TNI dan Polri menjamin keamanan di seluruh Papua pascagelombang unjuk rasa memprotes aksi kekerasan disertai ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - TNI dan Polri menjamin keamanan di seluruh Papua pascagelombang unjuk rasa memprotes aksi kekerasan disertai ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Pendekatan bersama tokoh masyarakat juga diperlukan untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat dan mencegah adanya informasi yang bersifat provokasi.
Demikian disampaikan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto seusai pertemuan dengan anggota TNI dan Polri di Markas Polda Papua, Jayapura, Selasa (27/8/2019).
Kami akan menempuh dua langkah untuk menjaga situasi di Papua tetap kondusif, yakni dialog bersama seluruh pihak dan upaya penegakan hukum.
Tito mengatakan, pihaknya mengunjungi dua daerah di Papua, yakni Jayapura dan Biak Numfor, untuk merespons insiden yang terjadi di Malang dan Surabaya. Ia menilai, situasi di wilayah Papua hingga kini relatif aman meskipun masih ada aksi unjuk rasa di beberapa daerah.
"Kami akan menempuh dua langkah untuk menjaga situasi di Papua tetap kondusif, yakni dialog bersama seluruh pihak dan upaya penegakan hukum terkait insiden di Malang dan Surabaya serta aksi anarkistis di Manokwari dan Timika," tutur Tito yang juga pernah menjabat Kepala Polda Papua tersebut.
Ia menuturkan, pihak kepolisian di Jawa Timur masih memeriksa tujuh warga terkait kasus kekerasan dan ujaran rasisme terhadap mahasiswa asal Papua. Kasus itu memicu gelombang unjuk rasa di berbagai daerah di Papua sejak 19 Agustus lalu.
Terkait pembatasan jaringan internet di Papua, Tito menyatakan, tidak mau berkomentar sebab pihaknya bersama TNI masih mengevaluasi situasi keamanan di Papua. "Saya, Panglima TNI, dan Gubernur Papua Lukas Enembe telah berkomitmen untuk menjaga keamanan di Papua. Kami juga menjamin keamanan mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di sejumlah daerah di Indonesia," katanya.
Sementara itu, Hadi mengatakan, pihaknya telah memeriksa dua anggota TNI terkait dugaan ujaran rasisme atas mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus lalu. "TNI tidak memberikan ruang bagi perilaku rasisme. Dari hasil investigasi kami, diduga banyak oknum anggota organisasi masyarakat yang terlibat," ungkapnya.
Dari pantauan Kompas pada Selasa ini, tak ada lagi unjuk rasa di wilayah Papua terkait kasus tersebut. Namun, pembatasan akses jaringan internet di Jayapura, Sentani, hingga Wamena masih berlanjut.
Pelaksana tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey berpendapat, pembatasan akses jaringan internet melanggar hak warga. "Hak warga untuk mendapatkan pelayanan publik terhambat. Kami berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan ini," tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana tugas Kepala Biro Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ) Provinsi Papua Deborah Solossa mengatakan, pihaknya tak dapat melaksanakan proses lelang 125 paket tender senilai Rp 700 miliar akibat pembatasan akses jaringan internet.
Total terdapat 375 paket tender infrastruktur senilai Rp 2 triliun untuk Pemerintah Provinsi Papua tahun ini. Sejumlah paket itu terkait proyek pembangunan venue untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. "Kami berharap kebijakan pembatasan jaringan internet lebih difokuskan pada aktivitas di media sosial, bukannya institusi pemerintahan," ujar Deborah.