Mayoritas Kandidat Tidak Kuasai UU Pemberantasan Korupsi
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Proses seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah usai. Dalam tahap akhir proses seleksi, pada tahap uji publik dan wawancara, mayoritas dari 20 kandidat Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi itu tidak menguasai materi terkait Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mayoritas kandidat tak menguasai undang-undang tentang pemberantasan korupsi, KUHAP, Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC), hingga jenis kejahatan korupsi. Sebagian mereka juga terindikasi bermasalah dan menggunakan forum wawancara sebagai ajang klarifikasi dengan minim argumentasi visi misi.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih mengakui kurangnya pemahaman para Capim KPK terkait KPK, khusus di bidang hukum pidana. Hal itu karena dalam awal pendaftaran tidak disyarakatkan bahwa harus berlatar belakang hukum, namun bisa dari bidang lain, termasuk ekonomi, perbankan, dan keuangan.
"Itulah mengapa ada beberapa capim yang terkesan tidak kompeten dalam bidang hukum. Namun, mereka harus memiliki pengalaman 15 tahun di bidangnya," ujar Yenti, di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Anggota Pansel Capim KPK Hendardi menegaskan, proses seleksi ini berjalan ketat dan efektif. Bahkan tes psikotes saja dilakukan sampai dua kali, berbeda dengan periode sebelumnya yang hanya satu kali.
“Memang dalam uji publik dan wawancara ini baru terlihat bagaimana penguasaan para Capim KPK tersebut. Ini akan kami pertimbangkan termasuk tes kesehatan juga akan jadi pertimbangan. Senin diputuskan,” ujar Hendardi.
Pada awal pendaftaran Capim KPK, ada 376 orang yang menyerahkan berkas pendaftaran. Setelah melalui proses seleksi administrasi, ada 192 orang yang lolos. Mereka kemudian mengikuti uji kompetensi dan didapatkan 104 kandidat. Dari hasil uji psikologi, 40 kandidat dinyatakan lolos.
Kemudian tahapan masuk ke profile assessment, 20 kandidat diloloskan. Selama seminggu ini, 20 kandidat mengikuti tes kesehatan yang langsung dilanjutkan dengan tes uji publik dan wawancara, Selasa (27/8/2019) hingga hari ini.
Dari 20 kandidat yang lolos, terbanyak berasal dari Kepolisian RI (Polri), yakni 4 orang, disusul akademisi 3 orang, 3 jaksa, seorang pensiunan jaksa, seorang hakim, dan seorang pengacara.
Ada pula 2 pegawai negeri sipil (PNS), satu pegawai KPK, seorang komisioner KPK, seorang karyawan BUMN, satu penasihat Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, satu auditor Badan Pemeriksa Keuangan.
Selama sekitar tiga bulan proses seleksi, dari 20 kandidat yang mengikuti tahapan seleksi hingga akhir akan kembali dipilih 10 nama oleh Panitia Seleksi untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Kemudian presiden akan menyerahkan kepada DPR untuk dilakukan fit and proper test untuk memilih 5 pimpinan KPK.
Terkait dengan beberapa nama yang dinilai bermasalah, KPK mengundang pansel untuk mendalami fakta rekam jejak Capim KPK, Jumat (30/8). Langkah ini dilakukan untuk melihat bukti-bukti yang ada terkait data rekam jejak agar proses seleksi ini menghasilkan orang-orang terbaik dan tidak bermasalah.
"Secara prinsip kami tegaskan di surat bahwa informasi yang terkandung dalam hasil rekam jejak yang pernah kami sampaikan ke Pansel Capim KPK Jumat lalu sudah didukung fakta yang memadai dan memiliki nilai kebenaran," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Tak penuhi undangan
Namun, Yenti menegaskan tidak akan memenuhi undangan KPK dan telah memberikan konfirmasi alasan ketidakhadiran. Sebab, dengan sisa waktu yang ada, Pansel Capim KPK harus berfokus pada penilaian 20 kandidat.
"Kami sedang fokus dan konsentrasi. Bagaimana mungkin kami datang.
Pansel tidak bisa datang karena punya agenda yang telah diatur, terjadwal, dan waktunya mepet," kata Yenti.
Setelah selesai pada tahap akhir uji publik dan wawancara, Pansel Capim KPK akan meneruskan rapat tentang hasil tes kesehatan dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Gatot Soebroto sebelumnya. Kemudian mulai besok, Pansel Capim KPK akan mengadakan rapat tertutup untuk menentukan 10 kandidat.
Yenti menyampaikan, pansel akan menyerahkan hasil proses seleksi Capim KPK langsung kepada presiden di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019) pukul 15.00. Pansel tidak akan mengumumkan 10 nama yang lolos sepanjang tidak diminta presiden.