Tokoh Bangsa Dorong Penyelesaian melalui Dialog Konstruktif
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tokoh bangsa dan tokoh Papua yang tergabung dalam Gerakan Suluh Kebangsaan mendorong semua pihak, baik pemerintah maupun TNI dan Polri, agar mengedepankan dialog konstruktif dan persuasif dalam penyelesaian kasus Papua. Mereka juga mendorong agar aparat penegak hukum menindak tegas oknum pelaku rasisme yang memicu kerusahan.
Hal tersebut merupakan salah satu seruan dari Gerakan Suluh Kebangsaan yang diketuai Mahfud MD dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Selain Mahfud MD, dalam pernyatan sikap tersebut turut hadir istri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid; rohaniawan Katolik Franz Magnis Suseno dan Benny Susetyo; cendekiawan Muslim Quraish Shihab dan Alwi Shihab; Rektor UIN Syarief Hidayatullah, Komaruddin Hidayat; Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid; hingga tokoh Papua, Simon Morin.
Gerakan Suluh Kebangsaan yang berfokus pada pemeliharaan persatuan dan kesatuan bangsa menyerukan sejumlah hal terkait kasus Papua ini. Mereka menyerukan agar semua pihak dapat menahan diri dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan suasana kondusif di Papua.
“Semaksimal mungkin pemerintah mengambil tindakan damai yang cepat, terencana, dan tepat sesuai peraturan perundangan. Semua komponen bangsa juga diharapkan selalu menjunjung tinggi persamaan derajat sebagai sesama bangsa Indonesoa, mencegah tindakan diskriminatif, dan menghargai nilai lokal,” ujar Alissa Wahid.
Shinta Nuriyah mengatakan, warga Papua adalah saudara dan bagian dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, terjadinya insiden yang melukai perasaan warga Papua juga akan berdampak pada seluruh komponen bangsa.
“Saya menyesalkan segala tindakan yang melecehkan anak-anak Papua apapun alasannya. Karena bagi kami, tindakan pelecehan kemanusiaan terhadap warga Papua pada hakekatnya adalah pelecehean terhadap harkat dan martabat bangsa Indonesia sendiri,” ujarnya.
Perlakuan yang sama
Penegasan Papua sebagai bagian dari Indonesia ini, menurut Mahfud, sudah semestinya juga mereka mendapatkan perlakuan yang sama dari pemerintah. Hak-hak maupun pembangunan di Papua harus sama dengan daerah lain.
Mahfud juga memandang bahwa pemerintah sejak masa Presiden pertama Soekarno hingga Presiden Ke-7 RI Joko Widodo telah mempertahankan Papua sebagai bagian dari Indonesia dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, permasalahan sosiologis dan psikologis yang telah terjadi di Papua sejak dulu memang masih perlu dibenahi oleh pemerintah.
Simon Morin menegaskan, kasus ini terjadi akibat banyaknya masalah di Papua yang masih disembunyikan dan dibicarakan secara terbuka di publik. Masalah tersebut antara lain kesenjangan ekonomi, pelanggaran hak asasi manusia, hingga masalah keamanan yang semuanya itu masih perlu dievaluasi.
“Peristiwa ini akumulasi dari sikap warga Papua yang merasa kurang mendapat kebebasan dan kurang diberikan perlindungan. Jadi harus ada dialog yang membangun kepercayaan dengan warga Papua untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik,” katanya.