Ekstrak Teripang untuk Radang Sendi
Selain mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi, teripang juga berkhasiat untuk kesehatan. Kandungan glukosamin dan kondroitin dalam teripang baik bagi penderita nyeri dan radang sendi.
Teripang dikenal sebagai salah satu komoditas laut dengan berbagai khasiat kesehatan. Kandungan yang dimiliki biota laut ini bisa dimanfaatkan untuk meredakan nyeri dan radang sendi. Tim peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pun telah mengembangkan ekstrak teripang sebagai suplemen makanan.
Perairan Indonesia merupakan habitat terbaik bagi teripang. Dari sekitar 1.400 jenis spesies timun laut, 20 persen spesies di antaranya bisa ditemukan di Indonesia. Teripang merupakan jenis timun laut yang dikonsumsi dan diperdagangkan.
Di Indonesia, timun laut serta teripang tersebar dari barat hingga timur, di daerah pesisir terutama area padang lamun. Data produksi teripang tahun 2014 menunjukkan, produksi teripang dari laut di area Sumatera saja sebanyak 442 ton, Jawa 1.300 ton, Bali-Nusa Tenggara 521 ton, Kalimantan 599 ton, Sulawesi 937 ton, dan Maluku-Papua 1.629 ton (Kompas, 18/9/2016).
Berbagai manfaat bisa didapatkan dari jenis biota timun laut ini. Selain berperan dari sisi ekologi, kandungan di dalam tubuh teripang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kesehatan tubuh manusia.
Selain berperan dari sisi ekologi, kandungan di dalam tubuh teripang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kesehatan tubuh manusia.
Bahkan, masyarakat China menjuluki hewan ini sebagai haishen atau gingseng laut. Pemanfaatan teripang oleh masyarakat China diketahui sudah sejak sekitar 400 tahun lalu. Hal itu seperti yang tertulis pada buku catatan sejarah China “Miscellanies of Five Items” pada 1602. Biasanya teripang dikonsumsi dengan cara dikeringkan atau diasamkan.
Produk olahannya pun sudah dipasarkan secara luas dalam berbagai bentuk. Sayangnya, belum banyak produk yang dihasilkan dari dalam negeri. Inilah yang mendorong para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta terus mengembangkan pemanfaatan teripang.
Riset yang kini telah dihasilkan yakni suplemen makanan dalam bentuk kapsul dan jelly. Ada dua jenis teripang yang diteliti sebagai bahan suplemen tersebut, yakni Stichopus vastus (teripang gama) dan Holothuria scabra (teripang pasir). Keduanya memiliki fungsi antioksidan, antikanker, dan antibakteri khususnya terhadap bakteri Vibrio eltor dan Bacillus subtilis.
“Saat ini kami fokuskan ke teripang pasir dulu karena jenis ini sudah berhasil dikembangbiakan dalam bentuk budidaya sehingga tidak mengganggu populasi di alam. Teripang pasir juga punya banyak manfaat,” ujar Abdullah Rasyid, peneliti bidang bioteknologi laut P20 LIPI.
Menurutnya, teripang pasir punya banyak kandungan gizi seperti protein tinggi dengan rendah lemak, kolagen, vitamin, omega 3, glukosamin dan kondroitin dan mukopolisakarida. Omega 3 berguna untuk perkembangan otak, glukosamin dan kondroitin bisa mengatasi nyeri sendi, serta mukopolisakarida bisa membantu pembentukan tulang rawan pada tubuh.
Penelitian ini dilakukan sejak awal 2011. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi dan menyaring metabolit dari berbagai jenis teripang yang terpilih. Pada 2014, pengujian pertama kali dilakukan untuk pembuatan sediaan kapsul dari ekstrak teripang jenis Stichopus vastus. Pengujian yang dilakukan disesuaikan dengan persyaratan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Berdasarkan hasil pengujian, Abdullah bersama tim yang melakukan riset terpang di Laboratorium Produk Alam Laut P2O LIPI melakukan pengujian khusus untuk kandungan glukosamin sulfat dan kondroitin pada materi mentah dari teripang serta sediaan cair yang sudah dihasilkan.
“Kandungan glukosamin dan kondroitin baik untuk dikonsumsi bagi penderita nyeri dan radang sendi. Sudah banyak produk dari luar negeri yang memproduksi ekstrak teripang dalam bentuk cair atau jelly. Kami harap produk yang kami buat ini bisa menjadi substitusi dari produk impor tersebut,” katanya.
Kandungan glukosamin dan kondroitin pada teripang baik untuk dikonsumsi bagi penderita nyeri dan radang sendi.
Diekstraksi
Secara teknis, proses pembuatan teripang pasir menjadi suplemen makanan dilakukan melalui beberapa tahap. Teripang yang telah dibuang isi perutnya dikeringkan selama beberapa waktu. Setelah itu, teripang kering ini diekstraksi dengan etanol 70 persen dan diformulasikan dengan bahan yang aman untuk makanan.
Rasyid mengungkapkan, prospek untuk pengembangan dan produksi suplemen makanan dari teripang pasir ini terbilang baik. Hal ini terutama karena sudah ada sejumlah budidaya yang dilakukan di masyarakat. Dari hasil budidaya juga telah menghasilkan spesifikasi teripang yang dibutuhkan, yakni teripang dengan berat minimal 200 gram.
“Sudah ada industri yang tertarik untuk memproduksi produk ini. Namun, proses ini masih terkendala oleh jumlah raw material. Pemasok bahan baku belum siap menyediakan sesuai kebutuhan industri. Untuk itu, budidaya yang sekarang berjalan perlu dikembangkan lagi untuk mendukung hilirisasi penelitian ini. Ditargetkan, pada tahun 2020, produk teripang bisa diproduksi massal,” ucapnya.
Peneliti P20 LIPI, Iskandar Azmy Harahap menambahkan, selain suplemen dalam sediaan jelly, para peneliti juga telah menghasilkan produk inovatif lain berupa sediaan bubble drink. Untuk penelitian lanjutan adalah pemanfaatan teripang pasir dalam mengatasi masalah tengkes atau stunting di Indonesia.
“Olahan pangan dari teripang memiliki nutrisi yang tinggi. Dari jenis teripang pasir, kami juga telah menghasilkan riset berupa Biskota atau biskuit teripang Indonesia. Biskuit ini bisa menjadi alternatif pangan untuk membantu memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh anak,” katanya.
Berbagai penelitian terkait teripang terus dikembangkan. Budidaya teripang pun semakin ditingkatkan agar populasi teripang di alam tetap terjaga. Melalui penelitian dan pengembangan yang dilakukan, para peneliti berharap kekayaan alam ini bisa dimanfaatkan secara lebih luas serta meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.