Australia Bentuk Satgas untuk Tangkal Pengaruh Asing di Perguruan Tinggi
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
CANBERRA, KAMIS – Australia mengumumkan bahwa mereka telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menindak upaya campur tangan pemerintah asing, terutama China, pada perguruan tinggi di Australia. Keputusan itu diambil seiring dengan meningkatnya pengaruh China pada perguruan tinggi-perguruan tinggi di Australia.
Di negeri tersebut, mahasiswa dari China sejauh ini merupakan kelompok mahasiswa asing terbanyak yang mengambil kuliah. Keberadaan mahasiswa asing di Australia telah berkontribusi sekitar 23,64 miliar dollar AS setahun pada perekonomian Australia. Proporsi kontribusi mahasiswa asal China adalah sepertiga dari jumlah tersebut.
Selain itu, peristiwa bentrokan baru-baru ini antara pengunjuk rasa pro-Beijing dan para pendukung demokrasi Hong Kong di kampus-kampus di Australia juga menjadi pertimbangan pemerintah Australia. Peristiwa lainnya, pada tahun 2018 peretas membobol data Australian National University sehingga memungkinkan mengambil data nomor rekening serta nomor paspor staf dan mahasiswa dalam 19 tahun ke belakang.
Negeri Kanguru itu juga telah menyuarakan kekhawatirannya atas pengaruh lembaga Confucius Institute yang didanai Beijing pada kampus-kampus Australia.
Menteri Pendidikan Australia Dan Tehan mengatakan, satuan tugas yang telah dibentuk akan terdiri dari para staf perguruan tinggi dan pejabat dari badan pemerintah. "Pemerintah bertindak untuk memberikan kejelasan soal keamanan nasional, penelitian, kolaborasi, dan otonomi perguruan tinggi,” kata Tehan.
“Perguruan tinggi juga memahami risiko-risiko operasi mereka dan kepentingan nasional dari serangan siber, juga campur tangan asing, serta kami bekerja secara konstruktif menyelesaikan itu,” tambah Tehan.
Anggota satuan tugas yang dibentuk itu termasuk kelompok kerja keamanan siber yang akan melindungi jaringan perguruan tinggi dari percobaan masuk ilegal dan kerusakan dengan cara yang lebih baik.
Sementara China menyatakan, apa yang Australia sebut sebagai “infiltrasi” adalah “murni dibuat-buat dengan motif tersembunyi”. “Mempolitisasi kerja sama pendidikan dan merekayasa masalah tidak baik dan tidak memberikan manfaat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang dalam pertemuan harian.
“Kami berharap Australia bisa melihat kerja sama China-Australia pada berbagai bidang dalam sikap yang lebih obyektif.”
Pusat Keamanan Siber Australia, sebuah badan lintas lembaga, menyatakan bahwa perguruan tinggi di Australia menjadi target menarik bagi serangan siber karena penelitian multidisiplin mereka dan hak atas kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh para penelitinya. Kampus-kampus di Australia, melalui lembaga perwakilannya, menyatakan bahwa perguruan tinggi di Australia ingin bekerja secara kolaboratif dengan pemerintah untuk meningkatkan keamanannya.
“Universitas-Universitas di Australia telah bekerja dengan pemerintah selama puluhan tahun untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual dan menangkal upaya-upaya meretas sistem keamanan kami,” kata Ketua Perguruan Tinggi Australia, Deborah Terry.
Pusat Keamanan Siber Australia, sebuah badan lintas lembaga, menyatakan bahwa perguruan tinggi di Australia menjadi target menarik bagi serangan siber.
"Tetapi, di dunia yang lebih kompleks, kami akan bekerja sama dalam satuan tugas baru untuk memperkuat perlindungan yang saat ini ada sambil melindungi keterbukaan dan kolaborasi yang krusial pada keberhasilan sistem perguruan tinggi Australia yang berkelas dunia,” tambah Terry.
Tugas satuan tugas yang baru juga termasuk melindungi kebebasan akademik, hak kekayaan intelektual, dan melindungi universitas dari penipuan serta mencegah pengaruh asing. Satuan tugas ini juga akan memastikan bahwa kerja sama dengan lembaga asing berlangsung transparan serta tidak menghambat kepentingan Australia.
Pembentukan satuan tugas ini terjadi setahun setelah pemerintah Australia membuat marah China dengan melarang campur tangan asing secara rahasia dalam politik Australia. Donasi politik asing juga dilarang. Sejak Desember lalu, lembaga atau individu yang beroperasi di Australia atas nama pemerintah asing atau lembaga politik asing harus mendaftar melalui Skema Transparansi Pengaruh Asing.
Kasus Confusius Institute
Bulan lalu, Jaksa Agung Christian Porter mendesak semua perguruan tinggi untuk memastikan kemitraan internasionalnya, termasuk dengan Confucius Institute, mematuhi hukum Australia. Ia juga menegaskan bahwa lembaga asing mitra juga perlu mendaftarkan diri.
Saat itu, tidak satu pun Confucius Institute yang bermitra dengan 13 perguruan tinggi Australia mendaftar. Sebaliknya, US Study Center yang didanai Departemen Luar Negeri AS di Sydney University mendaftar.
Minggu lalu, negara bagian paling padat di Australia, New South Wales, mengakhiri program bahasa dan budaya China yang didanai Confusius China yang telah ditawarkan pada 13 sekolah negeri. Program itu diganti oleh program yang dibiayai oleh pemerintah.
Departemen Pendidikan Negara Bagian New South Wales menyatakan, setelah dikaji, tidak ditemukan bukti “adanya pengaruh politik yang dilakukan”. Akan tetapi, disimpulkan bahwa terdapat “beberapa faktor spesifik yang dapat membentuk persepsi bahwa Confucius Institute memfasilitasi atau dapat memfasilitasi pengaruh asing yang tidak pantas di departemen”.
Kementerian Luar Negeri China menuduh New South Wales telah mempolitisasi sebuah “program pertukaran yang normal”. (AP/AFP/REUTERS)