Konsumen apartemen Ciputat Resort yang menjadi korban penipuan dapat mengajukan gugatan perdata meski polisi sudah menahan tiga tersangka. Para tersangka dijerat dengan pasal pidana penipuan dan penggelapan.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumen apartemen Ciputat Resort yang menjadi korban penipuan dapat mengajukan gugatan perdata meski polisi sudah menahan tiga tersangka. Para tersangka dijerat dengan pasal pidana penipuan dan penggelapan.
Seperti diberitakan, 455 pembeli apartemen Ciputat Resort menjadi korban penipuan dengan kerugian mencapai Rp 30 miliar. Sebanyak 26 konsumen melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Para konsumen sudah melakukan pembayaran sejak 2016, tetapi hingga kini belum dilakukan serah terima unit apartemen, bahkan pembangunan apartemen belum dimulai. Polisi menahan tiga tersangka, yaitu petinggi perusahaan pengembang PT MMS.
Kepala Subdit Harta Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris M Gafur Siregar, Jumat (23/8/2019), mengungkapkan, konsumen dapat menggugat secara perdata pihak pengembang. Konsumen dapat mengajukan gugatan perdata karena polisi hanya melakukan penyidikan terhadap perbuatan tersangka, sedangkan hak-hak konsumen dapat diserahkan melalui gugatan perdata.
”Kalau konsumen mau gugat perdata, silakan saja. Walaupun tersangka ditahan masih bisa digugat perdata. Jika pengadilan meminta mereka bersaksi di pengadilan, pasti kami antar ke pengadilan,” kata Gafur.
Gafur menuturkan, hingga Jumat belum ada penambahan jumlah konsumen yang melapor. Penyidik berusaha membuka data komputer pengembang untuk mencari data pembeli apartemen. Tersangka belum mau membeberkan data pembeli apartemen.
”Kami akan jemput bola untuk korban-korban lainnya. Kami akan buka komputer mereka karena mereka pasti ada data siapa yang beli, siapa yang sudah bayar. Korbannya harus kami periksa supaya tuntas permasalahannya,” ujarnya.
Konsumen apartemen Ciputat Resort, Sinta (31, bukan nama sebenarnya), mengatakan, dirinya sudah mencicil uang muka Rp 72 juta sejak 2016, ditambah biaya pemesanan Rp 3 juta. Pengembang menjanjikan serah terima apartemen akhir 2019. Namun, sampai tahun 2018 apartemen belum juga dibangun.
Sinta tertarik membeli karena pengembang PT MMS memiliki tiga proyek apartemen. Selain itu, apartemen Ciputat Resort juga menawarkan harga murah berkisar Rp 250 juta dari harga rata-rata Rp 300 juta untuk apartemen tipe studio. Konsumen juga mendapat promo logam mulia. Iklannya menyebutkan tower 1 sudah terjual habis sehingga Sinta semakin tertarik membeli.
”Saya ingin uangnya dikembalikan. Tapi, kalau sudah dipidana begini apa bisa. Bulan April saya dapat surat dari PT MMS mengatakan pembangunan dimulai Agustus 2019. Tapi, minggu lalu ke sana lokasi sudah diberi garis polisi. Saya pesimistis uang saya bisa kembali,” ujarnya melalui aplikasi pesan.
Saya ingin uangnya dikembalikan. Tapi, kalau sudah dipidana begini apa bisa. Bulan April saya dapat surat dari PT MMS mengatakan pembangunan dimulai Agustus 2019. Tapi, minggu lalu ke sana lokasi sudah diberi garis polisi. Saya pesimistis uang saya bisa kembali.
Property lawyer Erwin Kallo, menanggapi kasus tersebut, mengatakan, konsumen apartemen dapat menempuh upaya hukum secara pidana ataupun perdata. Tekanan terhadap pengembang lebih besar dengan pidana karena dilakukan penahanan badan.
”Nanti dalam proses pidana bisa saja ada perdamaian, dia mengembalikan uangnya dan laporan dicabut. Sebagai pressure itu yang paling signifikan kalau dipidanakan,” katanya.
Erwin mengutarakan, jika memilih perdata harus dicek aset pengembang yang bisa disita atau sita jaminan. Percuma menggugat perdata tanpa sita jaminan. Tujuannya jika konsumen menang di pengadilan, pengembang bisa melelang asetnya untuk mengembalikan uang konsumen.
”Tidak apa-apa kalau konsumen sebagian ke pidana, sebagian ke perdata. Artinya, kalau dia diputus bersalah tidak berarti perdatanya hilang. Atau diputus perdata maka pidananya juga tidak hilang,” lanjutnya.
Erwin mengatakan, kasus ini harus menjadi perhatian masyarakat agar hati-hati. Caranya, pertama cek sertifikatnya di Badan Pertanahan Nasional (BPN) apakah tanahnya sudah dimiliki atau belum. Kedua, cek pengembang apakah terdaftar sebagai anggota Real Estate Indonesia (REI).
”Harga murah patut kita curigai. Bagaimana dia dapat untung kalau jual terlalu murah. Jangan tergiur iming-iming tetapi akhirnya tertipu,” kata Erwin.