Konsumsi bahan bakar minyak pada semester I-2019 melonjak. Hal ini berdampak pada kenaikan laba bersih PT Pertamina (Persero).
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laba bersih PT Pertamina (Persero) naik Rp 5 triliun pada semester I-2019 dibandingkan dengan semester I-2018. Kenaikan ini ditopang lonjakan konsumsi bahan bakar minyak dan biaya operasional yang menurun.
Pertamina juga berhasil menghentikan impor solar dan avtur sejak Mei 2019.
Pada semester I-2019 ada kenaikan konsumsi BBM sebanyak 700.000 kiloliter dibandingkan dengan semester I-2018. Sementara harga minyak mentah dunia turun dari 66 dollar AS per barrel pada semester I-2018 menjadi 63 dollar AS per barrel pada semester I-2019. Penurunan harga minyak mentah itu menyebabkan beban pokok penjualan berkurang.
”Dengan dua faktor tersebut (konsumsi BBM dan harga minyak mentah), Pertamina membukukan laba bersih semester I-2019 sebesar Rp 9,4 triliun atau naik 112 persen dari semester I-2018 yang sebesar Rp 4,4 triliun,” ujar Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury, Senin (26/8/2019), di Jakarta.
Meski demikian, tambah Pahala, harga minyak mentah yang turun juga menyebabkan penerimaan perusahaan berkurang. Namun, kenaikan konsumsi BBM menopang penambahan laba bersih perusahaan. Selain itu, penerapan efisiensi operasi juga berkontribusi menekan biaya operasi.
Pertamina menambah piutang di pemerintah pada semester I-2019 sebesar 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,1 triliun. Jumlah piutang diperkirakan mengecil setelah ada jadwal pembayaran oleh pemerintah pada September mendatang. Namun, nilai piutang tak disebutkan.
”Kami juga menghitung selisih harga jual solar bersubsidi pada semester I-2019 sebanyak 375 juta dollar AS (setara Rp 5,3 triliun). Selisih harga timbul dari harga jual yang ditetapkan pemerintah dengan harga jual berdasar formula,” ujarnya.
Berdasarkan data Pertamina, volume penjualan BBM dan non-BBM pada semester I-2019 sebanyak 42,46 juta kiloliter. Angka itu naik dibandingkan dengan semester I-2018 yang sebanyak 41,7 juta kiloliter. Adapun produksi minyak mentah naik dari 385.000 barrel per hari pada semester I-2018 menjadi 413.000 barrel per hari pada semester I-2019.
Impor minyak mentah dan BBM, berupa solar dan avtur, dilakukan Pertamina pada semester I-2019 turun. ”Komposisi impor dan produksi minyak di dalam negeri saat ini 25 persen berbanding 75 persen. Tahun lalu, komposisinya 37 persen dari impor dan 63 persen dari produksi dalam negeri,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman.
Sejak Januari 2019, Pertamina membeli minyak mentah yang menjadi jatah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di Indonesia. Dengan skema bagi hasil, KKKS mendapat bagian dari produksi minyak dan gas bumi dari lapangan yang dioperasikan. Pembelian oleh Pertamina ini menekan impor hingga 40 persen.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengingatkan, ada potensi kuota solar bersubsidi tahun ini sebesar 14,5 juta kiloliter jebol (Kompas, 22/8/2019). Sampai dengan Juli 2019, realisasi penyaluran solar bersubsidi mencapai 9,04 juta kiloliter atau 62 persen dari kuota. BPH Migas dan Pertamina bersepakat untuk mengendalikan penyaluran solar bersubsidi agar tak melampaui kuota. (APO)