Keluarga Berharap Para Tersangka Dihukum Seberat-beratnya
Kerabat korban pembunuhan keluarga di Desa Pasinggangan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, berharap para pelaku dihukum seberat-beratnya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Kerabat korban pembunuhan keluarga di Desa Pasinggangan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, berharap para pelaku dihukum seberat-beratnya. Mereka tak menyangka pelaku dan anak-anaknya tega membunuh para korban yang masih kerabat dekat karena masalah warisan.
Edi Pranoto (48), putra keempat Misem (76), ibu dan nenek empat korban pembunuhan di Banyumas, meminta polisi menghukum para tersangka, yakni Saminah (52) yang merupakan kakak kandungnya bersama tiga anak Saminah, Sania Roulita (37), Irfan Syahputra (32), dan Achmad Saputra (27), dengan hukuman maksimal. Korban pembunuhan yang terjadi lima tahun silam adalah putra pertama Misem, Supratno (51); Sugiono (46), putra ketiga Misem; Heri (41), putra kelima Misem; dan Vivin (22), anak Supratno.
”Meskipun mereka saudara dan keponakan saya, saya berharap para tersangka dihukum seberat-beratnya sesuai apa yang diperbuatnya, hukuman seumur hidup. Jika hukumannya ringan, saya khawatir terhadap keselamatan ibu dan keluarga saya,” kata Edi, Rabu (28/8/2019).
Edi yang sehari-hari tinggal di Kaliori, Banyumas, tidak menduga saudara-saudaranya dibunuh lantaran masalah warisan. Keluarga Saminah selama ini memang cenderung tertutup dan dirinya jarang berkomunikasi dengannya. ”Saya tidak menyangka pelakunya adalah kakak dan keponakan saya sendiri,” ujarnya.
Edi menyampaikan, sejak tiga saudaranya dan Vivin, keponakannya, hilang tanpa jejak pada Oktober 2014, dirinya sudah berusaha mencari ke sejumlah tempat di Banyumas dan Purwokerto. Namun, upaya tersebut tak pernah membuahkan hasil.
”Saya tanya ke tempat kerja Mas Ratno di SMP, tetapi tidak ada. Vivin yang kuliah di Purwokerto juga saya cari ke kos dan teman-temannya, tetapi tidak ada. Saya juga pernah melaporkan ke polsek,” kata Edi.
Seperti diberitakan sebelumnya (Kompas, 25/8/2019), warga Banyumas dikejutkan penemuan empat tengkorak beserta kerangka manusia yang dipendam di pekarangan belakang rumah Misem. Hal itu berawal saat salah satu tetangga Misem diminta membersihkan pekarangan. Ketika mencangkul sebuah gundukan, cangkulnya tersangkut kaus. Setelah digali, justru ditemukan tengkorak dan kepala manusia.
Pada Rabu siang, Polres Banyumas menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan yang dilakukan pada 9 Oktober 2014. Ratusan warga desa berjejalan ikut menonton di sekitar lokasi. Pada rekonstruksi tersebut diperagakan 18 adegan, mulai dari perencanaan pembunuhan, eksekusi, hingga penguburan di halaman belakang. Setiap kali tersangka keluar dari rumah, warga bersahutan meneriaki mereka.
Kepala Unit Reserse Kriminal III Kepolisian Resor Banyumas Ipda Rizky Adhiansyah mengatakan, keempat korban dibunuh secara berurutan. Pertama Sugiono, kemudian Supratno datang menggunakan sepeda motor dihabisi di ruang tengah, lalu datang Heri dan yang terakhir Vivin.
”Polanya sama, mereka menggunakan linggis dan tabung gas. Kemudian mereka tumpuk di kamar tengah. Itu dalam waktu sehari, mulai pukul 14.00 sampai menjelang maghrib. Penguburan dilakukan keesokan harinya,” papar Rizky.
Polanya sama, mereka menggunakan linggis dan tabung gas. Kemudian mereka tumpuk di kamar tengah. Itu dalam waktu sehari, mulai pukul 14.00 sampai dengan menjelang maghrib.
Setelah membunuh empat orang itu, para tersangka menggali lubang di tanah halaman belakang untuk menghilangkan barang bukti. ”Malam itu mereka menyiapkan lubang kuburan kemudian menghilangkan bercak darah yang ada di dalam rumah,” ujarnya.
Pada malam keesokan harinya dilakukan penguburan. Itulah mengapa bisa dalam posisi 1,5 meter kali 1,2 meter dengan kedalaman hanya 40 sentimeter karena posisi kurban ditekuk-tekuk. Semua korban sudah dalam keadaan mati lemas karena sudah lebih dari 12 jam,” ucapnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider 338 KUHP juncto 55 dan lebih subsider 362 KUHP. Ancamannya hukuman seumur hidup atau paling singkat 20 tahun.
Teguh Basuki (42), rekan kerja Supratno di SMP Negeri 4 Banyumas, menyampaikan, sejak menghilang pada 9 Oktober 2014, pihak sekolah berulang kali mengirimkan utusan untuk datang ke rumah dan mencari Supratno. ”Saya datang ke rumah ini sebanyak empat kali,” kata Teguh yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sekolah.
Teguh mengatakan, sehari-hari Supratno bekerja sebagai petugas perpustakaan dan dikenal sebagai orang yang baik serta ramah. ”Saat saya datang mencari Pak Ratno di rumah bersama teman guru, kami tidak boleh masuk ke rumah oleh Saminah. Alasannya tidak ada kursi. Dia juga hanya berbicara dari balik pintu yang dibuka sedikit,” katanya.
Teguh menyebutkan, ketika Saminah ditanya, di mana Supratno berada, yang bersangkutan mengatakan, Supratno pergi tanpa pamit. ”Supratno pergi jam empat pagi bersama anaknya membawa koper dan tas-tas. Tidak tahu ke mana,” kata Teguh menirukan kata-kata Saminah.