Jika ditilik sejarah, isu perpindahan ibu kota sudah berulangkali muncul sejak zaman Hindia Belanda. Begitu pula Pulau Kalimantan sebagai lokasi ibu kota yang baru, sudah pernah diwacanakan oleh Presiden pertama Soekarno.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
Teka-teki ibu kota baru terjawab. Presiden Joko Widodo mengumumkan ibu kota baru Indonesia berada di Kalimantan Timur, persisnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Jika ditilik sejarah, isu perpindahan ibu kota sudah berulangkali muncul sejak zaman Hindia Belanda.
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, saat dihubungi Kompas sesaat setelah Presiden Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota, Senin (26/8/2019), mengatakan isu pemindahan ibu kota sudah muncul di zaman Hindia Belanda.
Kala itu misalnya, sempat berembus kabar pemerintahan Hindia Belanda akan memindahkan ibu kota dari Batavia ke Bandung. "Zaman Belanda sekadar disebut gitu ya, ibu kota mau pindah ke Bandung. Namun ini sekadar wacana. Tidak ada tindaklanjutnya," tambahnya.
Setelah Indonesia merdeka, kegentingan yang memaksa membuat Indonesia beberapa kali mengalihkan pusat kekuasaan.
Pada tahun 1946 misalnya, kondisi Jakarta tidak aman pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia. Tentara dan polisi belum berfungsi sepenuhnya. Ibu kota lantas diputuskan dipindahkan ke Yogyakarta.
Kemudian pada Desember 1948 saat terjadi Agresi Militer Belanda II, dan Soekarno-Hatta sebagai pucuk pimpinan tertinggi, ditahan Belanda. Sebelum ditahan, Asvi melanjutkan, Soekarno sempat mengirim telegram ke Sumatera. Dia menugaskan Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat yang berpusat di Bukittinggi.
“Ini karena keadaan yang memaksa, tidak ada pilihan lain yang menyebabkan Indonesia memindahkan pusat kekuasaan,” katanya.
Isu pemindahan ibu kota kemudian berlanjut saat Presiden pertama Indonesia Soekarno meresmikan Palangka Raya sebagai Ibu Kota Kalimantan Tengah, Tahun 1957. Saat itu, Soekarno tertarik memindahkan ibu kota negara ke wilayah ini karena posisinya yang berada di tengah wilayah Indonesia dan minim bencana. Di sisi lain, Soekarno hendak mengurangi dominasi kekuasaan yang terlalu terpusat di Jawa dan Sumatera.
Namun, upaya ini tertunda karena Indonesia mendapat tawaran menjadi tuan rumah Asian Games menjelang 1960-an. “Soekarno waktu itu berpikir, tidak mungkin pesta olah raga itu diselenggarakan di ibu kota yang belum jadi,” katanya.
Oleh karena itu, dibangunlah Gelanggang Olah Raga Bung Karno, Hotel Indonesia, serta Tugu Selamat Datang, untuk menyambut tamu dan atlet Asian Games 1962 di Jakarta. Setahun sesudah itu, lanjut Asvi, Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (Ganefo).
“Dengan banyaknya agenda di Jakarta, tertutup sudah wacana Indonesia bakal memindahkan Ibu Kota. Soekarno pun meresmikan Jakarta sebagai Ibu Kota Jakarta tahun 1964,” katanya.
Di era pemerintahan Presiden kedua Indonesia Soeharto, isu pemindahan ibu kota juga terdengar di akhir pemerintahannya. Saat itu, berembus kabar ibu kota akan dipindahkan ke Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Namun kabar ini berhenti berembus setelah Indonesia diterpa krisis moneter tahun 1998.
Selanjutnya, wacana pemindahan ibu kota juga sempat muncul di era pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Kini setelah diputuskan lokasi ibu kota baru oleh Presiden Jokowi, jalan menuju pemindahan yang sesungguhnya masih panjang.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan, setelah diputuskan, pemerintah akan menyiapkan undang-undang sebagai dasar hukum ibu kota yang baru. Bersamaan dengan itu, akan dirumuskan rencana induk ibu kota, desain bangunan, hingga lahan yang disiapkan untuk ibu kota. Seluruh proses ini ditargetkan tuntas sebelum akhir 2020. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur bisa dimulai akhir 2020.