Draf peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang perluasan ganjil genap telah disusun. Dalam draf tersebut, taksi dalam jaringan (daring) tetap akan dikenai ganjil genap dan ada sedikit perubahan segmen jalan di kawasan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Draf peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang perluasan ganjil genap telah disusun. Dalam draf tersebut, taksi dalam jaringan (daring) tetap akan dikenai ganjil genap dan ada sedikit perubahan segmen jalan di kawasan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Draf pergub tentang perluasan ganjil genap merupakan revisi dari Pergub Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap. Draf tersebut diujipublikkan pada Kamis (29/8/2019) di Gedung Dinas Teknis DKI Jakarta, Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Hadir dalam uji publik tersebut, antara lain, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Kasubdit Standardisasi Cegah dan Tindak Direktorat Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri Kombes Kingkin Winisuda, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.
Selain mereka, uji publik juga dihadiri sejumlah perwakilan dari komunitas taksi daring dan koalisi pejalan kaki.
Setidaknya, ada tiga pasal yang diubah dari Pergub Nomor 155 Tahun 2018. Tiga pasal itu meliputi Pasal 1 terkait kawasan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap, Pasal 3 terkait pemberlakuan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap, dan Pasal 4 terkait pengecualian kendaraan terhadap pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap.
Secara khusus untuk kendaraan yang dikecualikan pembatasan sistem ganjil genap, Syafrin Liputo mengatakan, taksi daring tak termasuk di dalamnya. Dengan demikian, mereka tetap akan dikenai ganjil genap.
”Dari berbagai alternatif solusi, ternyata hasilnya nihil untuk bisa dilakukan (penandaan untuk taksi daring). Kenapa demikian? Karena kita pahami bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung terhadap penandaan angkutan daring itu tidak diperbolehkan,” ujar Syafrin.
Penggunaan stiker untuk taksi daring pernah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Namun, aturan penggunaan stiker itu dibatalkan oleh MA. Di Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus pun, penggunaan stiker tak diatur.
Perubahan segmen jalan
Selain itu, pemerintah juga telah mengevaluasi dampak ganjil genap di kawasan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Setelah pengecekan lapangan, ada sedikit perubahan segmen jalan.
Awalnya, di sepanjang Jalan Salemba Raya dikenai ganjil genap. Namun, kini, dalam draf pergub, ruas jalan yang dikenai ganjil genap hanya di Jalan Salemba Raya sisi barat dan Jalan Salemba Raya sisi timur sampai Jalan Diponegoro.
Pemerintah telah mengevaluasi dampak ganjil genap di kawasan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Setelah pengecekan lapangan, ada sedikit perubahan segmen jalan.
Dengan demikian, ruas Jalan Salemba Raya sisi timur, mulai dari simpang Jalan Diponegoro sampai simpang Jalan Matraman, tidak dikenai sistem ganjil genap. Tujuannya untuk mengakomodasi pasien yang keluar dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
”Jadi, depan Rumah Sakit Carolus sampai simpang Jalan Matraman tak ada ganjil genap. Namun, dari Jalan Matraman ke Jalan Diponegoro, lalu Jalan Kramat Raya, itu dikenakan. Jadi, sirkulasi arus tetap berjalan,” tutur Syafrin.
Sementara itu, Kombes Kingkin Winisuda menyampaikan, penandaan bagi taksi daring sebenarnya dimungkinkan jika Korlantas Polri mengeluarkan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) khusus. Namun, hal tersebut masih harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Direktorat Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri.
”Sejauh ini belum ada kepastian. Kami ini juga sedang mengoptimalkan dan memutakhirkan program Electronic Registration and Identification (ERI). Salah satu di antaranya mengatur soal itu (TNBK khusus taksi daring),” kata Kingkin.
Dibutuhkan ketegasan
Menurut Agus Pambagio, pemerintah dan Polri seharusnya bisa lebih tegas dalam pembuatan aturan. Dalam pengecualian kendaraan, regulasi cukup mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jadi, tak perlu ada pengecualian yang ditambah-tambahkan.
”Regulasi jangan banyak pengecualian, nanti jadi cacat kebijakannya. Ketika diimplementasikan pun jadi tidak efektif. Penegakan hukumnya juga pasti akan rancu. Semua kebijakan harus adil untuk semuanya. Kecuali kalau memang sudah diatur di UU, tidak apa-apa,” ujar Agus.
Menurut Agus, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang dibuat di dalam draf pergub terlebih dahulu. Apalagi, kebijakan tersebut sifatnya hanya sementara sambil menunggu penerapan sistem jalan berbayar (ERP).
Sementara itu, Sudaryatmo dari YLKI menilai, pemerintah perlu lebih komprehensif dalam menyosialisasikan kebijakan perluasan ganjil genap. Publik, menurut Sudaryatmo, masih minim informasi manfaat jangka panjang dari perluasan ganjil genap tersebut, baik dari sisi manfaat kesehatan, lingkungan, maupun nilai ekonomi dari waktu tempuh yang menjadi pendek.