Layanan pengobatan dasar HIV/AIDS diharapkan bisa ditanggung sepenuhnya oleh Jaminan Kesehatan Nasional. Pembiayaan secara menyeluruh diyakini mampu meningkatkan jumlah orang dengan HIV/AIDS yang berada dalam pengobatan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Layanan pengobatan dasar HIV/AIDS diharapkan bisa ditanggung sepenuhnya oleh Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Pembiayaan secara menyeluruh diyakini mampu meningkatkan jumlah orang dengan HIV/AIDS yang berada dalam pengobatan. Penambahan layanan pengobatan untuk HIV/AIDS dinilai tidak akan memberatkan pembiayaan JKN jika penghitungan biaya pengobatan lebih rasional.
Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition Aditya Wardhana dalam pertemuan nasional advokasi pengobatan bagi orang dengan HIV (ODHA) di Indonesia, Indonesia PLHIV Treatment Advocacy Summit 2019, Kamis (29/8/2019), di Surabaya, mengatakan, sangat mungkin untuk memasukkan pembiayaan layanan dasar untuk pasien HIV/AIDS tanpa membebani keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Kuncinya adalah rasionalisasi harga obat sehingga harganya bisa ditekan serendah mungkin. Caranya, dengan meningkatkan kompetisi supplier obat,” katanya.
Dari sejumlah layanan mendasar, JKN hanya menanggung biaya untuk sexually transmitted infection (STI) pengujian dan pengobatan, konsultasi tes HIV, serta diagnosis laboratorium dan konsultasi untuk antiretroviral (ARV).
Pemenuhan kebutuhan dasar lainnya seperti obat ARV, diagnosis tes HIV, viral load, dan CD4 dibiayai oleh program pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga donor.
Aditya menilai, masih ada komponen obat yang harganya tidak rasional. Dia mencontohkan, harga obat ARV di Indonesia yang dibiayai oleh program pemerintah terlalu tinggi dibandingkan dengan harga obat serupa di tingkat global.
Jika harga obat ARV yang berasal dari pendanaan global diperkirakan tidak lebih dari Rp 175.041 per butir, harga jual di Kementerian Kesehatan dari produsen farmasi lokal lebih mahal, berkisar Rp 385.000 hingga Rp 404.370 per butir.
Kuncinya adalah rasionalisasi harga obat sehingga harganya bisa ditekan serendah mungkin. Caranya, dengan meningkatkan kompetisi supplier obat.
”Jika harganya rasional, seharusnya ada potensi efisiensi hingga Rp 403 miliar per tahun dari pengadaan obat ARV atau bisa digunakan untuk pengobatan bagi 272.994 ODHA lain yang belum mendapatkan pengobatan,” ujarnya.
Menambah beban JKN
Menurut Aditya, anggapan sebagian kalangan yang menilai bahwa menanggung seluruh pengobatan dasar ODHA bisa menambah beban JKN tidak sepenuhnya benar. Sebab, jika ODHA sudah mendapatkan pengobatan yang mencukupi, kondisi kesehatan mereka akan lebih baik sehingga tidak mudah sakit. Biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan dari ODHA pun berkurang.
Bahkan, jika pengobatan dasar itu bisa diberikan melalui JKN, cakupan ODHA yang akan mendapatkan pengobatan lebih banyak. Jika saat ini ODHA yang menjalani pengobatan ARV sekitar 17 persen dari perkiraan total orang positif HIV sebanyak 640.443 orang, dengan penggunaan JKN cakupan bisa lebih luas.
”Akses untuk memperoleh obat ARV di kota-kota besar memang mudah, tetapi ketersediaannya masih terbatas sehingga distribusi ke daerah-daerah terpencil lebih sedikit,” katanya.
Kepala Subdit Perhitungan Biaya Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Ackhmad Afflazir mengatakan, setiap tahun anggaran untuk penanggulangan HIV/AIDS yang bersumber dari APBN lebih dari Rp 1 triliun. Dana itu digunakan untuk pengadaan obat-obatan yang tidak dibiayai oleh JKN.
”Perkiraan dana yang dibutuhkan untuk pengobatan HIV/AIDS cukup tinggi. Jika dibebankan ke JKN, bisa menambah biaya,” ujar Ackhmad, tanpa menyebutkan perkiraan biaya jika semua pengobatan ditanggung JKN.
Direktur Yayasan Mahameru (LSM yang mendampingi ODHA di Jatim) Farid Hafifi mengatakan, jika pengobatan ODHA seluruhnya ditanggung oleh JKN, diyakini bisa meningkatkan kepesertaan JKN-KIS. Sebab, manfaat yang diperoleh bagi pengguna, termasuk ODHA, lebih banyak. Terlebih jika wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinaikkan, seharusnya manfaat yang diperoleh bisa lebih luas.