Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah akan terus berbenah dan membangun infrastruktur yang lebih baik meski tidak jadi terpilih menjadi ibu kota negara baru.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah akan terus berbenah dan membangun infrastruktur yang lebih baik meski tidak jadi terpilih menjadi ibu kota negara baru. Sebagai daerah penyangga, Kalteng mesti tetap berkontribusi terhadap pusat pembangunan baru di Kalimantan Timur.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, salah satu alasan wilayah tersebut tidak dipilih menjadi ibu kota negara adalah karena infrastruktur yang belum memadai. Ia pun menyampaikan bahwa pihaknya tetap akan berbenah meskipun tidak terpilih menjadi lokasi baru ibu kota.
”Kami tetap mendukung keputusan Presiden, bagaimanapun Kalteng dan wilayah lainnya akan menjadi provinsi penyangga ibu kota, jadi tetap harus berbenah,” kata Sugianto di Palangkaraya, Selasa (27/8/2019).
Kami tetap mendukung keputusan Presiden, bagaimanapun Kalteng dan wilayah lainnya akan menjadi provinsi penyangga ibu kota, jadi tetap harus berbenah
Sugianto mengungkapkan, ke depan, pihaknya akan meminta Presiden membangun pelabuhan utama beserta jalan menuju pelabuhan tersebut. Hal itu diyakini akan meningkatkan produksi dan menjadi pemasukan daerah.
”Kalteng siap berkontribusi, dan kami menyadari bahwa infrastruktur itu yang utama. Bagaimanapun caranya, mau dengan APBN atau dimasukkan dalam program strategis nasional,” katanya.
Sebelumnya, Kalteng menyiapkan dua kabupaten dan satu kota dengan luas mencapai lebih dari 300.000 hektar untuk menjadi ibu kota. Lokasi itu disebut segitiga emas di Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Katingan.
”Sebagai gubernur, saya minta masyarakat jangan kecewa karena akan membuat kita lemah. Kaltim, kan, saudara kita semua, jadi harus berbangga,” kata Sugianto.
Batalnya Kalteng menjadi ibu kota menuai berbagai respons dari masyarakat Kalteng, baik di media sosial maupun perbincangan di warung kopi. Joni Lisang (42), warga Jekan Raya, Palangkaraya, mengungkapkan, dirinya kecewa karena sudah membeli tanah di Gunung Mas dengan harapan bisa mengembangkan bisnis warung kopinya.
”Kecewa iya, tetapi yang penting, kan, masih di Kalimantan. Saya yakin dampak ekonominya pasti akan ke Kalteng juga,” ungkap Joni.
Dosen kajian politik pembangunan Universitas Palangka Raya (UPR), Paulus Alfons, mengungkapkan, pemerintah provinsi harus lebih serius menangani persoalan tata ruang dan konflik agraria yang terus terjadi. Infrastruktur bukan hanya persoalan satu-satunya di Kalteng.
”Pemprov perlu selesaikan tunggakan konflik agraria dan kerusakan lingkungan dulu, jangan karena batal jadi ibu kota, itu dilupakan,” kata Alfons.
Alfons menambahkan, persoalan tata ruang dan konflik agraria merupakan persoalan klasik yang hingga kini masih menggunakan kebijakan lama dan tak kunjung ada evaluasi. ”Benahi perizinannya, tata ruangnya, dan masalah lainnya,” ujarnya.