Kasus ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur melebar ke isu referendum. Sebagian kalangan mendesak Presiden Joko Widodo semakin serius menangani masalah ini.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Unjuk rasa menolak persekusi dan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur melebar ke isu referendum. Karena itu, pemerintah diminta membentuk tim khusus untuk menangani isu ini dengan cara persuasif.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas, saat ditemui di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (28/8/2019) malam, menjelaskan, masalah Papua harus dilihat secara jernih. Sedapat mungkin, pemerintah harus menghindari tindakan represif.
Presiden, lanjutnya, harus membentuk tim khusus untuk menangkal isu referendum dengan cara persuasif. Tim itu diisi tokoh adat setempat, pemuka masyarakat, dan pemuka agama.
”Pemerintah harus memprioritaskan masalah Papua dibanding agenda-agenda lain. Pendekatan represif sangat perlu dihindari,” katanya.
Satu anggota TNI Angkatan Darat gugur saat mengamankan unjuk rasa yang berakhir ricuh di Kabupaten Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019). Kericuhan terjadi sekitar pukul 15.00 WIT. Massa yang berjumlah sekitar 1.000 orang memaksa masuk ke Kantor Bupati Deiyai. Mereka menuntut referendum bagi Papua karena tak terima aksi kekerasan disertai rasisme atas mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letnan Kolonel Cpl Eko Daryanto menyatakan, insiden di Deiyai menunjukkan bahwa unjuk rasa tak murni lagi untuk memprotes masalah kekerasan dan ujaran rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang. Ada paksaan kepada Bupati Deiyai Ateng Edowai untuk menandatangani petisi referendum bagi Papua. Namun, Bupati menolak permintaan massa (Kompas, 28/8/2019).
Gelombang protes di Papua dan Papua Barat dipicu insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Catatan Kompas, pada 15 Agustus, sekitar 30 orang yang mengatasnamakan Aliansi Muda Papua (AMP) berencana berunjuk rasa di kawasan Balai Kota Malang untuk menyuarakan aspirasi terkait dengan perjanjian antara Amerika Serikat dan Indonesia. Dalam perjalanan, AMP terlibat keributan dengan warga sekitar yang ingin mencegah unjuk rasa itu.
Sehari kemudian, 16 Agustus, sekelompok orang dari ormas tertentu mendatangi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Pasalnya, ada kabar telah terjadi perusakan bendera Merah Putih di kawasan asrama tersebut. Saat itulah diduga terjadi ujaran kebencian rasisme terhadap mahasiswa Papua di asrama tersebut.