Panen perdana lahan terestorasi di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau belum maksimal. Dari dua hektar lahan yang disiapkan baru menghasilkan sekitar tiga ton padi. Meskipun demikian, Badan Restorasi Gambut akan menambah luas lahan dalam program revitalisasi di wilayah persawahn itu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Panen perdana lahan restorasi di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, belum maksimal. Dari 2 hektar lahan yang disiapkan, baru menghasilkan sekitar 3 ton padi. Meskipun demikian, Badan Restorasi Gambut akan menambah luas lahan dalam program revitalisasi di wilayah persawahan itu.
Senin (26/8/2019), Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead beserta rombongan mengunjungi Desa Talio Hulu dan melakukan panen perdana di lokasi tersebut. Panen yang sudah dilakukan petani penerima bantuan program revitalisasi tersebut dilakukan sejak Minggu (25/8/2019).
Paimin (45), warga Desa Talio Hulu, mengungkapkan, sebelumnya lahan persawahan tersebut merupakan lahan tidur yang tidak bisa digarap. Lahan itu pun selalu terbakar setiap tahun. Namun, setelah kebakaran pada 2015, bersama BRG lahan itu mulai dikelola dan dijadikan lokasi persawahan.
”Kalau 2 hektar (menghasilkan) 3 ton itu belum seberapa, tetapi mungkin di panen berikutnya bisa lebih baik,” kata Paimin, Selasa (27/8/2019).
Paimin menjelaskan, sedikitnya ada 54 hektar lahan yang dikelola lebih dari 15 kelompok tani penerima bantuan revitalisasi dari BRG. Namun, belum semua lahan dikerjakan karena berbagai kendala.
”Bukan soal bibitnya, tanahnya memang sulit digarap. Asamnya tinggi sekali,” ungkap Paimin.
Kalau 2 hektar (menghasilkan) 3 ton itu belum seberapa, tetapi mungkin di panen berikutnya bisa lebih baik, kata Paimin.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalteng FF Munier mengungkapkan, butuh proses panjang untuk menentukan varietas yang cocok dengan kondisi tanah di desa tersebut. Meskipun demikian, pihaknya menggunakan varietas unggul nasional yang dinilai sudah cocok dengan kondisi apa pun.
”Ini memang bertahap, mungkin nanti di panen keempat bisa optimal hasilnya. Tetapi intinya kerja sama semua pihak kalau tidak, ya, tikus (hama) yang merajalela,” ungkap Munier.
Munier menjelaskan, dengan kondisi tanah gambut bekas terbakar, hasil 3 ton di percobaan pertama sudah luar biasa. ”Varietasnya sudah tidak masalah, hanya butuh dikelola terus saja jangan dibiarkan tidur,” katanya.
Areal persawahan
Senada dengan hal itu, Nazir Foead mengungkapkan, lokasi di desa tersebut baru dibuka menjadi areal persawahan pada tahun ini. Luas awal 54 hektar dan akan diperluas menjadi 100 hektar.
”Tanahnya belum optimal karena asam sulfat masih tinggi, harus ditanam dan diolah berkali-kali. Kalau setahun dua kali panen, butuh tiga tahun, tetapi kami mau coba dibuat 1,5 tahun,” kata Nazir.
Sampai saat ini data dari Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Provinsi Kalteng menunjukkan lahan terbakar di Kalteng sebesar 2.727,84 hektar dengan jumlah kejadian kebakaran 707 kali kejadian selama bulan Agustus saja. Namun, pada tahun 2019 ini, tercatat 4.004,64 hektar lahan terbakar di seluruh Kalteng.
Sebagian besar lahan yang terbakar adalah lahan tidur yang tidak dikelola pemilik lahan. Dalam konsep restorasi gambut, lanjut Nazir, tidak hanya membasahi lahan, tetapi juga mendorong petani untuk mengelola gambut.
Tanahnya belum optimal karena asam sulfat masih tinggi, harus ditanam, dan diolah berkali-kali. Kalau setahun dua kali panen, maka butuh tiga tahun, tetapi kami mau coba dibuat 1,5 tahun, kata Nazir.
”Tujuan besar revitalisasi itu, ya, begitu, tidak hanya soal gambut, tetapi petani juga harus didampingi dan diberi dorongan agar mau mengelola lahannya dan berdampak ekonomi pada mereka,” ungkap Nazir.