Pemerintah Targetkan 3.500 "Technopreneur" Selama 5 Tahun
Indonesia membutuhkan tambahan banyak inkubator bisnis untuk mencetak technopreneur. Saat ini, baru ada 120-130 inkubator bisnis.
KUTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan mencetak 3.500 technopreneur dari perusahaan pemula berbasis teknologi antara 2020-2024. Kehadiran banyak technopreneur muda itu diharapkan mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
"Melimpahnya kekayaan alam Indonesia membuat target mencetak 700 technopreneur per tahun itu jadi hal yang sangat mungkin," kata Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo saat membuka Forum Inkubator Bisnis Teknologi di Kuta, Bali, Senin (26/8/2019).
Untuk menghasilkan technopreneur sebanyak itu butuh inkubator yang berkualitas dan matang. Inkubator adalah lembaga intermediasi yang akan mendampingi calon perusahaan pemula hingga mereka siap berdiri sendiri.
Untuk menghasilkan technopreneur sebanyak itu butuh inkubator yang berkualitas dan matang.
Saat ini, baru ada 120-130 inkubator di seluruh Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Itu berarti, tiap inkubator bertanggung jawab mencetak 5-6 technopreneur tiap tahun. Itu target yang tinggi karena inkubator yang baik pun rata-rata hanya mencetak 2-3 perusahaan pemula yang sukses per tahun.
"Selain meningkatkan mutu inkubator, jumlah inkubator pun perlu ditambah," katanya.
Salah satu upaya memperbaiki mutu inkubator adalah dengan menyertifikasi inkubator. Dalam Forum Inkubator Bisnis kemarin, Kemristekdikti menyerahkan penghargaan kepada delapan inkubator bisnis teknologi berklasifikasi A yang diberikan pada satu lembaga yaitu Balai Inkubator Teknologi - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan tujuh universitas.
Inkubator bisnis teknologi berklasifikasi A yang dikelola perguruan tinggi itu diraih Direktorat Inovasi dan Inkubator Bisnis - Universitas Indonesia, Direktorat Kawasan Sains Teknologi dan Inkubator Bisnis - Institut Pertanian Bogor, dan Lembaga Pengembangan Kewirausahaan dan Inovasi - Institut Teknologi Bandung.
Penghargaan juga diberikan kepada Klinik Kewirausahaan dan Inkubator Bisnis - Universitas Diponegoro, Direktorat Pengembangan Usaha dan Inovasi - Universitas Gadjah, Mada dan Inkubator Industri - Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Satu-satunya universitas swasta yang mendapat penghargaan adalah Skystar Ventures - Universitas Multimedia Nusantara.
Satu-satunya universitas swasta yang mendapat penghargaan adalah Skystar Ventures - Universitas Multimedia Nusantara.
Jejaring
Pelaksana Tugas Direktur Kawasan Sains, Teknologi dan Lembaga Penunjang Lainnya, Kemristekdikti Kemal Prihatman mengatakan untuk meningkatkan mutu inkubator juga bisa dilakukan dengan meningkatkan jejaring inkubator dengan inkubator lain di dalam dan luar negeri, seperti dengan penyelenggaraan forum inkubator yang sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Kali ini, forum itu mendatangkan pengelola inkubator bisnis dari China dan Australia.
Kemristekdikti pada 2015-2019 telah mendampingi 64 inkubator dan lima inkubator di antaranya untuk pengembangan. "Inkubator yang baik membuat peluang menghasilkan technopreneur dan perusahaan pemula berbasis teknologi yang sukses pun makin besar," katanya.
Tantangan berat yang dihadapi dalam pengembangan inkubator bisnis saat ini adalah tidak banyaknya inkubator bisnis teknologi yang berkualitas bagus. Demikian pula tenaga ahli pengelola inkubator yang bersertifikat. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong masuknya angel investor untuk menanamkan modal ventura pada perusahaan pemula itu.
Selama ini, pembiayaan perusahaan pemula itu banyak dibantu pemerintah. Namun, cara itu tidak berkelanjutan. Dana perbankan juga sulit diharapkan karena perusahaan pemula umumnya belum termasuk kelompok yang layak mendapat pinjaman bank.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia Asril Fitri Syamas mengatakan keberhasilan mencetak perusahaan pemula berbasis teknologi bergantung pada konsep produk yang ingin dihilirisasi. Produk dengan daya tarik pasar yang tinggi berpeluang lebih besar sukses di pasaran.
Jiwa kewirausahaan sang calon technopreneur juga jadi faktor penting. Dalam beberapa kasus, sejumlah calon technopreneur yang dibina inkubator tidak memiliki konsistensi untuk menjalankan usahanya sehingga proses inkubasi atau produksi produk berhenti di tengah jalan.
"Pola pikir masyarakat tentang kewirausahaan perlu diubah pelan-pelan," katanya. Hingga kini, menjadi wirausahawan masih dipandang kurang memberi kepastian masa depan dan penghasilan yang baik dibanding menjadi pegawai meski kenyataannya penghasilan yang mereka peroleh jauh lebih besar daripada menjadi pegawai.
Mengembangkan jiwa kewirausahaan juga perlu diinisiasi perguruan tinggi. Kewirausahaan tidak cukup diajarkan dengan menjadi mata kuliah semata, tapi harus dipraktikkan. Terlebih, tren pengembangan perguruan tinggi global ke depan diperkirakan mengarah kepada bentuk technopreneur university.