Gus Dur Kembalikan Hakikat Kemaritiman Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa kejayaan bangsa kita di masa lalu berakar dari laut. Namun, disrupsi terjadi ketika kolonialisme masuk wilayah Indonesia.
Ketika kolonialisme masuk wilayah Indonesia, mulai saat itulah, relasi di antara masyarakat terputus, kita saling tumbuh sebagai komunitas-komunitas yang tidak lagi berinteraksi secara intensif seperti dulu.
“Warisan dari kolonialisme terus-menerus kita rasakan sampai sekarang. Masyarakat yang pada awalnya berinteraksi melalui laut akhirnya terasing satu sama lain,”ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam video pembukaan Seminar Tokoh Presiden Abdurrahman Wahid “Multikulturalisme dan Kemaritiman” di Gedung Serbaguna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip), Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/8/2019).
Seminar ini merupakan rangkaian dari Pameran Bersama Museums Go To Campus dengan tema “Merawat Kebhinnekaan, Memajukan Kebudayaan” yang diselenggarakan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti. Hadir sebagai pembicara Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan era Presiden Abdurrahman Wahid sekaligus Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Prof Rokhmin Dahuri, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan, Guru Besar Sejarah Undip Prof Singgih Tri Sulistiyono, dan Guru Besar Antropologi Undip Mudjahirin Thohir.
Pemikiran tentang kemaritiman sempat absen lama sejak tahun-tahun pertama pergerakan bangsa Indonesia. Diperlukan waktu cukup lama sesudah kemerdekaan untuk menumbuhkan kembali imajinasi tentang kemaritiman. Sangat ironis karena luas lautan Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi (75 persen), sementara luas daratannya hanya 1,9 juta kilometer persegi (25 persen).
Pemikiran tentang kemaritiman sempat absen lama sejak tahun-tahun pertama pergerakan bangsa Indonesia. Diperlukan waktu cukup lama sesudah kemerdekaan untuk menumbuhkan kembali imajinasi tentang kemaritiman.
Karena itulah, ketika Abdurrahman Wahid mulai menjabat sebagai Presiden ke-4 pada 1999, ia menyerukan tentang pentingnya reorientasi pembangunan ekonomi dari basis daratan kembali ke basis kelautan. Apalagi, Indonesia berada di kawasan lautan Hindia Pasifik yang sangat strategis dalam kancah perekonomian global.
“Meskipun hanya menjabat 1,5 tahun, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur melakukan banyak terobosan, antara lain menunjuk Laksamana TNI AL Widodo AS sebagai Panglima TNI di mana panglima sebelumnya dari Angkatan Darat. Beliau juga mendirikan Departemen Eksplorasi Laut pada 26 Oktober 1999 yang kemudian menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2005 hingga sekarang,”papar Rokhmin.
Komitmen Gus Dur dalam mengembangkan kemaritiman benar-benar total. Anggaran pembangunan kemaritiman yang awalnya hanya Rp 600 miliar akhirnya ditingkatkan menjadi Rp 17 triliun. Selain serius mengelola sumber daya laut, Gus Dur juga mendorong penguatan nelayan-nelayan Indonesia dan memperkuat ketahanan nasional di wilayah lautan Indonesia.
Komitmen Gus Dur dalam mengembangkan kemaritiman benar-benar total. Anggaran pembangunan kemaritiman yang awalnya hanya Rp 600 miliar akhirnya ditingkatkan menjadi Rp 17 triliun.
Pada masa itu, sejumlah peraturan yang mendukung kejayaan maritim Indonesia disusun, antara lain Keppres Nomor 52 Tahun 1999 terkati konvensi internasional tentang tanggungjawab perdata untuk kerusakan akibat pencemaran minyak, Keppres Nomor 55 Tahun 1999 tentang perjanjian kerjasama Indonesia dengan Jerman dalam bidang pelayaran, Keppres Nomor 161 Tahun 1999 tentang Dewan Maritim Indonesia, dan Keppres Nomor 178 Tahun 1999 tentang ratifikasi konvensi hukum laut PBB tahun 1982 di Indonesia.
Singgih menambahkan, masyarakat Indonesia harus berani mengubah paradigma karena sebetulnya Indonesia adalah negara laut atau kepulauan sesuai fakta geografi. “Kurang lebih 75 persen wilayah teritorial kita adalah laut, sedangkan pulau-pulau hanyalah titik-titik bagian dari kekayaan laut. Dulu kerajaan-kerajaan maritim menjadi besar dan jaya hanya dengan memanfaatkan produk-produk dari daratan. Sekarang ketika laut sudah bisa dibudidayakan dan menghasilkan komoditi luar biasa, kita semestinya bisa lebih hebat dengan kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit,”kata dia.
Anugerah keberagaman
Di balik semua kekayaan laut, Indonesia juga memiliki anugerah luar biasa, yaitu keberagaman. Menurut Mudjahirin, dari anugerah keberagaman tersebut, ada dua pilihan yang bisa diambil oleh bangsa Indonesia, pertama apakah bangsa Indonesia akan berkutat pada perbedaan keberagaman yang ada atau kedua memanfaatkannya secara positif dengan mengubah keberagaman menjadi kekuatan bersama.
“Multikulturalisme esensinya adalah mengubah kondisi-kondisi yang negatif menjadi energi yang positif dan konstruktif. Gus Dur sendiri mengajarkan, kita tidak satu paham, tetapi bisa saling memahami perbedaan. Beda itu indah,” ujarnya.
Gus Dur sendiri mengajarkan, kita tidak satu paham, tetapi bisa saling memahami perbedaan. Beda itu indah.
Belajar dari teladan Gus Dur, Mudjahirin mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengedepankan kembali tradisi berdialog dengan sasaran akhir memperkuat kerukunan atau kohesi sosial antar masyarakat, baik di dalam sesama pemeluk agama maupun dengan pemeluk agama/keyakinan lain.
Dalam kepimpinannya yang tak terlalu lama, Gus Dur sangat berjasa mengembalikan hakikat kemaritiman bangsa ini. Ia juga memberikan teladan luar biasa bagaimana pentingnya menjaga kekayaan bangsa Indonesia lainnya, yaitu keberagamaan.