Rencana pemindahan ibu kota negara dinilai akan mendorong pertumbuhan kawasan. Pengembang menilai investasi properti akan berkembang apabila ada kepastian hukum, kejelasan lahan, dan dukungan permodalan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI / MEDIANA/ M CLARA WRESTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur dinilai akan mendorong pertumbuhan kawasan. Pengembang menilai investasi properti akan berkembang apabila ada kepastian hukum, kejelasan lahan, dan dukungan permodalan.
Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata, di Jakarta, Senin (26/8/2019), berpendapat, pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Negara memerlukan kepastian hukum dan konsistensi kebijakan. ”Pengembang swasta akan masuk ke areal pengembangan kawasan (ibu kota) jika ada kepastian hukum dan kemudahan perizinan,” ujarnya.
Kebijakan pemindahan ibu kota perlu segera ditindaklanjuti dengan pengaturan lahan dan kontrol harga tanah.
Selain itu, kebijakan pemindahan ibu kota juga perlu segera ditindaklanjuti dengan pengaturan lahan dan kontrol harga tanah guna menghindari spekulasi lahan. Dengan demikian, pengembang bisa membeli lahan di kawasan yang sudah ditetapkan pemerintah dengan harga patokan yang jelas.
Harga lahan selama ini mendominasi komponen biaya properti. Kepastian lahan dan kontrol harga diperlukan agar pengembangan perumahan dan permukiman tidak terbebani dengan harga lahan sehingga harga rumah yang dijual terjangkau oleh konsumen, yakni aparatur sipil negara.
”Pemerintah perlu mengamankan lahan dari ulah spekulan tanah serta kejelasan sistem kepemilikan lahan sehingga pengembang masuk dengan tenang di lahan lahan yang sudah diamankan oleh pemerintah,” katanya.
Pemindahan ibu kota negara yang diikuti dengan pemindahan aparatur sipil negara merupakan pasar besar yang berpotensi untuk pengembangan perumahan dan fasilitas penunjang. Meski demikian, pengembangan kota baru membutuhkan waktu cukup panjang.
Ia mencontohkan pengembangan kota baru Alam Sutera yang membutuhkan waktu 20 tahun untuk bisa berkembang. Saat ini, jumlah penghuni kota tersebut berkisar 8.000 orang. ”Dengan pasar yang lebih besar seharusnya pengembangan kawasan permukiman bisa lebih cepat,” ujarnya.
Infrastruktur
Terkait pemindahan ibu kota negara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, infrastruktur transportasi di Kalimantan Timur cukup lengkap walau masih perlu peningkatan. Saat ini, provinsi itu setidaknya sudah memiliki dua bandara, pelabuhan, serta Jalan Tol Samarinda-Balikpapan yang tengah dalam proses pembangunan.
Menurut dia, saat ini yang perlu ditingkatkan adalah panjang landasan yang minimal 3.000 meter sehingga pesawat-pesawat besar bisa masuk. Selain itu, di dalam rencana induk Kementerian Perhubungan juga sudah ada rencana pembangunan jalan kereta api.
Rencana awal hanya pembangunan kereta logistik untuk mengangkut batubara. Namun, dengan menjadi ibu kota, akan dipikirkan juga soal kereta penumpang. Pembangunan kereta perkotaan sudah harus direncanakan untuk mengantisipasi pertumbuhan di ibu kota baru.
Sementara itu, operator telekomunikasi seluler menjadikan keputusan pemindahan itu sebagai peluang memperluas jangkauan pasar. Infrastruktur jaringan pita lebar di Kalimantan secara umum sudah siap dan tinggal dimonetisasi.
Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Denny Abidin menyatakan, saat ini Telkomsel memiliki lebih dari 17.800 unit pemancar dengan daya jangkau 90 persen populasi penduduk. Kota-kota besar di Kalimantan telah terlayani akses layanan seluler berteknologi 4G LTE.
Sejak 17 Agustus 2019, Telkomsel telah menerapkan teknologi akses pita lebar terbaru, yaitu 4,9 giga massive MIMO di empat unit pemancar di Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Tarakan (Kalimantan Utara).
Group Head Corporate Communications PT XL Axiata Tbk (XL) Tri Wahyuningsih mengatakan, XL sekarang telah memiliki infrastruktur jaringan tulang punggung kabel optik yang menghubungan Kalimantan dengan Sulawesi, Bali-Lombok, Jawa, dan Sumatera. Jaringan antarkabupaten dan kota di Kalimantan telah didukung oleh kabel optik.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi mengungkapkan, kewajiban pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi seluler di luar Jawa berbeda-beda. BRTI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang memilah kembali kabupaten/kota mana yang tergolong wilayah pelayanan universal dan tidak.
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Ian Yoseph, yang dihubungi secara terpisah, berpendapat, saat ini, operator telekomunikasi seluler sedang gencar membangun infrastruktur jaringan lebih merata ke seluruh Indonesia. Lalu lintas konsumsi layanan seluler pun terus meningkat.
”Komitmen pembangunan jaringan berdasarkan lisensi penyelenggaraan telekomunikasi akan menyesuaikan. Tidak akan terpusat di Jawa. Secara bisnis, operator akan menyeleraskan,” katanya. (LKT/ARN/MED/CAS/APO)