ISEI Hadiahi Pemerintah Buku Putih Solusi Tantangan Ekonomi Indonesia
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI memandang ekonomi Indonesia bisa terjaga stabilitasnya dan tumbuh lebih dari 5 persen jika para pemangku kepentingan terkait mampu menjawab tiga tantangan pokok. Sebagai jawaban dan solusi atas tantangan itu, ISEI akan memberikan sumbangsih pemikiran dalam bentuk white paper atau buku putih kepada pemerintah.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
KUTA, KOMPAS — Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia memandang ekonomi Indonesia bisa terjaga stabilitasnya dan tumbuh lebih dari 5 persen jika para pemangku kepentingan terkait mampu menjawab tiga tantangan pokok. Sebagai jawaban dan solusi atas tantangan itu, ISEI akan memberikan sumbangsih pemikiran dalam bentuk white paper atau buku putih kepada pemerintah.
Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo mengatakan, tantangan pertama adalah bagaimana ekonomi Indonesia bisa mengantisipasi dan membuat langkah-langkah konkret menghadapi pelambatan ekonomi global. Kedua, bagaimana Indonesia mendorong sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.
”Adapun ketiga adalah bagaimana menavigasi pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan ekonomi dan keuangan digital,” kata Perry dalam konferensi pers Sidang Pleno ISEI XX dan Seminar Nasional ISEI di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (28/8/2019).
Tema seminar yang diambil adalah ”Menavigasi Era Digital: Tantangan dan Strategi Mengawal Stabilitas dan Mendorong Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional”.
Menurut Perry, untuk menjaga stabilitas dan menumbuhkan ekonomi nasional, industri kreatif, pengolahan, pariwisata, pertanian dan perikanan, syariah, serta usaha mikro kecil menengah, perlu terus didorong. Industri pengolahan misalnya, sektor yang bisa didorong, antara lain seperti otomotif, tekstil, elektronik, dan makanan-minuman.
Hal itu perlu dibarengi dengan memperdalam pasar keuangan, keuangan syariah, keuangan digital, dan penanaman modal asing (PMA) langsung. PMA perlu diarahkan untuk membiayai sektor-sektor prioritas sehingga ke depan Indonesia tidak bergantung pada investasi portofolio.
”Kebijakan-kebijakan terkait berbagai sektor itu perlu diperkuat untuk mewujudkan transformasi ekonomi, termasuk di dalamnya adalah kemudahan berusaha dan penguatan sumber daya manusia,” ujarnya.
Khusus ekonomi digital, lanjut Perry, sinergi para pemangku kepentingan terkait sangat diperlukan untuk mengangkat inovasi dan meningkatkan inklusi keuangan. Banyak usaha rintisan yang bisa dikembangkan.
”Bank Indonesia (BI) sendiri telah membangun dan terus mengembangkan sistem pembayaran untuk menumbukan ekonomi digital, misalnya melalui elektronifikasi, bantuan sosial nontunai, dan pengimplementasian Standar Kode Cepat (QR Code Indonesia Standard/QRIS) sebagai sistem pembayaran nontunai nasional,” kata Perry yang juga menjabat sebagai Gubernur BI.
Sumbangsih pemikiran ISEI itu tertuang dalam buku putih. Buku putih adalah sebuah dokumen yang berisi penjelasan akan sebuah masalah yang ingin diselesaikan, solusi akan masalah tersebut, serta penjelasan detail langkah-langkah pemecahannya.
Buku putih itu akan mengusung beberapa strategi kebijakan, baik di sisi permintaan, penawaran dan reformasi struktural, serta pengembangan potensi ekonomi digital.
Untuk itu, Sidang Pleno ISEI XX disesuaikan dengan kompleksitas tantangan yang dihadapi perekonomian nasional dalam perspektif jangka pendek dan menengah-panjang. Hal itu termasuk pula perspektif permasalahan ke depan terkait dengan kemampuan Indonesia menavigasi era digital.
Sumbangsih pemikiran ISEI itu merupakan satu dari lima strategi (milestones). Kelima strategi itu adalah penguatan peran ISEI di pusat dan daerah; penyusunan White Paper bagi pemerintah terpilih untuk mendukung strategi kebijakan ekonomi nasional ke depan; pengembangan riset dan kajian akademis yang akan dimuat dalam Jurnal Ekonomi ISEI (JEI); memperluas kerja sama dengan lembaga internasional; dan pengembangan media sosial untuk sarana edukasi publik terhadap pemikiran-pemikiran ekonomi Indonesia.
Perry menambahkan, sebagai sebuah organisasi yang yang telah berusia 64 tahun, ISEI berkomitmen akan terus berperan dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal itu sesuai dengan tiga manifesto ISEI yang dicanangkan para pendiri ISEI.
”ISEI akan mengambil peran positif untuk kemajuan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan ilmu ekonomi, dan menyampaikan pemikiran-pemikiran ekonomi yang sejalan dengan falsafah Pancasila,” ujarnya.
Stabilitas keuangan terjaga
Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, stabilitas sektor jasa keuangan selama Juli 2019 terjaga di tengah pelambatan ekonomi global dan peningkatan tensi perang dagang Amerika Serikat-China. Sektor jasa keuangan domestik mampu bertahan dengan pertumbuhan intermediasi yang positif dan risiko terkelola dengan baik.
Rapat Dewan Komisioner OJK pada 28 Agustus 2019 menyebutkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama Juli 2019 relatif stabil dan naik tipis 0,5 persen secara bulanan. Investor asing melakukan jual bersih (net sell) sebesar Rp 257 miliar dan beli bersih (net buy) Rp 24,3 triliun. Pada periode tersebut, imbal hasil obligasi turun rata-rata sebesar 20,4 basis poin (bps).
Di pasar modal, penghimpunan dana sampai 26 Agustus 2019 mencapai Rp 120,8 triliun. Nilai itu lebih tinggi daripada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 113,8 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 30 perusahaan dengan pipeline penawaran sebesar 34 emiten dengan total penawaran sebesar Rp 22,51 triliun.
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan juga tumbuh positif. Kredit perbankan tumbuh sebesar 9,58 persen secara tahunan. Khusus kredit investasi, tetap tumbuh dua angka, yaitu 13,75 persen. Adapun dana pihak ketiga (DPK) perbankan tengah dalam tren meningkat dan tumbuh sebesar 8,04 persen.
Rasio kredit bermasalah (NPL) gross perbankan sebesar 2,55 persen dan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) sebesar 2,74 persen. Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Rasio kecukupan likuidtas (LCR) sebesar 193,7 persen, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) sebesar 93,34 persen, dan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,7 persen.
Sementara itu, sepanjang Januari-Juli 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum telah menghimpun premi masing-masing sebesar Rp 104,25 triliun dan Rp 58,87 triliun. Adapun rasio solvabilitas (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 314 persen dan 663 persen.
Kendati stabilitas jasa keuangan terjaga, sejumlah risiko masih membayangi. Penurunan volume perdagangan global telah menyebabkan penurunan kinerja manufaktur dalam negeri. Hal itu terjadi karena tensi perang danga AS-China semakin meningkat.
Perang dagang itu juga turut mendorong meningkatkan volatilitas dan tekanan pasar keuangan global. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang diperkirakan akan terus mengambil kebijakan yang lebih akomodatif hingga akhir tahun ini.
Untuk itu, OJK akan terus memantau dinamika ekonomi global dan memitigasi dampak kondisi yang kurang menguntungkan itu terhadap kinerja sektor jasa keuangan nasional, terutama terkait dengan profil risiko likuiditas dan risiko kredit.
”OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait untuk memitigasi ketidakpastian eksternal yang cukup tinggi, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam pembangunan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo dalam keterangan pers.