M Theo Zainuri Membuka Lapangan Kerja untuk Mantan Pecandu Narkoba
Muhammad Theo Zainuri (46), seorang pegiat sosial sekaligus pengusaha kacamata di Kota Malang, Jawa Timur, memilih melewatkan kesempatan untuk cepat kaya, demi rasa cinta (kepedulian) pada teman-temannya. Ia memilih memberdayakan teman-teman komunitas Sadar Hati, komunitas pendampingan bagi mantan napi dan pecandu narkoba, untuk bisa membuka usaha. Adanya lapangan kerja, menjadikan mantan napi dan pecandu tersebut tidak tenggelam dalam jerat yang sama berulang kali.
Oleh
Dahlia Irawati
·4 menit baca
“Kita mencintai kehidupan, bukan sebab kita sudah biasa hidup. Tetapi karena kita biasa mencintai,” (Zarathustra, Friedrich Nietzsche). Mungkin demikianlah keyakinan Muhammad Theo Zainuri (46), seorang pegiat sosial sekaligus pengusaha kacamata di Kota Malang, Jawa Timur. Ia, dengan sadar, melewatkan kesempatan untuk cepat kaya, demi rasa cinta (kepedulian) pada teman-temannya.
Theo adalah pendiri Yayasan Sadar Hati, sebuah yayasan bergerak dalam pendampingan para mantan pecandu narkoba dan penderita HIV/AIDS di Kota Malang. Ia juga pendiri usaha kacamata, jam tangan, dan alat makan dari kayu dengan nama Sahawood. Sahawood singkatan dari Sadar Hati Wood.
Pria tinggi besar tersebut, sudah bergelut dalam dunia advokasi pecandu narkoba sejak tahun 2002. Dari pengalamannya, Theo menemukan kenyataan bahwa stigma negatif sangat lekat dengan komunitas mereka. Sebanyak 80 persen anggota Sadar Hati adalah mantan pecandu dan mantan napi.
“Stigma negatif masih lekat ke anggota komunitas kami, bahkan saat anggota sudah mendapat kerja. Biasanya, tempat kerja akan mengeluarkan mereka, yang ketahuan pernah menjadi pecandu narkoba dan napi," kata Theo, Jumat (16/08/2019) lalu. Hal itulah yang membuat mantan pecandu dan napi seakan tidak memiliki masa depan, sehingga mereka cenderung kembali terjerat kasus sama berulang kali.
Tidak ingin hanya pasrah, Theo mencoba membuat lapangan kerja sendiri untuk anggota komunitasnya. Awalnya ia membuka usaha kecil clothing. Usaha dibangun tahun 2015, bekerjasama dengan jaringannya di Australia. Lama-lama, teman asal Australia tersebut menyarankan Theo untuk membuat kacamata kayu.
Theo pun mulai mengumpulkan teman-temannya untuk membicarakan ide usaha kacamata kayu. Theo mengajak beberapa teman eks napi Lowokwaru Malang, yang saat berada di tahanan, memilih mengikuti kelas keterampilan kayu. Namun mereka harus dipastikan sudah bersih dari narkoba saat direkrut. Mereka yang masih jadi pecandu tidak bisa bekerja dengan baik.
Berbekal kacamata pinjaman dari teman, Theo dan beberapa temannya mulai mencoba membuat prototipe kacamata. Bahan kayu digunakan adalah kayu sonokeling. “Kami belajar dari Youtube, karena memang pengetahuan sangat terbatas," katanya. Setelah melakukan berbagai uji coba, sebuah prototipe awal kacamata kayu akhirnya jadi setelah 4 bulan melakukan uji coba.
Meski awalnya kacamata kayu buatan Sahawood hanya dikonsumsi pelanggan lokal, lama kelamaan produk mereka diterima pula oleh jaringan mereka di Bali dan Inggris.
Saat ini, produk Sahawood ada tiga macam yaitu jam tangan kayu, kacamata kayu (kacamata baca dan sunglass), serta sendok-garpu dari kayu. Kapasitas produksi Sahawood dalam sebulan sekitar 200 kacamata, 150 jam tangan, dan 200 sendok garpu kayu. Harga jual kacamata antara Rp 575.000-Rp 800.000 per buah, sedangkan harga jam tangan kayu antara Rp 675.000-Rp 750.000.
Setiap bulan, Sahawood bisa mengimpor rata-rata 200 buah kacamata ke luar negeri. Produk lainnya kebanyakan diserap oleh pasar dalam negeri. Pelanggan umumnya mengetahui produk Sahawood dari media sosial.
Keterbatasan modal
Keterbatasan modal, membuat usaha kacamata kayu semula mengandalkan dana hibah dari berbagai kompetisi untuk bisa membeli alat dan bahan produksi. Beruntungnya, suatu ketika mereka menang kompetisi, sehingga uangnya bisa untuk membeli mesin pemotong bahan kayu dengan laser seharga Rp 99 juta. Mesin itu berkapasitas produksi hingga 200 rangka kacamata sehari.
Namun, kendalanya mencari tenaga pekerja bukanlah hal mudah. Awalnya hanya 3 orang perajin, maka kini perajin kacamata kayu masih sebanyak 8 orang. "Tidak mudah mencari perajin seperti kriteria kami,” kata Theo.
Theo, sejak awal memang mengkhususkan usahanya sebagai peluang kerja bagi teman-temannya mantan napi dan mantan pecandu. Salah satu kendala bekerja dengan mantan pecandu, menurut Theo, adalah tidak bisa terlalu memaksakan target. “Biasanya paling susah adalah mereka kembali terjebak dalam narkoba. Ini tidak bisa kami tolerir dan harus kami pecat," katanya. Mereka yang kembali mengonsumsi obat akan membuat kerja tidak optimal dan bisa bisa memengaruhi teman lainnya.
Sebenarnya jika hanya berorientasi bisnis, maka Theo bisa dengan mudahnya mencari pekerja di luar komunitas mereka. Hanya dengan pembekalan materi dan melatihnya sebentar, Theo yakin ia bisa menciptakan pekerja yang lebih tangkas dan cekatan. Hanya saja, Theo tidak pernah melakukannya. Sejak awal, ia membangun usaha kacamata kayu tersebut untuk memberikan harapan masa depan bagi mereka yang pernah terjebak dalam dunia gelap narkoba.
“Kalau mau cepat kaya, ya paling mudahnya ambil pekerja dari luar dan dilatih. Tapi tidak demikian keinginan saya. Ini adalah kerja bersama saya dengan teman-teman yang ingin mandiri setelah terpuruk akibat narkoba,” kata Theo.
Dengan melibatkan mantan pecandu dan napi dalam kerja bersama, diyakini akan memberikan semangat hidup dan meningkatkan rasa percaya diri mereka. Ria Anggraini, konselor adiksi Yayasan Sadar Hati, para mantan napi dan pecandu narkoba yang bergabung dengan kegiatan itu memperlihatkan perubahan besar.
“Warga dampingan kini ada yang mau menikah. Mereka memiliki rasa percaya diri, semangat, dan tidak menutup diri. Selama ini sifat mereka cenderung menutup diri,” kata Ria.
Muhammad Theo Zainuri
Lahir: Sidoarjo, 10 Desember 1973
Organisasi: Pendiri dan direktur Yayasan Sadar Hati