Harga garam petani di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terus merosot. Melimpahnya stok garam tahun lalu menyebabkan hasil panenan saat ini tidak terserap maksimal.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS— Harga garam petani di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terus merosot. Melimpahnya stok garam tahun lalu menyebabkan hasil panenan saat ini tidak terserap maksimal.
Pantauan Kompas, harga garam panendi Kecamatan Cilamaya Kulon, Tempuran, dan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, terus terjun bebas dibandingkan bulan lalu. Pada bulan Juni 2019 harga jual garam kisaran Rp 600-Rp 700 per kilogram.
Harga hasil panenan ini lebih murah dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada Juni 2018, harga garam di tingkat petani, Rp 1.500- Rp 2. 000 per kilogram. Penurunan harga mulai terjadi saat puncak musim produksi garam pada September 2018. Saat itu harga garam mulai turun antara Rp 800- Rp 1.000 per kg.
Ahmad Bakri (39), petani garam di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Selasa (27/8/2019), mengatakan, harga garam yang ditawarkan saat ini semakin merosot, berada di kisaran Rp 300- Rp 350 kg. Kondisi ini membuat dirinya terus berpikir, bagaimana menutup biaya operasional dan kebutuhan harian para pekerja tambak.
Harga garam sekarang bukan lagi disebut anjlok, ini mah harganya hancur. (Ahmad Bakri)
Di lahan pengolahan garam seluas lima hektar, Bakri menghabiskan biaya produksi sekitar Rp 300- Rp 400 per kg. Jika harga garam terus merosot mendekati ongkos produksi atau di bawahnya, otomatis dia tidak mendapatkan untung sama sekali. “Harga garam sekarang bukan lagi disebut anjlok, ini mah harganya hancur,” kata Bakri.
Ketua Koperasi Garam Segara Jaya Kabupaten Karawang Aep Suhardi menyampaikan, tidak banyak pengepul yang tertarik membeli garam. Salah satu alasannya, stok hasil panen garam tahun lalu di sejumlah pengepul dan koperasi masih melimpah.
Menurut Aep, mayoritas gudang garam rakyat di sejumlah desa di Karawang masih memiliki banyak stok garam produksi tahun lalu. Sebagian pembudidaya garam tidak memiliki gudang penyimpanan sehingga berharap garam panenannya lekas terjual demi mendapatkan uang.
Di sisi lain, jumlah produksi garam setiap hari terus menumpuk. “Tidak ada penyerapan, tapi jumlah panenan banyak,” ujarnya. Rata-rata produksi per hari di tiga kecamatan itu sekitar 150 ton.
Di gudang garam rakyat Desa Ciparagejaya, Kecamatan Tempuran, Karawang, misalnya, masih ada sekitar 100 ton garam sisa produksi tahun lalu. Tampak tumpukan karung-karung diletakkan di atas lahan tanah berukuran 15 meter x 12 meter. Dinding anyaman bambu gudang tampak bolong di berbagai sudut. .
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Dinas Perikanan Karawang Abuh Bukhori mengatakan, anjloknya harga garam di tingkat petani tidak hanya dirasakan di wilayah Karawang saja, tapi juga sepanjang pantai utara Jawa. Untuk mengantisipasi semakin turunnya harga, Abuh meminta agar petani garam menyimpan produksinya di gudang untuk sementara waktu hingga harga normal kembali atau jual tunda.
“Kendalanya adalah daya serap di tingkat lokal masih lemah. Kami mendorong adanya surat edaran bupati pada pelaku usaha agar mau menyerap produksi garam lokal,” ujar Abuh.
Di Karawang terdapat gudang garam nasional yang terletak di Desa Krasak, Kecamatan Cilamaya Wetan. Bangunan seluas 2.320 meter persegi dan berkapasitas 2.000 ton garam itu baru selesai dibangun pada Desember 2018 lalu. Menurut rencana, gudang ini akan dioperasikan pada September 2019.
Keberadaan gudang ini diharapkan dapat membuat harga garam stabil, khususnya saat panen raya. Selain itu, kualitas garam di gudang juga akan lebih baik dibandingkan di gudang garam rakyat.