Sri Mulyani: Tata Kelola Industri Belum Transparan
Tata kelola industri yang kurang baik dinilai menjadi penghambat potensi besar keuangan syariah di Indonesia. Pelaku industri diminta serius membenahi tata kelola yang lebih transparan untuk meraih kepercayaan masyarakat.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tata kelola industri yang kurang baik dinilai menjadi penghambat potensi besar keuangan syariah di Indonesia. Pelaku industri diminta serius membenahi tata kelola yang lebih transparan untuk meraih kepercayaan masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengidentifikasi berbagai permasalahan yang membuat potensi keuangan syariah tertahan meski sudah dikembangkan hampir 30 tahun. Salah satu masalah utamanya adalah tata kelola pelaku ekonomi yang belum transparan dan tepercaya.
”Kita harus mengakui, salah satu kelemahannya adalah tata kelola atau governance. Karena kita mikir-nya kalau syariah itu pasti tidak ada orang berbuat jahat atau menipu. Padahal, tidak cukup sampai di situ,” tutur Sri Mulyani dalam Muktamar IV Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).
Sri Mulyani terpilih menjadi Ketua Umum IAEI 2019-2023 dalam Muktamar IV IAEI pada Sabtu (24/8/2019), di Jakarta. Ia menggantikan Bambang PS Brodjonegoro yang telah menjabat dua periode.
Menurut Sri Mulyani, selama ini industri terpaku pada pemikiran dan nilai-nilai tersebut. Namun, mereka melupakan hal terpenting, yakni mewujudkan nilai-nilai itu ke dalam proses bisnis dan tata kelola perusahaan.
Tata kelola yang lebih baik akan membuat perusahaan lebih kredibel, akuntabel, dan tepercaya. Hal itu membuat lembaga keuangan syariah mampu bersaing dengan konvensional yang sudah lebih baik tata kelolanya.
”Kepercayaan dan kredibilitas perlu kita bangun untuk industri syariah. Karena tanpa itu, kita tidak mungkin menciptakan peningkatan skala dari skala ekonomi Islam Indonesia,” ucapnya.
Kepercayaan dan kredibilitas perlu kita bangun untuk industri syariah. Karena tanpa itu, kita tidak mungkin menciptakan peningkatan skala dari skala ekonomi Islam Indonesia.
Beberapa potensi yang terbengkalai adalah zakat dan wakaf. Potensi tidak tercapai karena institusinya tidak berkembang secara kuat. Masyarakat cenderung tidak percaya untuk menitipkan sedekahnya kepada penyalur.
Sri Mulyani yang terpilih menjadi Ketua Umum IAEI selama empat tahun ke depan meyakini, keuangan syariah nasional sedang berada dalam potensi terbaiknya. Hal itu didorong dengan pertumbuhan kelas menengah yang mayoritas merupakan Muslim.
”Posisi kita sama seperti saat Malaysia mengembangkan ekonomi syariah 30 tahun lalu. Ke depan, industri keuangan maupun sektor riil perlu duduk bersama pelaku. Banyak yang masih menjadi kelemahan dan perlu dibenahi,” lanjutnya.
Data Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan, pertumbuhan keuangan syariah melambat. Aset keuangan syariah baru sebesar Rp 1.335 triliun pada semester I-2019 atau 8,29 persen dari total keuangan nasional. Dari jumlah itu, pangsa pasar perbankan syariah masih berada di sekitar 5 persen.
Sementara itu, wakil presiden terpilih 2019-2024 sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan IAEI Ma’ruf Amin, Jumat, berkomitmen mempercepat pertumbuhan ekonomi syariah. Menurut dia, kebangkitan keuangan syariah di Indonesia akan sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah.
”Data menunjukkan, golongan berpendapatan menengah akan mendominasi perekonomian sampai 2040. Pada 2010 hanya 18,8 persen, 2020 mencapai 31 persen, 2030 mencapai 55,5 persen, dan 2040 mencapai 75,3 persen,” kata Amin.
Ia menjelaskan, sebagian besar dari kelas menengah itu merupakan umat Islam. ”Kelas menengah ini, kan, telah terpenuhi kebutuhan pokoknya. Mereka akan mencari kebutuhan lainnya untuk ekspresi dan pemenuhan spiritualitasnya,” lanjutnya.
Direktur Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Ventje Rahardjo mengatakan, pengelolaan wakaf perlu perbaikan agar lebih profesional dan transparan. Untuk itu, KNKS sedang dalam rencana membentuk manajemen aset wakaf nasional.
”Wakaf itu, kan, asetnya dikelola oleh lembaga-lembaga kecil. Karena itu, tingkat profesionalismenya kurang. Pemanfaatan untuk kepentingan umat itu kurang. Untuk itu, aset wakaf perlu dikelola secara terpusat. Makanya kita usulkan manajemen aset wakaf,” tutur Ventje.