Syafii Maarif: Rekam Jejak Bermasalah, Jangan Dipilih
KPK harus tetap menjadi lembaga penegak hukum yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Untuk itu, dibutuhkan pemimpin yang berintegritas. Ini salah satunya bisa dilihat dari rekam jejaknya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dan DPR diminta ikut memantau proses pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka yang rekam jejaknya bermasalah tidak pantas untuk dipilih. Jika dipaksakan, masa depan pemberantasan korupsi menjadi taruhannya.
”Menurut saya, orang yang memiliki rekam jejak bermasalah jangan dipilih. Orang baik di republik ini masih ada meski jumlahnya tidak banyak. Jadi, presiden harus diberi fakta dan masukan yang benar,” ujar mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif dalam diskusi bertajuk ”Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK”, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Dalam diskusi tersebut, turut hadir sebagai pembicara Sinta Nuriyah Wahid, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan penasihat KPK Tsani Annafari.
Selain presiden, DPR juga hendaknya turut memantau proses seleksi. Syafii juga mengingatkan DPR agar melepaskan kepentingan pribadi dan kelompok dalam memilih pimpinan KPK. DPR diharapkan memilih pimpinan KPK dengan tujuan untuk memperbaiki bangsa.
Setelah proses seleksi oleh panitia seleksi (pansel) tuntas dan presiden memutuskan nama-nama calon pimpinan KPK yang dipilih, nama-nama itu harus diserahkan ke DPR untuk mendapat persetujuan DPR.
Pemilihan pimpinan KPK ini, menurut Sinta Nuriyah Wahid, adalah agenda yang sangat penting. Sebab, pimpinan KPK terpilih akan sangat menentukan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sayangnya, Sinta melihat proses pemilihan sarat persoalan, mulai dari persoalan panitia seleksi hingga para calon yang lolos. Berangkat dari hal itu, dia mengingatkan agar seleksi capim KPK profesional, obyektif, dan tidak condong kepada kepentingan salah satu pihak.
”Apabila pimpinan terpilih tidak sesuai dengan kebutuhan, ini tidak hanya membuat pemberantasan korupsi tersendat, tetapi juga akan menjadi penyelewengan kekuasaan. Dengan demikian, masyarakat tidak akan mempercayai lagi KPK sebagai lembaga utama pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Sinta berharap, Pansel Capim KPK lebih terbuka pada publik dalam proses seleksi dan Presiden Joko Widodo mau mendengar suara masyarakat untuk terus mengawasi kinerja capim ini.
Pimpinan berintegritas
Saut Situmorang mengingatkan, KPK merupakan lembaga negara yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun sesuai amanat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Oleh karena itu, KPK harus dipimpin oleh orang-orang yang berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik.
”Pansel sebelumnya dalam menyeleksi tidak ingin mengambil risiko sehingga langsung mencoret capim yang tidak memiliki rekam jejak yang baik. Saya tidak dalam posisi memengaruhi pansel, tetapi kewajiban kami itu memberikan masukan agar pansel benar-benar mengambil orang yang sesuai Pasal 3 UU KPK,” katanya.
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kawal Capim KPK mengingatkan adanya capim KPK yang tidak patuh melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di antara 20 capim KPK. Selain itu, ada capim KPK yang diduga melanggar kode etik saat bekerja di KPK, bahkan diduga mengintimidasi pegawai KPK.