Pengiriman benih lobster atau benur ilegal melalui Provinsi Lampung masih terus berulang. Kali ini, aparat Kepolisian Resor Lampung Selatan menggagalkan upaya pengiriman 83.198 benur ke Singapura melalui Jambi.
Oleh
Vina Oktavia
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pengiriman ilegal benih lobster atau benur melalui Provinsi Lampung masih terus berulang. Kali ini, aparat Kepolisian Resor Lampung Selatan menggagalkan upaya pengiriman 83.198 benur ke Singapura melalui Jambi.
Satu orang tersangka, yakni FI (23), mahasiswa asal Kabupaten Lampung Tengah, ditangkap pada Selasa (27/8/2019). Dia tertangkap tangan membawa benur di tempat peristirahatan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar, tepatnya di Kilometer 87, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan.
Nilai kerugian negara dari penyelundupan benih lobster ini ditaksir Rp 12,8 miliar.
Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar M Syarhan mengatakan, FI diduga menjadi bagian jaringan penyelundupan benih lobster. Dia berperan sebagai kurir. Saat ditangkap, FI mengaku mendapat perintah dari pemilik barang untuk mengantarkan benur itu ke Tulang Bawang. Dari situ, benur akan diambil oleh kurir lain untuk dikirim ke Jambi, lalu dibawa ke Singapura.
Benih lobster itu dimasukkan ke dalam plastik bening, lalu diletakkan di dalam kotak styrofoam. Pelaku mengaku pernah mengirimkan benur dua kali. ”Nilai kerugian negara dari penyelundupan benih lobster ini ditaksir Rp 12,8 miliar,” ujar Syarhan, saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (28/8/2019) sore.
Ini merupakan kasus penyelundupan benih lobster kedua yang diungkap oleh Polres Lampung Selatan. Sebelumnya, polisi juga menyita 65.076 benih lobster di Pelabuhan Bakauheni pada 23 Juni 2019. Polisi menangkap empat tersangka dalam kasus tersebut.
Selama ini, modus dan jaringan penyelundupan lobster mirip jaringan narkoba. Kurir dan pemilik barang hanya berkomunikasi melalui telepon. Mereka tidak saling mengenal. Polisi pun harus lebih jeli untuk mengusut pemodalnya.
Pengiriman lobster ke luar negeri ilegal karena tidak sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016. Dalam aturan itu, hanya lobster seberat 200 gram atau lebih yang boleh dijual ke luar negeri. Penyelundupan itu melanggar Pasal 88 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Untuk memperketat pengawasan di Tol Bakauheni-Terbanggi Besar, petugas Polres Lampung Selatan melakukan operasi di jalan tol. Selain itu, petugas juga dikerahkan di pintu masuk dan pintu keluar Pelabuhan Bakauheni untuk mengantisipasi upaya pengiriman barang ilegal.
Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Provinsi Lampung Rusnanto mengatakan, pihaknya menugaskan tim pengawas dalam operasi rutin dan terpadu bersama kepolisian. Ke depan, operasi juga akan fokus pada pemeriksaan kendaraan yang akan melintas di jalan tol.
Selain menjadi daerah pelintasan penyelundupan benih lobster, Lampung juga diduga menjadi daerah pemasok benih lobster yang dikumpulkan nelayan. Di tingkat nelayan, benih dijual Rp 6.000-Rp 7.000 per ekor. Selanjutnya, benih lobster dibudidayakan dan dibesarkan di luar negeri dan diimpor kembali dengan harga jauh lebih mahal, yakni Rp 500.000-Rp 1 juta per kilogram.
Saat ini diperkirakan merupakan masa bertelur lobster sehingga penyelundupan kian marak. Dalam tiga bulan terakhir, setidaknya terjadi tiga kali upaya penyelundupan benih lobster yang digagalkan. Selain di wilayah Polres Lampung Selatan, sebanyak 114.000 benih lobster yang diduga hendak diselundupkan juga disita dari gudang penampungan di Kabupaten Pesisir Barat, pekan lalu.
Penyelundupan benih lobster ke luar negeri mengancam keberlanjutan populasi lobster di perairan Indonesia. Hal itu dapat memperburuk perekonomian nelayan dan usaha ekspor lobster asal Indonesia.