Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian berjanji menindak orang-orang yang melanggar hukum saat insiden di asrama mahasiswa Papua, di Surabaya, 16-17 Agustus lalu. Kapolri juga berjanji menindak mereka yang melanggar hukum saat menyampaikan aspirasi di Papua dan Papua Barat setelah insiden di asrama mahasiswa Surabaya.
Oleh
IKHSAN MAHAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasca-unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Kabupaten Deiyai dan Paniai, Papua, Rabu (28/8/2019), Kepolisian Negara RI memperkuat pasukan pengamanan di kedua kabupaten tersebut. Sebanyak 300 personel telah dikirimkan dari Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.
”Kita perkuat pengamanan di Deiyai dan Paniai. Lalu, kita kirimkan juga pasukan tambahan dari Korps Brigade Mobil Polri ke Jayapura untuk memperkuat pengamanan di Jayapura,” kata Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Unjuk rasa di kantor Bupati Deiyai yang menuntut referendum Papua pada Rabu (28/8/2019) berakhir rusuh. Akibatnya, satu personel Tentara Nasional Indonesia meninggal karena terkena panah. Senjata miliknya kemudian dirampas massa yang diduga anggota kelompok kriminal bersenjata.
Selain itu, tiga anggota Polri dan dua anggota TNI terluka akibat terkena panah. Dalam peristiwa itu, lanjut Tito, satu masyarakat sipil yang diduga bagian dari kelompok penyerang tewas karena terkena panah.
Ia menambahkan, ada pula satu perusuh yang tertembak peluru karet petugas. Tembakan itu terpaksa dilepaskan untuk membela diri karena petugas diserang terlebih dahulu.
”Ini kelompok yang berasal dari Paniai yang bersembunyi di balik massa, kemudian lakukan penyerangan kepada petugas. Alhasil, ada petugas yang melakukan pembelaan diri menggunakan peluru karet,” ujar Tito.
Dia memastikan, setiap tindakan melanggar hukum dalam penyampaian aspirasi di Papua ataupun Papua Barat bakal diproses hukum.
Upaya dialog
Tito mengatakan, dirinya bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah bertemu langsung kepala daerah dan tokoh masyarakat di Papua dan Papua Barat sebagai bagian dari upaya menyelesaikan tuntutan masyarakat.
”Mereka berkomitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban di sana. Dan, harapan mereka agar peristiwa di Surabaya ditangani hukum. Saya pastikan Polda Jawa Timur telah memproses pihak yang melanggar hukum dalam insiden itu,” kata Tito.
Sebelumnya, Polda Jatim telah menetapkan Tri Susanti sebagai tersangka dalam peristiwa ujaran kebencian bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dalam peristiwa di asrama Papua di Surabaya, 16-17 Agustus lalu. Tri berperan sebagai koordinator lapangan.