Bursa Saham Global Anjlok akibat Eskalasi Perang Dagang AS-China
Pasar saham global bergerak melemah cukup tajam pada awal perdagangan, Senin (26/8/2019). Para investor dan pelaku pasar kembali khawatir dengan perekonomian global akibat makin kerasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Obligasi pemerintah dan emas diburu investor yang mengalihkan asetnya di tengah tekanan atas pasar mata uang negara-negara berkembang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Pasar saham global bergerak melemah cukup tajam pada awal perdagangan, Senin (26/8/2019). Para investor dan pelaku pasar kembali khawatir dengan perekonomian global akibat makin kerasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Obligasi pemerintah dan emas diburu investor yang mengalihkan asetnya di tengah tekanan atas pasar mata uang negara-negara berkembang.
Imbal hasil surat utang patokan US Treasury 10 tahun turun ke level terendah sejak pertengahan 2016. Sementara emas mencapai harga tertinggi sejak April 2013. Yuan China sempat melemah ke level 7,19 per dollar AS, level terendahnya sejak pertengahan tahun 2008. Meski demikian, yuan relatif stabil di level 7,05 per dollar AS di tengah munculnya kekhawatiran Beijing akan membiarkan mata uangnya merosot guna menjaga ekspor tetap kompetitif.
Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang masih turun 2,0 persen, sedangkan indeks saham Australia melemah 1,5 persen. Indeks Nikkei Jepang kehilangan 2,3 persen, sedangkan saham-saham unggulan di pasar saham Shanghai turun 1,2 persen. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia melemah 1 persen. E-Mini futures untuk S&P 500 turun 0,8 persen, sedangkan EUROSTOXX 50 berjangka juga melemah 1,1 persen.
Indeks Wall Street jatuh pada Jumat pekan lalu setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan bea tambahan 5 persen terhadap barang-barang China senilai 550 miliar dollar AS. Langkah itu diambil setelah hanya beberapa jam China meluncurkan tarif pembalasan atas produk-produk AS senilai 75 miliar dollar AS. Data ekspor China terbaru juga menunjukkan adanya penurunan.
Pada pertemuan G-7 di Perancis selama akhir pekan, Trump menyebabkan beberapa kebingungan dengan menunjukkan kemungkinan penerapan tarif lanjutan. Gedung Putih mengatakan pada Minggu bahwa Trump berharap dirinya telah menaikkan tarif atas barang-barang China lebih tinggi, pekan lalu.
Diisyaratkan bahwa Trump sejauh ini tidak berencana untuk menindaklanjuti dengan permintaan supaya perusahaan-perusahaan AS menutup operasi mereka di China. Pasar pun menunggu konferensi pers Trump bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin ini.
”Ada perasaan gelisah bahwa negosiasi yang sangat rapuh itu berputar di luar kendali,” tulis tim analis ANZ dalam sebuah catatan terhadap klien mereka. ”Eskalasi menunjukkan ketidakpastian akan terus membebani perdagangan global, produksi industri dan investasi, tanpa tanda-tanda resolusi.”
Eskalasi menunjukkan ketidakpastian akan terus membebani perdagangan global, produksi industri dan investasi, tanpa tanda-tanda resolusi.
Perhatian juga tertuju pada langkah Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve) Jerome Powell untuk bertindak tepat guna menjaga ekonomi AS tetap sehat. Namun, ia menyatakan tidak berjanji untuk memotong tingkat suku bunga di AS secara cepat. Pasar jelas percaya, bagaimanapun, The Fed harus bertindak agresif dan diberi harga penuh untuk setidaknya pemotongan seperempat poin pada September dan lebih dari 110 basis poin pelonggaran pada akhir 2020.
”Trump tidak menunjukkan tanda-tanda memoderasi kebijakan perdagangannya yang destruktif,” kata analis JPMorgan, Adam Crisafulli. ”Bank-bank sentral tidak dapat sepenuhnya memperbaiki sisi buruk perang perdagangan global.”
Dari pasar surat utang terpantau imbal hasil US Treasury 10 tahun turun di 1,48 persen setelah menyentuh level tertinggi 1,66 persen pada hari Jumat. ”Kami terus bertahan pada target level 1,3 persen karena kombinasi pelemahan dalam ekonomi global dan ketidakpastian perang perdagangan yang dapat menorong ekonomi AS yang lebih lemah,” kata Priya Misra, kepala strategi tingkat global di TD Securities.
”Ini akan memaksa Fed melonggarkan kebijakan suku bunga di luar \'penyesuaian siklus tengah terhadap kebijakannya’,” lanjut Misra.
Di pasar komoditas, harga emas mendapat dorongan dari penurunan imbal hasil surat utang. Harga emas naik 1,1 persen ke level 1.544,23 per troy ons. Sementara harga minyak bergerak sebaliknya karena kekhawatiran sengketa tarif akan mengganggu permintaan dunia. Minyak mentah berjangka Brent turun 68 sen ke level 58,66 dollar AS per barel, sedangkan minyak mentah AS kehilangan 79 sen menjadi 53,38 dollar AS per barel. (REUTERS)