Tiga terdakwa kepemilikan sabu seberat 37 kilogram, 75.000 butir pil ekstasi, dan 10.000 butir pil happy five divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, Kamis (29/8/2019) petang.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
BENGKALIS, KOMPAS — Tiga terdakwa kepemilikan sabu seberat 37 kilogram, 75.000 butir pil ekstasi, dan 10.000 butir pil happy five divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, Kamis (29/8/2019) petang. Ketiganya terbukti sebagai pemesan atau pemilik narkotika tersebut, yang kasusnya diungkap polisi pada Desember 2018.
Ketiga terdakwa adalah Suci Ramadianto, Iwan Irawan, dan Rozali. Sidang tersebut dipimpin ketua majelis hakim Zia Ul Jannah serta anggota Aulia F Widhola dan M Rizki Muzmar.
Menurut majelis hakim, tidak ada hal yang meringankan bagi terdakwa untuk mengurangi hukuman. Selain itu, Suci juga pernah dihukum dalam kasus kepemilikan narkoba. Putusan hakim didasarkan atas bukti transfer uang yang dialirkan Suci kepada kedua rekannya, Iwan Irawan dan Rozali.
Atas putusan hakim tersebut, ketiga terdakwa yang diwakili penasihat hukum, Achmad Taufan, langsung menyatakan banding. Adapun jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, Aci Jaya Saputra, menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Putusan hakim tersebut sama dengan tuntutan jaksa yang disampaikan pada persidangan 15 Agustus lalu. Dalam kasus yang sama, masih ada dua terdakwa lain yang berperan dalam transaksi narkotika tersebut, yaitu Surya Dharma dan Muhammad Aris. Keduanya dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar atau subsider 3 bulan kurungan.
Kasus tersebut bermula dari penemuan 37 kilogram sabu, 75.000 butir pil ekstasi, dan 10.000 pil happy five di sebuah kapal pompong (kapal tradisional dari kayu) oleh polisi di Perairan Kembung, Kabupaten Bengkalis, pada Desember 2018.
Saat persidangan, Achmad Taufan mengungkapkan, berdasarkan keterangan saksi-saksi, pada saat awal penggerebekan tidak ditemukan adanya narkoba di kapal dimaksud. Para terdakwa, yang berada di kapal, ikut menyaksikan pemeriksaan bahwa pompong dalam kondisi kosong.
Namun, setelah terdakwa diperbolehkan pergi, kata Taufan, polisi kembali melakukan penggeledahan kapal. Dalam pemeriksaan kedua itu, tanpa disaksikan terdakwa, polisi menemukan barang bukti narkotika dalam jumlah tersebut.
”Ironis. Fakta persidangan sangat lemah dalam pembuktian,” kata Taufan.
Suci Ramadianto diyakini sebagai bandar utama dalam kepemilikan sabu tersebut. Suci merupakan bekas sipir Lapas Bengkalis. Ia pernah terlibat dalam kepemilikan dan mengonsumsi narkoba pada Juli 2017. Setelah lepas dari hukuman, ia dituduh kembali melakukan pekerjaan ilegal.
Pada nota pembelaan yang disampaikan pada awal Agustus, Suci bersumpah tidak terlibat dalam kepemilikan narkotika tersebut. Ia mengatakan, kasusnya direkayasa oleh penegak hukum. Namun, majelis hakim PN Bengkalis lebih meyakini keterangan polisi dan pembuktian jaksa di persidangan.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam kurun dua tahun terakhir, hakim PN Bengkalis telah memvonis mati lima terdakwa kepemilikan/kurir narkoba. Pada 13 Desember 2017, majelis hakim yang diketuai Sutarno serta anggota WD Simarmata dan AF Widola menghukum mati terdakwa Heri Kusnadi atas kepemilikan 40 kilogram sabu. Namun, saat kasasi, Mahkamah Agung mengubah hukuman Heri menjadi seumur hidup.
Pada 26 September 2018, majelis hakim yang sama kembali menghukum mati M Hanafi, warga Batubara, Sumatera Utara, atas kepemilikan 10 kilogram sabu. Terakhir, majelis yang sama juga menghukum mati tiga terdakwa, yakni Juliar, Dedi Purwanto, dan Andi Syahputra, atas kepemilikan 55 kilogram sabu dan 46.000 pil ekstasi pada persidangan 17 Januari 2019. Namun, Mahkamah Agung kembali menganulir hukuman mati ketiganya menjadi seumur hidup.
Di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Ketua Majelis Hakim Nurul Hidayah memvonis seumur hidup terdakwa Syamsudin yang menjadi kurir 73 kilogram sabu pada persidangan 29 Juli 2019. Syamsudin menyatakan menerima hukuman, tetapi jaksa mengajukan banding. Sampai saat ini, putusan banding dari Pengadilan Tinggi Riau belum turun.