam hangat, salam persaudaraan, salam kedamaian. Dan (Presiden) mengharapkan segera insiden kemarin bisa dituntaskan agar kita kembali melakukan konsolidasi dalam arah pembangunan yang benar,” kata Wiranto di Sorong.
Gerry Gemenop, tokoh adat Papua yang hadir dalam pertemuan itu, mengapresiasi respons pemerintah pusat dalam menyikapi persoalan di Papua dan Papua Barat.
Kebersamaan
Sementara itu, sejumlah pemimpin daerah di luar Papua dan Papua Barat menyatakan akan menjamin keamanan mahasiswa dan warga Papua yang ada di daerahnya. Komunikasi juga akan diintensifkan untuk membangun saling pengertian dan kesepahaman.
Hal ini antara lain disampaikan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji seusai beraudiensi dengan perwakilan mahasiswa asal Papua yang ada di daerahnya. ”Saya dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah akan berupaya selalu memberikan ketenangan kepada semuanya yang ada di Kalbar. Mahasiswa Papua yang sedang belajar di Pontianak juga silakan kuliah sampai selesai,” kata Sutarmidji.
Sementara itu, Wali Kota Malang, Jawa Timur, Sutiaji akan mengumpulkan para Ketua RT/RTW dan pimpinan perguruan tinggi di daerahnya. ”Tanggal 26 Agustus ini kami kumpulkan mereka agar bisa saling jaga. Selama ini tidak ada gesekan. Yang kemarin terjadi (kericuhan saat unjuk rasa yang digelar Aliansi Muda Papua di Malang pada 15 Agustus) adalah kesalahpahaman. Konflik sosial tidak pernah terjadi,” katanya.
Sutiaji ingin membangun kesepahaman dan menyosialisasikan informasi yang sesungguhnya bahwa suasana di Malang tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
”Kami juga minta kepada perguruan tinggi untuk menghadirkan beberapa teman dari Papua dan daerah lain di luar kita, membangun kebinekaan, bahwa Malang rumah bersama,” katanya. Saat ini ada sekitar 1.100 mahasiswa dari Papua di Malang.