Potensi ekonomi domestik perlu dioptimalkan untuk menjawab tantangan pelambatan perekonomian global. Generasi milenial diharapkan jadi penghela pertumbuhan di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dinilai menghadapi tantangan cukup berat tahun ini karena pelambatan ekonomi global. Namun, potensi domestik dinilai bisa dimaksimalkan agar ekonomi tumbuh lebih tinggi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam UOB Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (28/8/2019), berpendapat, tantangan global yang semakin berat terlihat dalam dua kanal, yakni sektor riil dan keuangan. Di sektor riil, ekspor tertekan, baik produk manufaktur maupun komoditas. Sementara di sektor keuangan, aliran dana yang masuk ke pasar (emerging market) tertahan, sebagian investor kembali ke aset yang berisiko rendah.
Di tengah tekanan global, Indonesia perlu memaksimalkan potensi domestik. Saat ini, sekitar 90 persen perekonomian Indonesia ditopang ekonomi domestik dengan kontribusi belanja pemerintah sekitar 9 persen. Meski ekspor-impor mengalami tekanan, ekonomi domestik secara keseluruhan dinilai masih cukup kuat.
Pada triwulan II-2019, pertumbuhan ekonomi 5,05 persen dan hingga akhir tahun diperkirakan tumbuh 5-5,4 persen. Inflasi pun terkendali. ”Mari kita mulai investasi, mari kita dorong konsumsi,” ujar Destry.
Sektor keuangan dinilai makin maju, antara lain terlihat dari sistem pembayaran yang berkembang. Digitalisasi membuat belanja lebih mudah dan penyelenggaranya didominasi non-bank. Transaksi perbankan secara digital dan e-dagang juga meningkat. Menurut Destry, BI tidak mengabaikan tren itu dan berupaya mengintegrasikan bank konvensional dan digital.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diproyeksikan di kisaran 5,1-5,5 persen dengan tingkat inflasi 3 persen plus minus 1 persen. Namun, ia menggarisbawahi tantangan Indonesia untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Ekonomi digital
Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, mengatakan, salah satu kekuatan ada di pasar domestik dengan potensi konsumen milenial. Kelompok ini akan menjadi konsumen terbesar dalam 10 tahun mendatang. ”Kalau kita bisa mengarahkan konsumsi milenial, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,5 persen tahun 2030,” katanya.
Presiden Direktur UOB Indonesia Kevin Lam menyatakan, generasi milenial mengandalkan ekonomi digital. Melalui hal itu, usaha rintisan dan usaha rintisan raksasa (unicorn) berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut CEO Blibli Kusumo Martanto, salah satu penyumbang pertumbuhan e-dagang berasal dari kelompok milenial. Sekitar 92 persen kaum milenial belanja daring, baik untuk keperluan travel, reservasi, maupun kebutuhan sehari-hari. Konsumen belanja daring juga cenderung menggunakan produk lokal. ”Tinggal bagaimana kita memanfaatkan potensi itu,” ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengemukakan, era ekonomi digital memunculkan transisi bahwa bank bukan lagi satu- satunya opsi pembayaran. Pembayaran berbasis daring yang terus tumbuh sangat dinikmati kelas konsumen, khususnya generasi milenial.
Pembayaran berbasis daring butuh koneksi internet dengan kecepatan tinggi. Persoalannya, Indonesia masih terlambat membangun infrastruktur informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT). Sementara belanja ICT masih rendah. Saat ini, rasio belanja ICT terhadap produk domestik bruto baru 0,1 persen, tertinggal dibandingkan Thailand yang sebesar 0,3 persen atau Malaysia yang mencapai 0,6 persen.
”Tidak ada cara lain, pemerintah harus membangun infrastruktur ICT,” kata Rudiantara.
Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah memanfaatkan satelit Palapa Ring untuk menghubungkan kota-kota di Indonesia dengan jaringan internet kecepatan tinggi.