Mencicipi ”Jalan Kampung” di Empat Negara Bagian Amerika
Mengendarai mobil dalam perjalanan jauh di Amerika Serikat menjadi mimpi para pencinta mobil dan traveling. Tidak hanya bagi yang berasal dari luar Amerika, para penggila mobil di ”Negeri Paman Sam” pun bahkan masih banyak yang bermimpi dapat menyusuri jalanan menjelajah negeri mereka.
Jalanan yang beraspal mulus, membentang lurus sejauh berkilo-kilometer membelah gurun tandus, atau jalanan berkelak-kelok menerobos hutan pinus, atau jalan bebas hambatan dengan banyak lajur yang menghubungkan kota-kota besar, begitulah gambaran jalanan di Amerika yang sering muncul di film-film Hollywood dan melayangkan imajinasi.
Maka, saat BMW Group Indonesia mengundang Kompas untuk melakukan dua sesi uji kendara di Amerika Serikat, langsung terbayang mimpi-mimpi yang sudah terbentuk sejak masa kecil dulu: memacu mobil di jalanan Amerika!
Setelah mempelajari rencana perjalanan kami, rasa penasaran makin membuncah karena setidaknya kami akan mengunjungi tiga negara bagian di AS yang terletak di kedua sisi benua Amerika. Dua negara bagian pertama, Nevada dan California, terletak di sisi barat AS. Sementara negara bagian ketiga, South Carolina, terletak di sisi timur negara adidaya tersebut.
Rombongan jurnalis dari Indonesia tiba di kota tujuan pertama kami, yakni Las Vegas di tengah gurun Negara Bagian Nevada, AS. Kota judi yang termasyhur ini akan menjadi titik start kami untuk menguji kendara SUV terbaru BMW, yakni BMW X7, menuju Los Angeles di California.
Hari Senin pagi, 18 Maret 2019, rombongan jurnalis dari sejumlah negara pun mulai bergerak meninggalkan tempat menginap kami di Mandalay Bay Resort Las Vegas untuk memulai perjalanan menuju Los Angeles (LA). Kompas mendapat giliran pertama mengemudi BMW X7 berwarna abu-abu metalik.
Tak banyak waktu untuk menyesuaikan diri dengan mobil karena baru pagi itu kami dipertemukan dengan SAV (sport activity vehicle) terbaru BMW tersebut. Yang bisa dilakukan hanya mengatur posisi kursi dan roda kemudi yang paling nyaman, kemudian langsung menarik tuas persneling ke posisi D, dan mobil pun meluncur meninggalkan tempat parkir di lobi Mandalay Bay.
Penyesuaian mengemudikan mobil dengan dimensi panjang lebih dari 5 meter dan harus mengemudi di sebelah kanan pun dilakukan sambil jalan. Lebih menantang lagi karena rute pertama yang harus ditempuh adalah rute dalam kota Las Vegas.
Berdasar pengalaman mengemudikan mobil di luar negeri, rute paling susah adalah rute di dalam kota karena setiap kota di dunia memiliki karakteristik berlalu lintas masing-masing, termasuk aturan saat berada di lampu pengatur lalu lintas dan kebiasaan atau konvensi tak tertulis masyarakat setempat.
Di Eropa, misalnya, jalanan cenderung sempit dan digunakan untuk dua arah lalu lintas. Selain itu, juga banyak bundaran (roundabout) di persimpangan atau perempatan. Selain harus membiasakan diri melewati bundaran dengan arah putaran yang berbeda dengan di Indonesia.
Kita akan bergerak searah jarum jam saat di bundaran, sementara di negara-negara dengan setir kiri, kita harus bergerak berlawanan arah jarum jam. Kita juga harus memahami kebiasaan siapa yang boleh lebih dulu memasuki bundaran dari arah jalan yang lain. Kadang mengalah bisa menjadi salah jika kita berada di jalur yang mengharuskan kita berjalan lebih dulu dibanding kendaraan dari arah lain.
”The Strip” bahkan masuk kategori All-American Roads, yakni kategori jalan paling istimewa di dalam daftar National Scenic Byways di AS.
Untunglah, di Amerika Serikat jalanan relatif lebih lebar dibanding Eropa dan pembagian jalur-jalur jalan di dalam kota cenderung menggunakan sistem grid yang berbentuk kotak-kotak sehingga setiap persimpangan hampir semuanya berupa perempatan tegak lurus yang lebih mudah dipahami.
Maka, melajulah kami di jalanan utama Las Vegas yang dijuluki ”The Strip”. Ini adalah ruas jalan utama yang membelah kota hiburan tersebut, dan kita bisa menikmati pemandangan berbagai resor, hotel, dan kasino warna-warni di sepanjang jalan itu.
The Strip bahkan masuk kategori All-American Roads, yakni kategori jalan paling istimewa di dalam daftar National Scenic Byways di AS karena memiliki makna kultural dan pemandangan yang unik dan khas. Sebagai catatan, hanya ada 31 ruas jalan yang mendapat gelar All-American Roads di seluruh AS.
Meski sudah dibekali peta GPS dengan panduan tujuan utama pada hari itu, saya memilih bermain aman dengan mengikuti salah satu mobil panitia tepat di depan saya agar tidak salah jalan. Paling tidak sampai lepas dari keramaian urban Las Vegas.
Bahkan, saat mobil panitia tersebut berbelok memutar ke kiri meski GPS tidak memerintahkan itu, saya ikuti mobil itu karena mengira dia akan mengambil jalan pintas yang lebih pendek untuk menghindari macet. Ternyata, oh, ternyata mobil tersebut juga dikemudikan kru perekam video perjalanan dari Jerman, yang juga tidak hapal jalan. Terbukti setelah putar balik, dia kembali mencari putaran balik dan kembali ke jalur yang tadi sudah kami lewati….
Akhirnya, kami pun memutuskan mengikuti saja arahan dari GPS, dan benar saja, tak lama kemudian kami berbelok ke kiri menuju jalan bebas hambatan yang mengarah ke Los Angeles. Setelah lepas dari ketegangan rute dalam kota, mobil pun lebih leluasa untuk digas lebih dalam, sekaligus mengoptimalkan penyesuaian rasa berkendara dan mengenal karakter mobil.
Jalan ”kampung”
Setelah beberapa menit melaju di jalan bebas hambatan, GPS mengarahkan kami untuk keluar menuju jalan raya biasa menuju kawasan Taman Nasional Death Valley di Negara Bagian California. Saya menjadi lebih berhati-hati mengemudikan mobil karena jalan biasa ini lebih sempit dan dilalui kendaraan dari dua arah.
Untunglah mobil sudah dilengkapi sistem semi-otonom yang menjaga mobil tetap berjalan di jalurnya tanpa melanggar marka jalan. Sistem ini juga bisa di-setting untuk menjaga kecepatan agar tak melanggar batas kecepatan di jalanan, yang berkisar antara 45-55 mil per jam (sekitar 72-88 km per jam).
Melalui jalur-jalur seperti ini, kita berkesempatan melihat interior sesungguhnya suatu negeri, jadi tidak melulu melintasi jalan-jalan besarnya saja.
Semakin mendekati Death Valley, jalanan makin sepi dan mulai berkelak-kelok membelah bukit-bukit rendah yang tandus. Inilah suasana jalanan ”kampung” di Amerika, yang sering kita dengar dengan sebutan ”American backroads”. Melalui jalur-jalur seperti ini, kita berkesempatan melihat interior sesungguhnya suatu negeri, jadi tidak melulu melintasi jalan-jalan besarnya saja.
Ingin rasanya memacu mobil semaksimal mungkin di jalanan yang asyik itu, tetapi aturan batas kecepatan membuat saya harus banyak-banyak menahan diri. Percayalah, kecepatan 80 km per jam di jalan sesepi dan semulus itu benar-benar membuat kita seolah tak berdaya karena mobil terasa berjalan sangat pelan.
Baca juga: Mengantar Bintang Kembali ke Hutan
Herannya, beberapa kali kami disalip mobil-mobil warga setempat meski kami mengendara tepat di batas kecepatan yang diperbolehkan. Berarti mobil-mobil itu semua melanggar aturan, dong?
Baru keesokan harinya saat kami berjumpa dengan teman-teman mahasiswa asal Indonesia di Los Angeles dijelaskan bahwa ada toleransi hingga sebesar 15 mil per jam (24 km per jam) di atas batas kecepatan yang diizinkan. Waduh, tahu begitu, kan, saya agak lebih ngegas sedikit. Walau harus dicermati bahwa setiap negara bagian di AS punya aturan lalu lintas sendiri-sendiri.
Secara umum, berkendara di jalanan Amerika ini terasa menyenangkan karena jalanannya yang terawat mulus dan sepi. Tak terasa kami sudah tiba di tengah kawasan Death Valley di Furnace Creek sekitar pukul 12.30 siang dan berhenti untuk istirahat makan siang. Jarak sekitar 240 km sudah dilalui sejak berangkat dari Vegas.
Setelah itu, gantian rekan jurnalis dari Otodriver.com, Fitra Eri, yang pegang kemudi, sementara saya mengeksplorasi bagian interior mobil sebagai penumpang.
Baca juga: Melayang di Ketinggian Kosta Rika Hingga Menginap di Hotel "Pretty Woman"
Baru sore harinya, menjelang matahari terbenam di dekat Mojave Air & Space Port di Gurun Mojave, California, saya kembali ambil alih kemudi untuk perjalanan tahap akhir menuju LA. GPS menunjukkan, jarak yang masih harus ditempuh sekitar 152 km lagi.
Dimulailah pengalaman baru: mengemudikan mobil di negeri orang pada malam hari. Mata harus dipasang lebih awas untuk mencermati rambu-rambu lalu lintas, terutama petunjuk pintu keluar jalan bebas hambatan yang harus diambil. Meski demikian, sempat dua kali Kompas salah berbelok keluar jalan bebas hambatan karena kondisi jalan yang sangat ramai.
Sisi timur
Setelah menghabiskan waktu beberapa hari di Los Angeles, rombongan jurnalis Indonesia bergerak ke destinasi selanjutnya, yakni kota Greenville di Negara Bagian South Carolina, AS. Kota ini terletak di sisi timur Benua Amerika sehingga kami menghabiskan waktu 5 jam lebih di udara untuk menempuh perjalanan dari LA di Pantai Barat AS.
Tujuan kami ke kota kecil ini adalah untuk mengunjungi pabrik BMW X Series yang berada di Spartanburg, kota tetangga Greenville. Di sana, pihak BMW Group telah menyediakan sebuah mobil BMW X5 xDrive 50i sebagai alat transportasi sekaligus untuk diuji coba.
Setelah beristirahat semalam dan menyelesaikan kunjungan pabrik, kami disarankan menguji BMW X5 terbaru ini ke Caesars Head, sebuah taman cagar alam milik Negara Bagian South Carolina. Perjalanan akan menempuh jarak sekitar 50 km ke arah utara dengan variasi medan yang cukup lengkap untuk menguji mobil.
Kembali tak ada waktu persiapan dan penyesuaian yang banyak untuk mengenal karakter mobil. Hanya ada waktu buat penyesuaian tempat duduk, posisi roda kemudi, dan mobil langsung di-start untuk masuk ke jalan raya.
Beruntung BMW X5 memiliki platform yang sama dengan BMW X7 sehingga rasa mengemudi kedua mobil itu sangat mirip, dan X5 terasa lebih lincah karena dimensinya lebih kompak daripada X7.
GPS mengarahkan kami mengikuti jalan raya (highway) US 276 ke arah utara. Seperti yang disampaikan di awal, jalan raya ini sangat bervariasi, mulai dari jalan di kawasan perkotaan yang padat hingga jalanan membelah hutan menuju kawasan pegunungan.
Pemandangannya terasa berbeda dengan jalanan di California yang sebagian besar melintasi kawasan gurun gersang. Jalanan ”kampung” di South Carolina ini lebih rindang dengan banyak pepohonan sepanjang jalan. Kembali kami melihat interior sesungguhnya di sisi lain negara ini.
Suasana pun terasa lebih memunculkan aura tradisional Amerika karena kami melewati kota-kota kecil dan kawasan pedesaan di pedalaman. Apalagi, di radio mobil terdengar alunan musik country khas Amerika. Atmosfernya terasa Amerika banget, dan membuat perjalanan bermobil menjadi kian menyenangkan.
Di perjalanan, kami sempat berbelok dari jalan utama dan masuk ke jalan perdesaan yang sempit berlapis batu kerikil. Jalan ini ternyata mengarah ke sebuah telaga kecil, tempat sebuah resor musim panas berada.
Suasana di tepian telaga ini mengingatkan pada setting lokasi film seri Dawson’s Creek dari era 1990-an. Tak mengherankan karena film tersebut memang mengambil lokasi di negara bagian tetangga South Carolina, yakni North Carolina.
Setelah mampir di pusat pengunjung Caesars Head yang asri, kami nekat melanjutkan perjalanan ke arah utara melalui jalan raya yang berbelok-belok. Ternyata, tak lama kemudian kami sampai di rambu yang mengucapkan selamat datang di North Carolina!
Jadilah di luar rencana semula, perjalanan bermobil di ”Negeri Paman Sam” ini telah membawa kami mencicipi empat negara bagian. Mulai dari Nevada, California, South Carolina, hingga North Carolina. Pengalaman yang tak terlupakan!