Badan Otorita Diusulkan
Ibu kota negara yang baru akan disiapkan, dibangun, dan dikelola oleh badan otorita yang bertanggung jawab kepada Presiden. Masukan publik tetap dibutuhkan dalam rencana ini.
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah berencana membentuk badan otorita yang bertugas mempersiapkan, membangun, hingga mengoperasikan ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur. Berbagai hal terkait badan otorita ini akan dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang ibu kota negara yang baru.
Pemerintah akan menyerahkan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota negara kepada DPR pada akhir tahun ini. Dengan demikian, ditargetkan, payung hukum untuk pemindahan ibu kota dari Jakarta tersebut dapat selesai dibahas pada 2020.
DPR menargetkan, pembahasan regulasi terkait pemindahan ibu kota akan dilakukan setelah DPR periode 2019-2024 dilantik pada Oktober 2019.
Sebelum membahas sejumlah RUU terkait pemindahan ibu kota, DPR akan mengkaji dahulu berbagai aspek terkait pemindahan ibu kota. Guna mendukung hal itu, DPR telah membentuk tim kajian teknis pemindahan ibu kota yang berada di bawah Badan Keahlian Dewan.
Di saat pembahasan regulasi terkait pemindahan ibu kota negara masih dipersiapkan, tanah di perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, sudah diincar oleh sejumlah orang dan harganya mulai melonjak naik. Harga tanah di daerah itu, yang sebelumnya Rp 35 juta per hektar, kini menjadi Rp 100 juta per hektar, bahkan lebih.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran terjadinya perampasan hak orang lain atau pembuatan data lahan palsu di daerah itu. Namun, sampai saat ini belum ada arahan yang cukup jelas dari pemerintah daerah setempat untuk mengatasi kemungkinan buruk itu.
Kajian Bappenas
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro dalam kunjungan ke kantor harian Kompas di Jakarta, Rabu (28/8/2019), mengatakan, dalam RUU ibu kota negara yang baru akan disebut tentang badan otorita yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Badan otorita ini tak hanya bertanggung jawab dalam persiapan pembangunan hingga pengelolaan ibu kota negara yang baru. Mengacu kajian Bappenas, badan itu juga berwenang mengelola dana investasi pembangunan ibu kota baru dan melakukan kerja sama dengan badan usaha milik negara dan swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Badan otorita juga berwenang mengelola aset investasi di kawasan ibu kota negara baru dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah dan pihak ketiga.
”Untuk setiap KPBU, penanggung jawab proyek kerja sama dari pemerintah cukup satu saja, yaitu badan otorita,” jelas Bambang.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, persiapan pemindahan ibu kota butuh kajian yang matang. ”Ini bukan persoalan sederhana memindahkan rumah atau satu-dua properti, melainkan memindahkan seluruh memori kolektif bangsa ini,” ujarnya.
Saat ini, kajian teknis dari pemerintah yang diteruskan ke DPR baru dalam bentuk poin-poin singkat dan tidak terperinci. ”Kami belum lihat bagaimana peta jalan dari pemerintah karena yang kami terima baru dalam bentuk Power Point sederhana,” tutur Fadli.
Terkait hal itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengemukakan, masukan dari publik harus didengar agar pemindahan ibu kota negara berhasil dengan baik. ”Saya ingin agar cita-cita yang luar biasa ini berhasil, karena ada ibu kota baru Brasil, Brasilia, setelah 50 tahun dicap sebagai ibu kota yang tidak berhasil oleh Harvard University. Saya mengingatkan saja agar kita merencanakan jauh lebih matang dan lebih baik. Masukan dari masyarakat juga harus diterima,” tuturnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan, ada sejumlah hal yang masih perlu dijelaskan dengan lebih detail kepada publik terkait rencana pemindahan ibu kota negara. Hal itu misalnya terkait bagaimana mencegah terjadinya korupsi dalam pembiayaan pembangunan ibu kota yang baru, yang diperkirakan menelan dana Rp 466 triliun. ”Menurut beberapa data, korupsi bisa mencapai 30 persen. Itu bisa menjadi bancakan DPR, pemerintah, dan pengusaha,” katanya.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi khawatir jika sebagian besar pembiayaan pembangunan ibu kota negara dari pihak luar. ”Ini urusan ibu kota negara, justru harus dari APBN yang membiayai,” ujarnya.
Arahan
Camat Sepaku, Penajam Paser Utara, Risman Abdul mengimbau kepada pemerintah desa agar tidak memproses jual-beli tanah sampai ada arahan khusus dari gubernur atau bupati. ”Sebab, kepala desa sudah banyak ditanya terkait ketersediaan lahan dan harga lahan,” kata Risman.
Tanah di Sepaku banyak dicari karena daerah itu diyakini sebagai bakal menjadi pusat ibu kota negara yang baru.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Provinsi Kaltim Suroto mengatakan, pihaknya belum mengadakan pertemuan untuk mengamankan lahan dan menghindari adanya spekulan tanah di lokasi yang akan dibangun menjadi ibu kota negara baru. ”Nanti hal itu akan kami koordinasikan dengan BPN dan perangkat daerah terkait,” katanya.
Menurut Suroto, dirinya baru akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait produk hukum apa yang perlu disiapkan pemerintah daerah.
(LAS/REK/NTA/AGE/DVD/ISW/BRO/CIP)