Sinergi lintas instansi dinilai mampu membuat desa menjadi mandiri. Hal itu perlu disertai kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di desa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Sinergi lintas instansi dinilai mampu membuat desa menjadi mandiri. Hal itu perlu disertai kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di desa.
Hal itu dibahas dalam workshop bertajuk “Sinergi Program Kemitraan dalam Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat”, yang digelar oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), di Yogyakarta, Kamis (29/8/2019).
Dewi Yuliani, Direktur Pengembangan Sosial Budaya Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Dewi Yuliani mengatakan, kemitraan menjadi hal penting yang perlu dilakukan oleh desa. Itu bisa dilakukan antar desa maupun antar instansi. Dengan kemitraan, desa bisa saling menguatkan.
“Kalau tidak bermitra, tidak bergandengan tangan, kita tidak kaut dan tidak bisa berdiri dengan baik. Ada yang bergandengan tangan dengan swasata, pemerintah daerah, akademisi, dan lain sebagainya,” kata Dewi.
UGM memiliki mata kuliah bernama “Kuliah Kerja Nyata Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat” (KKN-PPM). Mata kuliah itu merupakan mata kuliah wajib. Dalam mata kuliah itu, mahasiswa diharuskan pergi ke kawasan pedesaan untuk mengaplikasikan ilmunya dari bangku kuliah.
Ilmu itu digunakan untuk memecahkan permasalahan yang muncul di tengah masyarakat pedesaan. Cara memetakan masalahnya adalah dengan hidup bersama masyarakat selama kurang lebih dua bulan.
Mata kuliah itu merupakan mata kuliah wajib. Dalam mata kuliah itu, mahasiswa diharuskan pergi ke kawasan pedesaan untuk mengaplikasikan ilmunya dari bangku kuliah.
Dewi mengungkapkan, KKN-PPM dari UGM merupakan salah satu upaya kemitraan positif yang bisa dilakukan pemerintah desa. Menurut dia, kegiatan tersebut mampu mempercepat pembangunan desa mandiri. Sebab, menggunakan keilmuannya, mahasiswa membantu masyarakat desa mencari solusi dari permasalahannya. Solusi yang diperoleh pun dapat dipertanggungjawabkan mengingat itu didasari oleh penelitian.
“Mereka menggali potensi yang ada di masyarakat. Jika ada masalah diidentifikasi seperti apa masalahnya. Kajian dari kampus diaplikasikan ke masyarakat dan bisa diterima baik karena menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Dewi.
Namun, tak dimungkiri perguruan tinggi tidak bisa bekerja sendiri. Lembaga tersebut kerap terhambat apabila berhadapan dengan persoalan dana. Pada titik ini, dukungan dari pemerintah dan sektor swasta.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM Ika Dewi Ana menuturkan, sinergitas dengan pemerintah dilakukan dengan menyambungkan program KKN PPM dan program milik pemerintah daerah atau program internasional. Itu dilakukan guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Itu bisa dilakukan dengan diseminasi hasil penelitian menjadi sesuatu yang lebih terapan di tingkat masyarakat.
“Saat ini, pengabdian kepada masyarakat ditujukan untuk mendukung apa yang menjadi program pemerintah atau program internasional dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Kita berusaha bersama-sama,” ujar Ika.
Sekretaris Departemen Pengabdian kepada Masyarakat UGM Rachmawan Budianto mengungkapkan, setiap tahunnya, UGM mengirimkan 7.500-8.000 mahasiswa ke 34 provinsi untuk menjalani KKN. Periode terakhir, Juni-Agustus 2019, sebanyak 5.372 mahasiswa diterjunkan ke 32 provinsi. Mereka terbagi ke dalam 186 unit.
“Kami ingin mengembangkan empati dari civitas akademika UGM. Khususnya, anak-anak kami terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di lapangan,” kata Rachmawan.
Kepala Bappeda Gunung Kidul Sri Suhartanta mengungkapkan, program KKN membawa manfaat bagi sebagian masyarakatnya yang pernah menjadi lokasi tujuan kegiatan tersebut. Ada lecutan semangat bagi pemuda desa untuk berinovasi. Sebab, yang dilakukan dalam kegiatan tersebut adalah mengajak masyarakat desa untuk menjadi lebih berdaya. Tidak memanjakan mereka.
“Inovasi muncul dari pemuda-pemuda desa. Itu karena mereka bergaul dengan pemuda-pemuda yang berasal dari kampus. Ada keinginan buat memajukan desa,” kata Suhartanta.