Penyidik KPK yang berasal dari Polri tidak perlu untuk mengundurkan diri. Sebab, profesionalitas para penyidik telah teruji.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan terpilih diwajibkan mundur dari jabatan saat ini, termasuk Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan Agung. Namun, tidak demikian bagi penyidik dan penuntut KPK, anggota Polri dan Kejaksaan Agung tidak perlu mengundurkan diri ketika mereka bertugas di KPK.
Calon pimpinan KPK, Roby Arya Brata, di depan Panitia Seleksi Capim KPK, Jakarta, Kamis (29/8/2019), menyampaikan bahwa selama ini konflik antara KPK dan kepolisian maupun Kejaksaan Agung karena koordinasi lemah. Salah satunya karena masih ada kewenangan penyidikan dan penuntutan KPK di kedua lembaga tersebut.
”Dengan kewenangan seperti ini, yang terjadi, begitu merangsek kasus di kepolisian malah melawan balik. Ini tidak sehat untuk hubungan koordinasi, jadi perlu ada pemindahan kewenangan penyidik KPK ke Komisi Kepolisian Nasional,” ujar Roby yang juga Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro Penanaman Modal dan Badan Usaha Sekretariat Kabinet.
Dia mengatakan, konflik masih terus terjadi karena penyidik KPK masih ada yang berstatus pegawai KPK dan penuntut, yang berasal dari Kejaksaan Agung. Hal tersebut, kata Roby, membuat masih muncul friksi untuk mengamankan kepentingan atasan institusi.
”Lain halnya kalau kewenangan itu diberikan ke Kompolnas atau Komisi Kejaksaan, friksi tidak akan terjadi. Opsi lainnya, penyidik atau penuntut yang bertugas di KPK harus mundur dari kepolisian,” kata Roby menjawab pertanyaan Pansel Capim KPK.
Proses ini merupakan tahap akhir seleksi, yaitu uji publik dan wawancara. Selain Roby, ada lima kandidat lain yang diuji Pansel Capim KPK hari ini.
Kelima kandidat lain, yaitu Kepala Subdirektorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo, Brigadir Jenderal (Pol) Sri Handayani, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Sugeng Purnomo, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, dan koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi.
Mendengar ide ini, anggota Pansel Capim KPK, Al Araf, kembali mempertanyakan jawaban Roby. Menurut Al Araf, ide ini hanya akan memindahkan ruang konflik dari internal KPK ke Polri dan Kejagung.
”Ketika Kompolnas independen, kewenangan ini juga akan membuat konflik baru di internal kepolisian. Jadi, Kompolnas itu bukan solusi, melainkan hanya menimbulkan pergeseran konflik,” kata Al Araf.
Meski begitu, menurut Roby, yang perlu dilakukan untuk memindahkan kewenangan penyidik ke Kompolnas adalah mereformasi Kompolnas dan Komisi Kejaksaan agar tidak korupsi. Selain itu, harus ada komitmen kuat dari pimpinan KPK, DPR, dan pemerintah.
”Selama ini, Kompolnas maupun Komjak kerjanya tidak begitu terlihat karena kewenangannya tidak ada. Mereka hanya rekomendasi, kerjanya tidak terlalu banyak. Ini yang harus direformasi agar kewenangannya besar,” kata Roby.
Tidak perlu mundur
Sri Handayani menyampaikan bahwa penyidik KPK yang berasal dari Polri tidak perlu untuk mengundurkan diri. Sebab, profesionalitas para penyidik telah teruji.
”Selama ini begitu (penyidik KPK dari kepolisian) dan tidak ada masalah. Ketika mereka (para penyidik) kembali ke kepolisian, itu merupakan suatu prestasi karena sudah menjalankan tugas di KPK dan tidak akan dimarjinalkan,” kata Sri.
Majunya Sri sebagai capim KPK pun, dikatakannya, karena keinginannya untuk terus berkontribusi bagi bangsa, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. ”Saya tahun depan sudah pensiun, tetapi saya masih mau berbuat untuk bangsa,” katanya.
Supardi, yang berasal dari Kejagung, juga menegaskan, profesionalitas para jaksa sebagai penuntut umum di KPK. Bahwa jaksa adalah satu lembaga, maka tidak dapat jaksa tersebut mengundurkan diri dari Kejagung ketika menjadi penuntut umum KPK.