Banyak Aset Negara Bermasalah, Potensi Kerugian Besar
Aset negara bermasalah itu di antaranya berupa tanah dan gedung. Mayoritas bermasalah secara administrasi, seperti tidak memiliki sertifikat. Selain itu, ada sertifikat tanah dan gedung, tetapi wujud aslinya tidak ada.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan untuk menginventarisasi aset negara yang bermasalah. Hasil pemantauan sementara KPK, banyak aset negara bermasalah, mulai dari persoalan administrasi hingga kepemilikan yang berpindah tangan secara ilegal.
Persoalan aset negara yang bermasalah tersebar di pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Tanpa inventarisasi, hal itu berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Hal tersebut dibahas dalam rapat koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPK, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Dalam rapat, hadir Mendagri Tjahjo Kumolo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Selain itu, hadir pula Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Loeke Larasati Agoestina dan Direktur Pemanfaatan Tanah Kementerian ATR/BPN Iskandar Syah.
Laode menjelaskan, berdasarkan pemantauan KPK jumlah aset negara yang bermasalah sangat banyak. Akan tetapi, pihaknya tak bisa merincinya karena belum ada metode inventarisasi yang baku dan menyeluruh.
”Salah satu yang paling banyak ada di DKI Jakarta walaupun di daerah lain juga banyak aset yang harus ditertibkan,” katanya.
Aset bermasalah itu di antaranya berupa tanah dan gedung. Mayoritas bermasalah secara administrasi, seperti tidak memiliki sertifikat.
Selain itu, ada sertifikat tanah dan gedung, tetapi wujud aslinya tidak ada. Hal lain, banyaknya kendaraan bermotor yang tidak jelas kepemilikannya.
Saking banyaknya aset bermasalah itu, Laode melanjutkan, KPK kesulitan mendata seluruhnya. Hingga kini, pendataan baru dilakukan di sejumlah daerah, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua, dan DKI Jakarta. Itu pun belum tuntas.
Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi lintas sektor agar pendataan bisa menjangkau lingkup mulai dari pemerintah pusat hingga desa.
”Jika aset bermasalah tidak diselamatkan, potensi kerugian negara juga besar,” kata Laode.
Tjahjo mengatakan, inventarisasi aset negara penting untuk dilakukan. Dia mencontohkan Kemendagri yang baru menyadari bahwa sejumlah aset milik Kemendagri dikuasai pihak lain.
Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari rapat koordinasi, Tjahjo memintah seluruh pemerintah daerah menyertakan pos anggaran sertifikasi aset daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020.
Pada kesempatan yang sama, Loeke Larasati Agoestina mengatakan, Kejaksaan Agung berkomitmen mendukung kerja sama pendataan aset negara tersebut. Mereka bersedia memberikan bantuan, pendapat, dan pertimbangan hukum kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk mengurus aset bermasalah.