Muatan Kapal Masih Jadi Masalah
Musibah KM Santika Nusantara terjadi karena kendaraan yang diangkut memuat bahan mudah terbakar. Otoritas pelabuhan siap membongkar kendaraan selama ada dasar hukumnya.
SURABAYA, KOMPAS— Terbakarnya Kapal Motor Santika Nusantara di perairan Masalembu, Jawa Timur, Kamis (22/8/2019), kembali mengangkat masalah pengawasan muatan kapal yang ternyata belum tuntas. Bukan hanya soal data manifes yang tak sama dengan jumlah penumpang kapal, melainkan juga terkait jenis barang bawaan yang berisiko memicu kefatalan.
Dalam manifes yang diterima otoritas kesyahbandaran Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, KM Santika Nusantara tujuan Balikpapan, Kalimantan Timur, itu tercatat mengangkut 111 penumpang plus anak buah kapal serta 84 kendaraan. Namun, data hingga Sabtu malam di Posko SAR Surabaya menyebutkan, kapal mengangkut 308 penumpang.
Hingga Sabtu pukul 11.00, sebanyak 303 penumpang dan anak buah kapal dievakuasi. Namun, informasi baru disusulkan bahwa lima penumpang lain ditemukan. ”Tiga orang meninggal (bukan empat seperti ditulis sebelumnya),” kata Kepala Kantor SAR Surabaya Prasetya Budiarto di Surabaya, Sabtu (24/8). Korban tewas adalah Bekti Tri Setyono (awak kapal) serta dua penumpang, yakni Asfani dan satunya belum diketahui.
Ketidakjelasan data manifes membuat tim pencari tidak tahu persis kondisi para penumpang, apakah masih ada yang hilang. Sebagai antisipasi, tim tetap melakukan pencarian.
Mengenai penyebab, sejauh ini diyakini kebakaran muncul dari dek kendaraan. Diduga kuat api muncul dari salah satu mobil pembawa bahan berbahaya dan mudah terbakar.
Dihubungi dari Surabaya, Taruna Siaga Bencana (Tagana) Masalembu yang ikut mengevakuasi penumpang, Syaiful Bahri, mengatakan, tidak semua bagian KM Santika Nusantara terbakar. Kondisi terparah berada di bagian dek kendaraan bermotor di buritan kapal. ”Banyak kendaraan terbakar,” ujarnya.
Penyelidikan rinci penyebab kebakaran masih akan dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Manajer PT Jembatan Nusantara yang mengoperasikan KM Santika Nusantara, Sutarto, mengatakan, berdasar keterangan nakhoda, api berasal dari salah satu kendaraan di bagian dek kendaraan. Anak buah kapal berusaha memadamkan api dengan alat pemadam api ringan (CO2), tetapi gagal. Penumpang lalu dievakuasi menggunakan sekoci.
Dugaan sementara, salah satu dari 84 kendaraan di kapal membawa bahan mudah terbakar. Barang tersebut kemudian memicu api yang melahap bagian dek kendaraan, termasuk sejumlah mobil dan kendaraan lain.
Pengecekan muatan
Dalam dua kejadian terakhir di Jatim, dek kendaraan menjadi sumber munculnya api. Selain KM Santika Nusantara, sebelumnya kebakaran juga melanda KMP Gerbang Samudra I rute Surabaya-Banjarmasin di perairan Karang Jamuang, Minggu (2/12/2018), sekitar lima jam perjalanan laut dari Pelabuhan Tanjung Perak.
Berkaca dari kasus itu, pemerintah diminta memperketat pengawasan muatan kendaraan pengguna jasa kapal penyeberangan guna mencegah lolosnya bahan berbahaya dan mudah terbakar.
Operator pelabuhan siap memeriksa muatan selama ada landasan hukum. ”Kalau diminta, Pelindo III siap. Saat ini belum bisa karena kami tidak punya pijakan hukumnya,” kata Vice President Corporate Communication PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Wilis Aji Wiriawan.
Selama ini, operator pelabuhan hanya memeriksa barang bawaan penumpang menggunakan pendeteksi metal. Barang muatan kendaraan hanya melalui proses pemeriksaan dokumen dan ketinggian saat masuk ke kapal.
”Seandainya harus ada pemeriksaan barang, kami akan mempersiapkan sarana pendukungnya agar keberangkatan kapal tidak mundur dari jadwal,” ujar Wilis.
Di sejumlah pelabuhan, muatan mobil atau truk yang hendak naik kapal memang tidak dibongkar. Di Pelabuhan Merak, Banten, misalnya, petugas tidak memeriksa muatan kendaraan. Begitu pula kendaraan yang hendak masuk kapal penyeberangan tujuan Pulau Jawa dari Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Selama ini, lanjut Sutarto, muatan dalam kendaraan tidak melalui pemeriksaan fisik dan sinar-X. Operator kapal akhirnya tidak bisa memastikan kapal bebas dari keberadaan bahan yang mudah terbakar dan meledak. ”Selama tidak ada pemeriksaan muatan kendaraan, kejadian ini bisa menimpa kapal apa pun. Ini seperti bom waktu,” ujarnya.
Ia menyatakan, KM Santika Nusantara dalam kondisi laik jalan. Kapal buatan Jepang tahun 1997 tersebut baru saja melakukan perawatan rutin tiga bulan lalu. ”Kami akan menarik kapal menuju Gresik dan siap mengikuti penyelidikan yang akan dilakukan KNKT,” kata Sutarto.
Evakuasi berlanjut
Informasi dari Kantor SAR Surabaya, para penumpang dan anak buah kapal KM Santika Nusantara, Sabtu kemarin, dievakuasi menggunakan KM Dharma Fery 7 (64 orang) dan KM Spill Citra (23 orang) menuju Surabaya. Adapun penumpang yang dievakuasi menggunakan KMP Putra Tunggal 8 (161 orang) dibawa ke Sumenep, Madura. Sisanya sebanyak 55 orang, tiga orang di antaranya tewas, dievakuasi nelayan ke Pulau Masalembu.
”Penumpang yang dievakuasi di Masalembu sudah menuju Surabaya menggunakan KN Cundamani,” kata Prasetya.
Sabtu sore, kata Syaiful dari Masalembu, SAR gabungan dari Banjarmasin, Tagana, dan nelayan masih melakukan pencarian. Sebab, diduga masih ada korban yang belum dievakuasi.
Sementara itu, lima penumpang lain ditemukan nelayan dari Rembang, Jawa Tengah. Semuanya selamat, berada dalam satu sekoci sekitar 30 kilometer arah barat daya Masalembu.
”Lima penumpang sudah dievakuasi ke Masalembu. Kami kesulitan mengirim informasi karena sinyal internet sangat sulit, hanya bisa pesan teks,” kata Syaiful.
Kapal tenggelam
Di tengah proses evakuasi di perairan Masalembu, sebuah kapal kayu pengangkut penumpang dilaporkan tenggelam di perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Dari 14 orang di kapal, termasuk awak kapal, lima orang di antaranya menyelamatkan diri ke pulau terdekat. Regu penolong masih mencari sembilan penumpang lain.
Badan SAR Nasional Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu, Sulteng, melalui Pos SAR Luwuk, Kabupaten Banggai, menerima informasi kecelakaan pada Sabtu (24/8) pagi. Atas laporan itu, pos SAR mengerahkan KN Bhisma yang berlabuh di Luwuk.
”Kami akan maksimalkan observasi dari KN Bhisma untuk menemukan korban yang masih hilang,” kata Basrano, Kepala Basarnas Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu.
Kelima korban selamat menggunakan pelampung berenang ke Pulau Sonit, Maluku Utara. Awalnya, mereka bersama-sama penumpang lain meninggalkan kapal, tetapi berpisah saat menyelamatkan diri.
Kapal kayu masih menjadi moda transportasi andalan di sejumlah wilayah di Sulteng, antara lain Kabupaten Banggai Kepulauan, Banggai Laut, Banggai, dan Morowali Utara.
Namun, seperti dikatakan pengajar mata kuliah Transportasi di Universitas Tadulako, Palu, Arief Setiawan, kapal kayu sering tak dilengkapi standar keamanan dasar, seperti kecukupan pelampung. Bahkan, sering kali penumpang harus berjejalan dengan sepeda motor yang diangkut. (SYA/VDL)