Ribuan buruh dari beberapa perusahaan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berunjuk rasa di Alun-alun Sidoarjo, Kamis (29/8/2018). Mereka menolak rencana kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan yang diwacanakan pemerintah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ribuan buruh dari beberapa perusahaan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berunjuk rasa di Alun-alun Sidoarjo, Kamis (29/8/2018). Mereka menolak rencana kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan yang diwacanakan pemerintah.
Penanggung jawab aksi buruh Choirul Anam mengatakan, pemerintah mewacanakan kenaikan iuran yang harus dibayarkan oleh peserta mandiri program JKN. Nilai kenaikan iurannya diperkirakan mencapai dua kali lipatnya. Hal itu memberatkan masyarakat.
”Rencana kenaikan itu memang untuk peserta mandiri, bukan karyawan. Namun, karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja pada akhirnya akan menjadi peserta mandiri,” ujar Choirul.
Pemerintah beralasan kenaikan tarif iuran JKN untuk menutup defisit keuangan yang saat ini dialami BPJS Kesehatan. Namun, menurut Choirul, banyak jalan mengatasi masalah defisit tanpa harus menaikkan iuran karena membebani masyarakat.
Rencana kenaikan itu memang untuk peserta mandiri, bukan karyawan. Namun, karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja pada akhirnya akan menjadi peserta mandiri.
Dia mencontohkan masih banyak pengusaha yang tidak mengikutsertakan karyawannya dalam program JKN terutama karyawan alih daya. Di Sidoarjo, menurut Choirul, ada 200.000 karyawan yang bekerja dengan sistem kontrak, belum diikutsertakan dalam program jaminan kesehatan.
Selain menolak kenaikan iuran JKN, para buruh dari berbagai organisasi ini juga menolak wacana revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Alasannya, ada banyak hal yang akan direvisi merugikan buruh. Contohnya, menghilangkan pesangon dan menghilangkan hak cuti haid bagi buruh perempuan.
Ketentuan lain yang diwacanakan direvisi adalah pelarangan unjuk rasa dan masa kerja tenaga kontrak yang sebelumnya ditetapkan maksimal tiga tahun akan diperpanjang menjadi lima tahun. Hal itu merugikan buruh karena mereka sulit diangkat sebagai karyawan tetap.
Janji rekomendasi
Ribuan buruh di Sidoarjo dalam aksinya juga menuntut pencabutan Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2018 tentang Upah Pedesaan. Dalam peraturan itu upah pekerja di wilayah tertentu ditetapkan jauh lebih rendah dari upah minimum Kabupaten Sidoarjo.
Pekerja meminta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo segera membahas tentang penetapan UMK dan UMSK (sektoral) 2020. Pembahasan itu penting agar UMK baru bisa segera diimplementasikan mulai awal tahun.
Dalam unjuk rasa itu puluhan wakil buruh mendapat kesempatan berdialog dengan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Wakil Bupati Nur Achmad, serta Ketua DPRD Sidoarjo Usman. Pemda dan anggota legislatif menerima aspirasi buruh dan berjanji memfasilitasi aspirasi tersebut agar bisa disampaikan kepada pemerintah pusat.
”Pemkab Sidoarjo akan membuat surat rekomendasi kepada pemerintah pusat. DPRD Sidoarjo juga akan membuat surat rekomendasi kepada DPR terkait dengan rencana kenaikan iuran JKN dan revisi UU Nomor 13 Tahun 2013,” kata Saiful Ilah.