Tiba di Seoul, Megawati Akan Sampaikan Saran Terkait Reunifikasi Korea
Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri akan menyampaikan saran terkait proses perdamaian dan reunifikasi Korea. Megawati optimistis Korut dan Korsel bisa kembali bersatu.
Oleh
Antony Lee
·4 menit baca
SEOUL, KOMPAS - Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri tiba di Seoul, Korea Selatan, Senin (26/08/2019) malam. Megawati yang memiliki hubungan baik dengan Korea Selatan dan Korea Utara, akan menyampaikan saran terkait proses perdamaian dan reunifikasi Korea.
Megawati tiba di Bandara Internasional Gimpo, Korea Selatan, sekitar pukul 20.30 waktu setempat atau sekitar pukul 18.30 waktu Indonesia bagian barat. Megawati yang datang ke Korea Selatan dengan didampingi beberapa kerabat dekatnya itu disambut oleh Duta Besar RI untuk Korea Selatan Umar Hadi.
Pada 28-29 Agustus 2019, Megawati dijadwalkan menghadiri Demilitarized Zone (DMZ) International Forum on the Peace Economy yang diselenggarakan oleh The Korean Institute for International Economy Policy (KIEP) dan National Research Council for Economics, Humanities, and Social Sciences (NRC).
Konferensi ini berlangsung di tengah relasi antara Korea Utara dan Korea Selatan yang sedikit"menghangat". Surat kabar berbahasa Inggris, The Korean Herald edisi Senin (26/8) mengusung berita utama bertajuk "North Korea Boasts of Newly Developed Super-large Multiple Rocket Launcher". Artikel itu mengulas soal peluncuran roket oleh Korea Utara pada Sabtu pekan lalu. Disebutkan pula bahwa hal itu dilakukan Korea Utara untuk memberi tekanan kepada Korea Selatan, menyusul latihan militer gabungan Korsel bersama Amerika Serikat.
Dalam konferensi DMZ International Forum on Peace Economy, Megawati dijadwalkan menjadi salah satu pembicara utama. Megawati akan menjadi pembicara pertama setelah Perdana Menteri Korea Selatan Lee Nak-yeon menyampaikan sambutan di forum itu. Megawati akan berada satu forum antara lain dengan mantan Kanselir Jerman Gerhard Schroder, mantan PM Jepang Yukio Hatoyama, dan mantan Presiden Mongolia Punsalmaagiin Ochirbat.
Kiprah Megawati
Dalam catatan Kompas, bukan sekali ini saja Megawati aktif mendorong perdamaian dan reunifikasi Korea. Pada tahun 2002, saat menjabat sebagai Presiden RI, Megawati bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Il, ayah dari pemimpin Korea Utara saat ini, yakni Kim Jong Un. Megawati menyampaikan pesan dari Presiden Korsel Kim Dae-jung terkait keinginan untuk melanjutkan perundingan damai yang sempat terhenti. Tak hanya itu, pada tahun 2017, Megawati juga diminta Presiden Korsel Moon Jae-in untuk berperan dalam upaya menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea.
"Saya memang boleh dibilang jadi langganan ya, kalau di sini ada pertemuan ada konferensi (reunifikasi Korea) beberapa kali (diundang), karena memang di Korea Utara dan Korea Selatan, saya dikenal selain dari Indonesia tentu putrinya Bung Karno. Tapi yang paling mendasar adalah saya secara informal menjadi special envoy dari beberapa presiden (Korea)," kata Megawati di Bandara Gimpo.
Bung Karno mengenal baik pemimpin pertama Korea Utara Kim Il Sung yang merupakan kakek dari pemimpin Korut saat ini. Pada tahun 1965, saat Kim Il Sung berkunjung ke Indonesia, Bung Karno mengajak Kim Il Sung ke Kebun Raya Bogor. Saat itu Bung Karno mengadiahi Kim Il Sung bunga anggrek hasil persilangan dengan diberi nama Kimilsungia. Kimilsungia kemudian tersebar luas di Korut (Historia.id). Selain relasi baik antara Bung Karno dan Kim Il Sung, Megawati juga memiliki hubungan yang baik dengan Kim Jong Il.
Megawati optimistis bahwa perdamaian dan reunifikasi Korea bisa terwujud. Ini karena utamanya, menurut Megawati, ada keinginan dari kedua belah pihak untuk menyambung kembali hubungan Korut dan Korsel yang terpisah akibat "perang" Korea. Megawati juga sudah sempat menyampaikan saran kepada pemimpin Korut Kim Jong Il dan pemimpin Korsel Kim Dae-jung beberapa tahun silam. Menurut Megawati, hubungan kedua Korea saat itu sudah mendekat. Namun, menjadi renggang karena perkembangan politik di Semenanjung Korea.
Menurut Megawati, keinginan untuk kembali merekatkan persaudaraan saat ini seolah "gayung bersambut" di antara pemimpin Korut dan Korsel. Megawati mengingatkan agar pemimpin kedua negara perlu menjaga semangat dan tidak menyerah karena persoalan Korut dan Korsel bukan hanya persoalan politik, tetapi masalah "kekeluargaan" yang pecah karena politik.
"Sehingga tentunya saya sangat yakin mereka akan menjadi satu negara kembali. Mungkin nanti satu negara dua sistem karena kalau kita lihat kan Jerman (barat dan timur) akhirnya bisa bersatu, yang pada waktu itu (perang dingin) rasanya tidak mungkin. Saya kira itulah basic-nya saya diundang kembali," tutur Megawati.
Sementara itu, Chairman of the National Research Council for Economics, Humanities, and Social Sciences Seong Kyoung Ryung dalam sambutannya di laman daring konferensi DMZ itu menyampaikan bahwa sejak reunifikasi Jerman, DMZ yang menandai perbatasan Korut dan Korsel menjadi sebuah simbol bahwa Korea menjadi satu-satunya negara yang kini terpisah.
Dia berharap forum DMZ bisa memunculkan visi komunitas kerjasama untuk perdamaian dan kemakmuran yang berbasis pada orang-orang. Selain itu juga bias berkontribusi pada pembentukan visi kerjasama perdamaian Asia Timur. "Yang juga bisa berkontribusi pada visi negara damai yang inklusif untuk mendorong perdamaian global," kata Kyoung Ryung.